Hari Minggu.
Perempuan itu menghirup udara pagi yang sejuk, sarat akan aroma petrichor yang memenuhi setiap sudut kediamannya. Hujan deras semalam membuat pagi ini bumi terlihat seperti habis mandi. Segar dan harum. Rasanya seperti semua debu dan kotoran yang menempel pada tubuhnya selama beberapa hari terakhir ini, dengan sabar dihapuskan oleh sang hujan, sehingga ia harus bekerja semalaman suntuk demi menuntaskan tugas tersebut. Senyum kecil mengembang di wajah perempuan itu.
Hari Minggu berarti hari istirahat. Setelah enam hari tenaga dan otaknya diperas melakukan hal-hal monoton yang tidak ia sukai, hari minggu adalah saat yang tepat untuk mengistirahatkan sejenak jiwa dan raga yang lelah dengan hiruk pikuk pekerjaan yang menguras pikirannya. Cara beristirahat pilihannya? Tentu saja berkunjung ke sebuah toko buku tua yang terletak tidak jauh dari kediamannya.
Toko buku itu tidak besar, malah hanya berupa sebuah ruko satu lantai yang terdiri dari 2 ruang utama yang hanya dibatasi rak penuh buku-buku tua. Pemiliknya adalah seorang pria yang usianya hampir setara dengan usia buku-buku dengan lembar kertas yang telah menguning yang ada di tokonya. Ia selalu duduk di teras toko dengan segelas kopi hitam dan rokok yang menggantung di sudut bibirnya yang telah keriput. Sesekali ia terlihat menggendong seekor induk kucing yang anak-anaknya sering ia lihat berlarian dan bersembunyi di balik rak serta tumpukan buku-buku tua yang ada di toko.
"Selamat pagi" Perempuan itu tersenyum menyapa pria tua pemilik toko yang tengah duduk menikmati kopinya. Sang induk kucing menggelung di meja kayu tidak jauh dari tempat pria tua itu duduk sambil menyusui salah satu anaknya.
"Selamat pagi" sebentuk senyum tipis menghiasi wajah pria tua itu.
Sang perempuan pun melangkah masuk ke dalam toko yang penuh sesak akan buku-buku yang lembarannya sudah menguning dan rapuh, lalu mulai tenggelam dalam dunianya sendiri. Rak demi rak ia jelajahi dengan tekun, mencari satu atau dua buku yang akan menjadi penghuni baru rak buku di rumahnya.
Perempuan itu terlalu tenggelam dalam dunianya sendiri, sampai-sampai tidak menyadari bahwa pagi itu ia tidak sendirian di dalam toko buku tersebut. Ada sepasang mata yang diam-diam memperhatikannya di antara satu rak tinggi berisi ensiklopedi dan koleksi komik-komik tua.
***
Laki-laki itu tidak tahu apa yang membawanya berkendara nyaris setengah jam dengan motornya, di Minggu pagi yang cerah menuju sebuah toko buku tua yang letaknya lumayan jauh dari rumahnya itu. Minggu pagi yang biasanya ia habiskan dengan membayar kekurangan tidur akibat tumpukan pekerjaan yang harus segera diselesaikan pada hari kerja, kini ia habiskan dengan nongkrong di sebuah toko buku tua dengan komik Kho Ping Hoo edisi pertama yang dengan tekun dibacanya. Sungguh di luar kebiasaan.
Lalu perempuan itu datang. Terusan kuning pucat dan rambut hitam yang diikat kuncir kuda, bukan pemandangan spektakuler. Perempuan itu bukan Miranda Kerr atau Giselle Bundchen, tidak tidak ia tidak se-bombastis itu. Perempuan itu hanyalah seorang perempuan biasa yang mungkin berusia sekitar pertengahan 20an, tidak setinggi model-model lingerie yang tadi ia sebutkan dan tidak secantik itu, meskipun ia juga tidak bisa mengatakan perempuan itu jelek. Perempuan itu... sederhana.
Kulitnya khas perempuan Asia Tenggara yang eksotis, wajahnya bulat dibingkai helaian rambut yang lepas dari cengkraman karet elastis yang mengumpulkan teman-temannya jadi satu ikatan besar di belakang kepalanya. Helaian rambut itu tidak hanya jatuh membingkai wajah serius sang perempuan saat membaca sebuah novel-mungkin buku sejarah, ia tidak yakin-yang diambilnya dari sebuah rak, tapi juga jatuh menghiasi tengkuknya yang tersambung dengan sepasang bahu mungil dimana sebuah tas kulit berwarna putih gading tersampir cantik disana. Sungguh, tidak ada yang spesial dari perempuan itu, hanya saja... ada sesuatu membuatnya tidak bisa melepaskan matanya dari setiap gerak-gerik sang perempuan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bunga Matahari dan Kesatria Kayu
RomanceSemua hal selalu berasal dari sesuatu yang sederhana.