3 hari sebelumnya
Cangkir kopi yang setengah kosong, aromanya yang bercampur asap rokok dan keringat, obrolan ngalor ngidul tentang berbagai hal, serta sebuah laptop yang menyala suram.
"Kamu tuh dengerin aku gak sih?"
Lelaki itu menoleh dengan setengah hati kearah suara berintonasi tinggi dari seorang perempuan yang duduk dihadapannya. Pikirannya sedang entah kemana, berselancar bersamaan dengan layar laptopnya yang menampilkan hasil perselancarannya di dunia maya. Dan juga, sebuah jendela obrolan dengan Bunga Matahari.
"Apa?"
Perempuan di hadapannya memutar kedua bola matanya yang berlapis lensa kontak coklat. "Tuh kan, kamu selalu seperti itu. Selalu sibuk dengan urusanmu sendiri. Apa kamu sadar? Pernikahan kita sudah hanya tinggal menghitung bulan! Dan kamu..."
Lelaki itu tidak lagi mendengarkan omelan bernada tinggi tanpa jeda dari perempuannya. Perhatiannya teralih pada sosok di balik kaca yang membatasi area outdoor dan indoor kedai kopi favoritnya tersebut. Di sana, tampak seorang perempuan dengan rok kuning pucat tengah tertawa-tawa dengan seorang lelaki yang duduk bersamanya.
Ia mengenali perempuan itu; kuncir kudanya, rok kuning pucat yang dikenakannya, bahu itu... ia pernah merengkuhnya sekali meskipun karena ketidaksengajaan (yang disengaja), ia pernah mengenalnya meskipun ia tidak yakin perempuan itu merasakan hal yang sama.
"Kamu gak dengerin aku lagi"
Suara perempuan di hadapannya mengembalikan lamunannya akan sang perempuan dibalik kaca. Ia menoleh dan memperhatikan tunangannya yang tiba-tiba terasa asing baginya. Perempuan yang telah mengisi hatinya selama 2 tahun terakhir tersebut bagai menjelma menjadi sosok yang samasekali ia tidak kenal. Dan seketika cincin yang melingkari jari manisnya pun terasa aneh meski benda itu sudah berada disana sejak lama.
"Maaf," hanya itu yang ia ucapkan, sementara jemarinya bergerak cepat diatas keyboard.
Bunga Matahari, apa arti kebahagiaan bagimu?
***
Rasanya menyenangkan bertemu dengan kawan lama di saat-saat yang paling tidak terduga. Lelaki di hadapannya ini, teman SMA-nya dulu, bercerita tentang potongan kenangan-kenangan masa lalu yang tidak pernah gagal melepas tawa dari bibirnya. Masa lalu memang indah untuk dikenang, tapi tidak untuk diulang.
"Dan apa kamu ingat saat dulu kita hampir tertangkap oleh guru piket karena diam-diam kabur ke kantin di mata pelajaran Biologi?" ujar lelaki di hadapannya dengan tawa tertahan. "Kemudian kamu berpura-pura sedang sakit perut dan aku berpura-pura membantu mengantarmu ke UKS padahal arah UKS berlawanan dengan arah kantin?" matanya berkilat seolah ia bisa melihat adegan itu terputar secara live di depannya.
Perempuan itu tersenyum geli kemudian menggeleng. "Aku tidak tahu kita se-badung itu dulu" ucapnya diiringi oleh kekehan ringan.
Kemudian suara denting familiar terdengar dari laptopnya. Perempuan itu sempat terkejut selama sepersekian detik, sebelum menyadari bahwa sedari tadi laptopnya masih dalam keadaan menyala.
Bunga Matahari, apa arti kebahagiaan bagimu?
"...Oh, kau ingat Joni? Joni yang selalu gugup saat dipanggil oleh guru untuk mengerjakan persamaan matematika di papan tulis..."
Lelaki itu masih mengoceh mengenai kenangan putih abu-abu mereka dengan semangat, sesekali tawa menghiasi tiap kalimat yang meluncur dari bibirnya. Tapi, perempuan itu tidak lagi memperhatikan. Fokusnya kini tertuju pada sebaris kalimat yang baru masuk ke laptopnya.
Apa kebahagiaan bagiku?
Kebahagiaan bagiku adalah hal-hal kecil yang muncul saat kau kira kau sudah tidak lagi memiliki alasan untuk merasa bahagia.
"...Dan prom. Apakah kau ingat prom? Aku ingat betapa gugupnya saat aku menjemputmu di rumah dan harus berhadapan dengan ayahmu..."
Perempuan itu tersenyum kecil dan menengadah dari layar laptopnya. "Ya, kau tampak pucat seperti orang sakit saat itu"
Hal-hal kecil seperti apa?
Lelaki di hadapannya tertawa. "Aku gugup. Siapa yang tidak? Ayahmu tampak sangat seram"
Seperti bertemu dengan seorang kawan lama dan bertukar cerita penuh tawa saat kau sedang penat-penatnya dengan semua urusan masa kini dan masa depan. Masa lalu selalu menyenangkan untuk dikenang
"...Tapi rasanya semua terbayar saat aku melihatmu muncul dari balik punggung ayahmu, dengan gaun kuning pucat itu..."
Benar. Tapi tidak untuk diulang.
"...dan rambutmu yang jatuh menyapu bahumu..."
Perempuan itu mengerjap dan seketika menatap lelaki dihadapannya dengan sorot kebingungan. Kemana arah pembicaraan ini?
"...Dan senyum itu..."
Lelaki di hadapannya berhenti tertawa dan menatap sang perempuan lurus-lurus. "Jika aku diberikan satu kesempatan untuk memutar ulang satu fragmen kenangan miliki, aku akan memilih momen itu." Ia menarik nafas panjang seolah mempersiapkan diri atas hal yang akan ia katakan selanjutnya.
"Aku merindukanmu"
Diam menyelimuti keduanya selama beberapa detik. Tidak ada yang bicara, tidak perempuan itu, tidak juga lelaki dihadapannya. Masing-masing berusaha menemukan alasan rasional dibalik satu kalimat yang baru saja terucap.
Aku merindukanmu.
Dia merindukanku?
Perempuan itu mengerjap tidak percaya kemudian memutuskan untuk mengalihkan pandangannya ke arah kaca yang membatasi area indoor dan outdoor kedai kopi itu. Ia tidak berharap untuk menemukan apapun disana, karena sebenarnya hal yang ia butuhkan hanyalah pengalihan; membeli waktu beberapa detik untuk berpikir.
Namun, semesta berkata lain. Tepat ketika perempuan itu menoleh, seorang lelaki di balik kaca pembatas tersebut sedang memandang ke arahnya. Dan untuk beberapa saat, pandangan mereka pun bertemu.
***
Lelaki itu lelah.
Ia sudah berhenti mendengarkan ocehan perempuan berstatus tunangannya itu sejak beberapa menit yang lalu dan hanya berfokus pada obrolannya dengan sang Bunga Matahari di layar laptop. Suara penuh emosi sang tunangan kini hanya bagaikan white noise yang bisa didengar tapi tidak ia pahami lebih lanjut.
"Kapan kamu akan belajar tanggung jawab?!"
Lelaki itu mendesah lelah dan memejamkan matanya untuk beberapa saat, sebuah usaha penenangan diri yang tidak terlalu berhasil. Ketika ia membuka matanya, ia menoleh kearah Perempuan di Balik Kaca, memperhatikan bagaimana tawa yang sedari tadi dilihatnya menghiasi obrolan sang perempuan dengan lelaki di hadapannya itu menyurut dan berubah menjadi sunyi.
Meski dari kejauhan, lelaki itu bisa menangkap sesuatu yang salah sedang terjadi di sana.
Detik berikutnya, lagi-lagi ia merasa seperti dilempar oleh sang sutradara alam ke dalam lakon pementasan roman picisan-Nya. Tepat pada detik itu, Perempuan di Balik Kaca tampak mengalihkan tatapannya ke area outdoor kedai, tempat dirinya berada. Dan tepat saat itu, pandangan mereka berdua akhirnya bertemu.
***
Aku sudah memberitahumu apa arti kebahagiaan menurutku. Sekarang giliranmu, apa arti kebahagiaan menurutmu, Kesatria Kayu?
Pernahkah kau merasa tidak sedang mencari apapun, tapi justru malah menemukan sesuatu? Seperti saat kau mengedarkan tatapan secara random di tempat umum tanpa maksud untuk mencari apapun, namun tatapan itu justru tertumbuk pada mata orang asing yang ternyata sedang menatapmu balik dengan ekspresi yang seolah mengatakan 'aku tahu, aku mengerti'. Bahagia bagiku adalah seperti itu; datang justru disaat kau sedang tidak mencarinya. Tidak terduga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bunga Matahari dan Kesatria Kayu
RomanceSemua hal selalu berasal dari sesuatu yang sederhana.