Halaman delapan.

132 29 4
                                    

Selasa, 4 Desember 2018.
Dari Dante, diatas balkoni.

Halo, Haru!

Habis masalah yang gak abis-abis dari kemaren (maaf ya aku nyambatnya ke kamu huhu), akhirnya i had this one most beautiful day after all those shits.

Pertama-tama, aku ulang tahun! Yeheee, berarti Haru udah satu tahunnn :) Happy birthday for us, walaupun ini udah jam tiga besoknya--tanggal empat diawal halaman gak usah aku ganti ya hehehe.

Udah satu mingguan aku sama Tenggara gak tegur sapa, dan tadi Tenggara dateng kerumahku, malem-malem pas acaranya udah mau selesai. We make up, and i feel good for us, Tenggara udah putus sama Fara karena cewek itu kegep ciuman sama cowoknya. Glad they broke up.

HEHEHEHEHE

Terus kita main di rumah pohon, have a lil chit-chat sampe aku ketiduran dan bangun-bangun jam tiga subuh udah di kamar. Sekarang aku di balkoni, nontonin bintang pagi buta karena kebangun. Agak nyesel sama kelakuan bodohku tadi.

Yep, i do something realy stupid. Guess what? I confessed.

.....

Are you even belive i'm literally TELL Tenggara how fucking much i love him.

Responnya sih... haha... agak mengecewakan ya. We're friends, and forever friends. Aku juga nggak terlalu berharap Tenggara juga suka balik sama aku, tapi tetep aja kan, hatiku kretek-kretek.

I need someone to hug me, this is fucking hurts.

Mikirin soal tadi, dadaku makin sesek aja. Udahlah, Dante, lupain aja, lanjutin acara stargazingmu sama minum teh kamomil.

Kalo gitu, see ya next time, Haru. Aku mau puas-puasin nangis.

p.s
☆Tenggara ganteng banget tadi, padahal cuma pake hoodie biru.
☆He gave me yellow sweater, it's freaking cute tho. Thanks Gara, i'll use it nicely.
☆Bukannya geer, kayaknya Tenggara yang mindahin aku ke kamar, parfumnya semerbak banget di selimutku tadi. Makasih, Gara.
☆Aku masih sayang Tenggara, walaupun dia nggak bales perasaanku :p















☆Aku masih sayang Tenggara, walaupun dia nggak bales perasaanku :p

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
















Sekitar jam sembilan malam kali itu, sebenernya Dante nggak ngeharapin kedatangan kawan baiknya yang satu itu, mengingat kondisi mereka yang retak berantakan terhitung lima hari lalu.

Tapi Tenggara datang. Berhoodie biru dan celana tidur seadanya, dia berjalan menunduk masuki halaman rumah Dante, memeluk kotak berpita ungu untuk diberikan pada Dante nantinya.

Pandangan mereka beradu, posisinya persis dengan satu tahun lalu. Dante didekat kolam ikan, dan Tenggara lima kaki didepannya.

"...Dante."

"Selamat ulang tahun."

Seingatnya, Dante kala itu berjalan maju, mengusak rambut Tenggara yang sudah berantakan, kemudian meraih kawannya dalam satu rengkuhan panjang.

Hangat, rapat.

Nggak ada yang memaksa, tapi air mata Tenggara sudah berebutan keluar dari kelopaknya.

"Maaf."

Berakhirlah keduanya di kursi taman belakang rumah Dante, acuhkan rumah Dante yang masih riuh ramai oleh kedatangan para sepupunya. Kotak ungu sudah berpindah ke pangkuan yang berulang tahun, mereka sama-sama sibuk dengan urusan sendiri.

"Habis dari rooftop, siangnya gue ketemu Fara." Tenggara kulum bibirnya, "Lagi ciuman sama Galang."

"Gue marah, marah banget. Dan dia ngaku kalau selama ini dia macarin gue karena kena dare--persis kayak yang lo bilang." Sambungnya, seiring dengan Dante yang tengok betapa kacaunya Tenggara malam itu--matanya yang bengkak disiram sinar bulan.

"Fara brengsek, Dan. Gue herannya, kenapa dia berani ikutin dare padahal dia udah punya cowok? Gue merasa jahat banget udah percaya sama dia dibanding sama lo."

Nggak ada jawaban dari Dante, Tenggara menghela nafas berat. Tangannya merayap, sampai di lutut Dante kemudian menepuknya. "Maaf."

"Kalo lo marah sama gue juga gue terim--"

"Gue suka sama lo."

Syok.

Keduanya sama-sama syok. Entah Tenggara yang kaget dengar pengakuan dari mulut kawannya, atau Dante yang kaget mulutnya bercakap semau sendiri--sial, padahal ia kira ia hanya berbicara dalam hati.

Tapi kata pepatah, udah basah mending sekalian nyebur. Dante menelan ludah, susah sekali rasanya. "Gue suka sama lo, Gara."

"Dante jangan gini--"

"Maaf."

Tundukannya makin dalam, nggak ada yang tahu harus berbicara apa. Tenggara pun tahu, Dante nggak main-main.

"Andante, we're friends, right?"

Berjengit bahunya, lihat Dante malah tergelak ringan. Yang anehnya malah terdengar menyedihkan.

"Gue tolol udah nyimpen perasaan buat lo, padahal dari awal juga harusnya gue tahu, kita sahabat." Gelakannya makin keras, "Dan bajingan ini, Tenggara, mau hancurin persahabatan kita. Bajingan ini, Ga, Andante namanya."

Malam itu rasanya sangat mencekam.

"Maaf, udah suka sama lo."

Tenggara menggeleng, "Cinta bukan dosa, Dante. Dan gue juga punya hak buat bilang maaf, gue nggak bisa balas perasaan lo."

Malam itu nggak ada yang tahu, apakah muka ragu Tenggara benar-benar mencerminkan isi hatinya. Karena bahkan Tenggara sendiri pun nggak tahu, mau hatinya apa.

Dilema dirinya.

Karena mungkin selama ini, gue punya perasaan yang sama.

berbalik: Halaman sembilan.

berbalik: Halaman sembilan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

notes:

Hehe, menuju halaman terakhir nih. How do you feel? Ready for the bomb next chapter?

Scroll scroll~

edit: dulu gue lupa bilang di notes, tapi visualisasi sweater kuning ada di mulmed yup.

Haru, The Memories. ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang