Extra chapter : Their first date

795 90 17
                                    

Hari ini adalah hari dimana pernikahan Chris dan Shena terlaksana. Langit dan Lino sudah berjanji untuk menjadi partner satu sama lain.

Bukan karena untuk pamer, tetapi, selain Langit sudah berjanji mereka saat ini memiliki hubungan sebagai sepasang kekasih.

Mereka menggunakan outfit couple yang terlihat cool, mengingat dresscode pernikahan Chris mengusung tema formal elegan.

Bunda tadinya mengajak Lino untuk datang bersama, karena, ia jelas tau bisa saja sesuatu hal terjadi disana. Tapi, Lino menolak dan mengatakan ia akan pergi bersama Langit. Dan hal itu membuat Bunda sedikit jauh lebih tenang, lalu memutuskan untuk pergi kesana bersama Mama Langit.

"Nervous?" Tanya Langit sambil mengarahkan lengan Lino dan mengaitkan dengan lengannya.

"Cuma takut kalo Bunda diomongin nggak enak," jawab Lino pelan. Langit kemudian tersenyum dan mengusak kepala kekasihnya.

"Semoga aja nggak, gimanapun orangtua kak Chris kan berpendidikan. Mereka nggak akan mau membuat dirinya malu juga pasti." Sahut Langit, usakan dirambut Lino membuat yang lebih tua menatapnya tajam.

"Rambut aku jangan diacak-acak, Langit! Nanti berantakan!"

Langit tersenyum kemudian mencubit pipi Lino pelan, "stop atau aku beneran cium kamu disini. Kamu gemes banget kak."

"Stop it, ayo berangkat." Dengus Lino sambil mengabaikan ucapan Langit. Padahal, Langit bisa melihat jika telinga dan sisi wajah Lino sudah berubah menjadi merah muda. Dan itu sangat amat menggemaskan.

*** ** ***

Suasana gedung ini tampak meriah, terlihat sepertinya pesta sudah dimulai mungkin sejak sepuluh menit yang lalu. Lino juga sudah melihat Bunda dan Mama Langit yang sedang menikmati makanan, Bunda bisa saja bergabung dengan keluarga Shena. Tapi, Bunda menghargai Lino dan memilih untuk tidak ikut campur dalam acara pernikahan ini.

Lino bisa melihat jika Chris bahkan memperhatikannya sejak ia memasuki gedung yang menjadi tempat resepsi mereka.

"Kak Chris ngeliatin kamu terus tuh," papar Langit, "nggak salah sih, orang kak Inonya aku cakep, ganteng, manis, gemesin gini."

Lino menatap Langit sebal, kemudian mencubit perut keras milik Langit. Membuat si pemilik perut mengaduh kecil. "Kamu jangan ngomong gitu terus ih!"

Langit tertawa, "serius deh kak, mamanya kak Chris lebih milih kak Shena daripada kamu? Hmm, the biggest loss banget."

"Langit!"

"Iya iya sayang, bercanda. Mau makan dulu atau salaman dulu?"

Lino menatap stand makanan, ada beberapa yang ia sukai. Tapi kemudian ia menggeleng kecil, "salaman aja dulu, kan nanti kamu mau ajak ke cat cafe?"

"Okay, yuk kita salaman."

Lino mengangguk, membiarkan Langit menyatukan jemari diantara sela jemarinya. Dengan langkah yakin, keduanya melangkah.

Lino bisa merasakan jika orangtua Shena tersenyum kepadanya, kemudian ia merasakan tubuhnya dipeluk oleh Om kemudian Tantenya. Sekilas Lino mendengar jika Om dan Tantenya berbisik mengucap terimakasih.

"Aku nungguin kamu, kukira kamu nggak akan dateng, No." Suara Chris langsung terdengar, Lino yang mengulurkan tangannya untuk bersalaman langsung ditarik. Chris memeluknya.

Langit langsung berdeham, terlebih ketika mama Chris sudah menatap Lino dengan tatap tajam.

"Happy wedding kak Chris dan kak Shena." Langit menarik kembali tubuh Lino, melingkarkan lengannya pada pinggang kecil Lino. "Semoga kalian bahagia, doain gue sama Lino cepet nyusul."

"Kalian.... pacaran?" Tanya Chris, refleks. Dan hal itu membuat Shena mendengus.

Shena mengaitkan lengannya pada lengan Chris, bertingkah manja. "Ya bagus nggak sih? Biar Lino nggak godain kamu lagi. Aku nggak mau suamiku diganggu."

Langit berdeham kecil, beruntung tidak ada antrian untuk tamu yang mau bersalaman.

"Kayaknya saya perlu kasih tau sesuatu nggak sih ke anda?" Lino menahan Langit, tapi Langit menggeleng. "Pertama, pacar saya nggak pernah berniat godain suami anda. Bukannya justru suami anda yang gagal move on dari pacar saya? Kedua, kayaknya kata menggoda justru harus diberikan ke kamu nggak sih? Gimana? Udah senang? Selamat akhirnya kamu mendapatkan hal yang kamu mau, meski caranya sangat kampungan. Dan untuk Mama kak Chris yang terhormat, saya mohon, jika anda ingin hidup putra anda bahagia berhenti menyalahkan Lino. Karena, justru anda yang membuat semuanya semakin kacau. Kami permisi dulu."

"Anak kurang ajar!" Sahut Mama Chris, baru saja ia ingin berteriak tapi kemudian ia ditahan oleh ibunda Shena.

"Langit benar Mbak, nggak seharusnya anda menyalahkan Lino. He didn't do anything. Jangan salahkan dia lagi, saya bahkan hampir tidak punya muka untuk berhadapan dengan keluarganya. Cukup mbak."

Shena menatap ibunya dengan tatapan shock, lagi-lagi Lino mendapatkan perhatian ibunya. Sialan.

*** ** ***

"You okay?" Pertanyaan itu muncul tepat ketika Langit meletakkan ice americano untuk mereka berdua, sementara Lino sudah duduk dengan satu kucing berwarna oranye yang sedang ia manjakan.

"Kamu nggak perlu kayak gitu," ujar Lino, tangannya masih sibuk mengusap bawah dagu si kucing oranye yang bernama miko itu. "Kamu harus jaga image kamu juga, La."

"It's okay, mereka tuh sekali-kali harus dikasih paham, kak." Langit mengusap kepala Lino. "Masa pacarku terus yang disalahin. Padahal, kak Chris aja yang nggak bisa tahan pesona kamu. Terus, istri dan ibunya malah nyalahin kamu. Mana bisa aku terima."

Lino tersenyum, masih dengan tangan yang sibuk mengusap tubuh Miko.

"Aku pengen deh pelihara kucing," ujar Lino tiba-tiba, "bunda bakal kasih izin nggak ya?"

"Tiba-tiba banget?"

"Dari dulu pengen, tapi Bunda belum kasih izin." Jawab Lino. "Kamu mau nggak urus kucing bareng sama aku?"

Langit tersenyum, ini sebuah ajakan yang entah kenapa membuat Langit semakin yakin dengan hubungan mereka.

"Mau."

Lino menengadahkan tatapannya, hingga mata miliknya bertemu dengan milik Langit. "Mau beliin makan? Urusin pupnya? Kasih snack kalo kucingnya laper?"

Langit tersenyum kemudian ia melangkah maju dan mengecup dahi Lino cukup lama.

"Apapun asal sama kamu, aku mau."

"Mama kamu nggak keberatan kalo kucingnya di rumah kamu? Bunda soalnya belum bolehin."

Langit mengusap kepala Lino dengan lembut, kemudian tersenyum. "Nanti aku tanya ke Mama dulu ya? Semoga aja Mama bisa kasih izin, jadi kira bisa adopsi kucing."

Lino mengulas senyum tulusnya, dadanya menghangat. Ia merasa begitu dicintai oleh Langit. "Makasih Langit. Makasih banyak."

"Nah, don't mention it. Bahagia kamu, bahagianya aku."

Dan Lino tidak bisa untuk tidak bersyukur sekali lagi dalam hidupnya. Kehilangan Chris dan mendapat kebencian dari keluarga lelaki itu mungkin satu pukulan untuknya. Tapi, mendapati sosok Langit kini duduk bersamanya, menggenggam erat jemarinya dan tulus menyayanginya adalah satu anugerah yang tidak bisa Lino sepelekan. Lino Bahagia. Dan masih dengan kondisi cafe yang sepi, serta kucing yang juga masih ia pangku, Lino memajukan wajahnya. Mengecup bibir Langit singkat.

"I love you." Ucapnya tulus.

Mata Langit membelalak, kemudian ia bisa merasakan jika ada satu perasaan lega dan hangat membanjiri dadanya. Langit tertawa kecil, kemudian merubah posisi duduknya agar bisa memeluk kekasihnya itu.

Lalu, bibirnya berucap lembut, "I love you too, kak Ino."

Hai hai haiiiii!
Gimana nih hari kesekian puasanya? Hehe
Aku datang membawa bonus chapter lagi dari Langit dan Lino hihi
Semoga masih ada yang baca ya ^^
Have a good day, dan selamat berpuasa untuk yang menjalakannya ❤️

You are my first Love (2Min)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang