Chapter-07. Langa

31 17 102
                                    

Bertemu dengan seseorang yang sudah tiada adalah kelebihan ku.
_Aurora Qellysyah.

________

Angin malam berhembus pelan meniup beberapa helai rambut Sasya yang tengah duduk sendiri di balkon kamarnya. Termenung dalam lamunan hingga tak sadar di sampingnya telah ada Sang Kakak.

"Ngelamun mulu." Ujar Arya membuat Sasya menoleh ke arahnya.

Sasya menghela napas pelan, ia kembali menatap lurus ke depan. Ia juga bingung kenapa dirinya bingung? Aneh bukan.

"Ngelamunin apa sih?" Tanya Arya yang merasa dicueki.

"Gatau." Balas Sasya membuat Arya heran.

"Yakali kamu ngelamun tapi gatau ngelamunin apaan!? Jujur aja deh." Balas Arya.

"Terlalu banyak hal yang ada di otak ini, hingga aku tak mampu mengungkapkannya." Ujar Sasya spontan membuat Arya terdiam membisu.

Arya duduk di singel kursi sebelah Sasya, ia tak tahu pasti apa saja yang ada di benak Adiknya itu.

"Coba ceritain ke Kakak, apa aja yang bikin kamu kepikiran?" Tanya Arya.

Sasya masih enggan untuk membuka suara. Ia juga tidak paham dengan dirinya sendiri. Banyak hal yang ia pikirkan sampai ia bingung harus memulainya dari mana?

Mulai dari kasus pembunuhan Kakaknya Elang, jika terus-menerus seperti tadi maka tidak akan ada hasilnya, yang ada hanya kelelahan yang sia-sia. Kemudian sosok cewek yang selalu berlari sepanjang koridor itu? Kemana hilangnya cewek tersebut? Apa dia benar seorang manusia atau dia juga bayangan dari dimensi lain?

Tak hanya masalah seperti itu, Sasya juga memikirkan tugas sekolahnya yang kian hari kian menumpuk, memang bukan pertama kali ia bersekolah dengan menyelesaikan apa yang harus ia selesaikan. Tapi bersekolah di Internasional High School atau biasa disebut dengan IHS itu sangat-sangat merepotkan. Hampir setiap mata pelajaran memberikan pekerjaan rumah.

Jangan lupakan tentang sosialisinya, ia jadi kurang bergaul dengan siswa-siswa lainnya. Mungkin setelah ini ia akan mengikuti ekstrakurikuler sembarang di sekolahnya itu.

"Dek?!" Tanya Arya melambaikan tangannya di depan Sasya yang kembali melamun tersebut.

"Eh? Iya kak?" Balas Sasya.

"Ngelamun lagi." Sorak Arya malas.

"Gapapa kok Kak, Sasya masih ada tugas sekolah. Kakak mau bantu?" Ujar Sasya bermaksud mengusir secara halus.

"Engga lah, kerjain sendiri kakak ke kamar duluan." Balas Arya bangkit dari duduknya.

"Yaudah iya." Jawab Sasya mengikuti langkah Kakaknya dan berhenti di meja belajar, sedangkan Arya sudah pergi menghilang di balik pintu.

_______

Cahaya rembulan telah digantikan oleh sinar matahari yang menyeruak menerangi seluruh bagian yang terkena oleh dahsyatnya Sang Mentari.

Sasya menuruni anak tangga menuju ke ruang makan yang di sana sudah lengkap dengan keluarganya. Ia duduk di kursinya tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Ia masih belum bisa mengembalikan mood yang ada pada dirinya ini.

Seperti biasa, Sasya diantar oleh Sang Kakak menuju ke sekolah. Mobil Arya berhenti tepat di depan gerbang sekolah, membuat banyak pasang mata di sekitarnya memandangi dan menjadikannya sebagai pusat perhatian.

"Sya masuk duluan ya kak." Ucap Sasya membenarkan tasnya.

"Perbaiki mood kamu, jangan sampai teman-temanmu menjauhi mu karna sifat moody-an itu." Nasihat Arya yang hanya dibalas anggukan kepala oleh Sasya.

Four Ghost Leaders (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang