Hujan menyelimuti area pemakaman yang sedang berlangsung. Pagi ini keluarga Bratadikara diliputi suasana duka setelah kepala keluarga mereka dinyatakan meninggal dunia. Kini yang tersisa dari keluarga Bratadikara hanyalah kedua cucu perempuan yang telah lama menjadi yatim piatu.
Kepala keluarga yang baru saja meninggal merupakan kakek dari kedua perempuan itu dan juga menjadi satu-satunya keluarga yang dimiliki. Di samping kiri batu nisan terlihat si bungsu yang menundukkan kepala menyembunyikan tangisan tak bersuaranya. Di sebelahnya sang kakak dengan setia memeluk si bungsu berusaha menguatkan sang adik meski tak bisa dipungkiri hatinya juga ikut hancur melepas satu-satunya orang dewasa yang menjadi tempatnya bersandar selama ini. Setelah ini dia akan sepenuhnya mengambil alih tanggung jawab sebagai kepala keluarga Bratadikara. Dia akan melindungi segala peninggalan sang kakek, termasuk menjaga sang adik yang kini menjadi satu-satunya keluarga yang masih tersisa.
Seminggu setelah pemakaman kepala keluarga Bratadikara, kediaman Bratadikara kedatangan pengacara keluarga yang akan menyampaikan wasiat mendiang kepala keluarga kepada kedua cucu perempuan Bratadikara. Kediaman Bratadikara secara perlahan kembali seperi semula setelah selama seminggu tidak ada kegiatan berarti dikarenakan cucu sulung Bratadikara mengumumkan suasana berkabung di rumah duka sehingga para pelayan hanya akan datang saat bertugas dan pulang setelahnya. Kini kedua cucu Bratadikara beserta pengacara keluarga berada di ruang pertemuan membahas wasiat dari sang mendiang kakek.
“Berdasarkan surat wasiat mendiang tuan Rahadian Bratadikara maka nona Alicia akan menjadi pemimpin baru dari perusahaan Bratadikara dan kepemimpinan anda akan dimulai setelah anda berhasil menemukan pendamping anda.”
“Om Adi, bagaimana cara kakak menemukan pendampingnya apakah dari kecil mereka sudah dijodohkan?” Brisia bertanya, sorot matanya penuh rasa antusias akan calon pendamping sang kakak.
“Benar nona, nona Alicia dan pendampingnya telah dijodohkan semenjak kecil dan baru akan berkenalan setelah kedua orang tua dan kakek kalian telah tiada.” Sang pengacara menjawab rasa penasaran dari nona muda.
“Kenapa harus menunggu orang tua dan kakek kami tiada, bukankah seharusnya kakak dan calonnya dipertemukan lebih awal seperti saat keduanya menginjak usia dewasa?” rasa penasaran Sia semakin tinggi mendengar fakta yang dibawa sang pengacara.
“Agar perdamaian tetap tercipta dan kekejaman tidak datang lebih awal.”Sang pengacara terlihat bingung menanggapi pertanyaan nona muda karena dia tidak pernah diberitahu alasan di balik surat wasiat tercipta. Akan tetapi dia semakin bingung mendengar jawaban yang terucap dari sang nona sulung. Sepertinya dia mengetahui alasan dari dibuatnya surat wasiat dilihat dari suaranya yang begitu tenang.
Nona sulung mengangkat gelas tehnya dan menyesap sedikit sebelum kembali meletakkannya di meja. Bibirnya membentuk senyuman tipis sebelum menatap sang adik yang terlihat akan menanyakan pertanyaan baru. Melihat tatapan yang ditujukan untuknya, Sia terdiam dan menelan kembali pertanyaan yang sudah berada di ujung tenggorokan. Sepertinya dia harus menunggu lain waktu untuk bertanya atau tidak sama sekali.
“Om Adi, kalau begitu kapan saya bisa menemui calon pendamping saya?” Alice kembali membuka percakapan setelah terjadi keheningan beberapa saat.
“Mohon maaf nona, untuk pertemuan anda dengan calon pendamping anda sendiri yang harus menjemputnya dan membawanya kemari. Saya juga tidak diijinkan untuk mengantarkan anda untuk menjemputnya karena tuan besar berpesan agar nona sulung membawa nona muda untuk menjemput calon anda dan untuk menyelesaikan beberapa urusan. Untuk urusannya sendiri saya juga tidak mengerti karena tuan besar tidak memberitahu.” Sang pengacara mengambil sesuatu dari tasnya sebelum melanjutkan penjelasannya.
“Ini adalah dokumen terpisah yang tidak disebutkan dalam surat wasiat. Tuan besar berpesan agar diberikan hanya kepada anda karena di dalam dokumen ini berisi informasi mengenai calon pendamping anda. Informasi yang terlampir mencakup data diri dan juga tempat yang harus anda datangi untuk menjemputnya.”Dengan demikian sang pengacara menyerahkan dokumen terpisah. Alicia menerima dokumen tersebut dan setelah beberapa saat dia mengakhiri pertemuan ini. Pikirnya hanya akan menunda waktu jika membiarkan sang pengacara berada di sini. Kakeknya pasti tidak menceritakan apapun pada pengacara itu kecuali urusan bisnis keluarga.
Malam harinya setelah makan malam Alicia kembali ke ruang pertemuan dan membaca isi dokumen terpisah untuk mempelajari calon pendampingnya. Terdengar ketukan pelan dari arah pintu membuatnya berhenti sejenak dari acara membacanya. Setelah menyerukan kata masuk muncullah sang adik dari balik pintu.
Yang lebih muda membawa nampan berisi teh dan setoples kue kering. Sepertinya sang adik berniat menuntaskan rasa penasaran yang harus ditahannya. Bungsu Bratadikara memang terkenal penuh dengan rasa ingin tahu, meskipun terkadang menjengkelkan. Ya, kematian sang kakek memang awal baru bagi mereka berdua. Setelah ini mereka akan menjemput kehidupan baru yang menurut kebanyakan orang hanya ada dalam cerita fantasi.
“Ya, semua telah dimulai.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Golden Rose
FantasyKematian kakek yang merupakan orang tua satu-satunya yang dimiliki membuat kehidupan Alicia dan Brisia berubah. Surat wasiat terakhir milik kakek mengharuskan mereka menjemput lelaki yang telah dijodohkan dengan Alicia bahkan sebelum dia lahir. Hijr...