Bab 26

2.5K 84 10
                                    


"Zelin bisa kita bicara?" Zelin berjalan ke arah pintu, sebelumnya ia merapikan dulu berkas yang ia tinggalkan di atas kasur.

"Zelin, apa kamu baik-baik saja?"

Zelin tidak menyangka sama sekali suaminya begitu kacau dalam raut wajah dan penampilan. Yang ia yakini baru pulang dari tempat Sely. "Aku baik. Masuklah," ucapnya.

Dengan langkah gontai Kevin melangkah masuk ke dalam kamar tamu yang sudah ditempati istrinya beberapa Minggu. Rasanya Kevin sungguh merindukan kehangatan yang pernah dihadirkan oleh istrinya. Sangat rindu. Biasanya Kevin akan mendapatkan pelukan jika merasa tidak baik-baik saja. Tatapan yang ia dapatkan begitu prihatin padanya dan penuh kasih sayang. Tapi sekarang yang ia dapatkan adalah Zelin yang dingin dan seperlunya.

"Mau bicara apa? Kita selesaikan malam ini juga. Aku lelah dan tidak ingin berlarut-larut. Masalah ini menguras banyak energi ku. Jadi, aku ingin segera menyelesaikannya." Suara Zelin penuh dengan ketegasan dan ia menarik kursi rias ke hadapan Kevin.

Kevin tidak tahan melihat tatapan nanar dari Zelin. Pria itu tahu Zelin ingin menangis, tetapi sepertinya Zelin berhasil menahan air matanya supaya tidak tumpah. Atau memang sudah tidak pantas, pria itu mendapatkan tangisan dari istrinya lagi? Kevin menunduk, melihat ujung kakinya, matanya panas.

"Mati kita bicarakan, Kev. Aku ingin semuanya selesai," ucap Zelin. Sembari melipat tangannya di dada.

Kevin kembali menatap Zelin, rasanya ia ingin memeluk, mendekap erat wanita yang berusaha sedang menenangkan diri. "Aku minta maaf, Zelin. Aku bersalah. Aku… tidak ingin kita berpisah."

"Aku sudah memaafkanmu. Tetapi aku tetap ingin berpisah, maaf." Zelin berusaha bicara setenang mungkin.

"Apa tidak ada lagi kesempatan kedua untukku?"

"Kesempatan?" Zelin mengerutkan kening. "Jika aku memberikan kamu kesempatan, apa kamu akan berubah?"

"Iya, aku janji akan berubah," antusias Kevin.

"Aku sudah memberikanmu kesempatan, Kev. Kalau kamu sadari itu. Apakah aku tidak cukup baik untukmu? Kupikir aku lah yang banyak kurangnya, tetapi kamulah yang tidak bisa bersyukur telah memilikiku."

"Zelin… apakah kamu tidak lagi mencintaiku?"

"Aku mencintaimu, Kev. Masih mencintaimu. Aku menggantung harapan padamu, berharap kalau kamu bisa aku jadikan sandaran dan penguatan. Karena kamu sendiri tahu aku tidak ada saudara lagi. Dan yang aku dapatkan malah ternyata justru kamu lah orang yang paling menyakitiku. Jahat." Zelin menatap tajam ke arah suaminya.

"Aku menyesal karena telah menduakanmu, Sely tidak sebaik yang aku pikirkan. Sely…." Ucapan Kevin terhenti.

"Stop! Hentikan. Jadilah pria yang bertanggung jawab. Ketika kamu memutuskan untuk selingkuh, kamu siap menanggung resikonya. Jika memang kamu benar-benar mencintaiku, kamu tidak akan menghadirkan wanita lain di dalam hubungan kita. Karena ketika kamu memilih selingkuh, itu tandanya kamu sudah membagi hatimu untuk dia. Dan hatimu tidak lagi utuh untukku." Zelin berusaha tegar. Matanya panas, tetapi tidak ada air mata. Ia sendiri pun keheranan.

"Aku tahu. Tetapi aku tidak mencintainya." Kevin berusaha untuk meyakinkan istrinya.

Zelin menggelengkan kepalanya. "Belum kamu sadari itu. Ibarat kamu ingin makan sate, cukuplah beli sate seperlunya, bayar dan buang tusuknya. Tetapi, kalau kamu ingin makan sate dan kamu lebih memilih memelihara kambingnya, itu tandanya kamu bertujuan lain. Kamu memelihara karena akan mendapatkan keuntungan dari hewan yang kamu pelihara. Anggaplah seperti itu. Aku tahu kamu pernah tidur dengan wanita lain, ketika sedang jauh dariku. Tapi aku menutup mata. Dan sekarang kamu menjadikan Sely sebagai wanita Simpanan mu. Ada hati yang kalian mainkan. Beda dengan wanita yang memang kerjanya sebagai pemuas nafsu. Yang ia butuhkan uang. Tapi kalian? Sadarkah kamu, aku hancur? Baik fisik dan mental." Suara Zelin naik beberapa oktaf karena emosi.

Wanita Simpanan! [End] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang