2. URBANISASI

12 2 0
                                    

Dalam perjalanan menuju kabupaten, dibenakku tersimpan banyak pertanyaan atas kejadian cepat ini, duduk di dalam jeep bersebelahan dengan seorang kakek tua membuat penasaranku semakin menjadi jadi

***

sepulang dari rumah sahabat, pergi menemui ibu, melanjutkan perbincangan dengan kepala dingin, membahas mengenai kesuksesan tanpa harus menjadi seorang ayah, ah tidak layak dan tidak pantas.

Berusaha memahami maksud dan tujuan yang ibu berikan kepadaku, aku yakin pilihan ibu tidak akan pernah salah, tapi aku ingin mengetahui lebih jelas dan lebih lengkap alasanku harus pergi keluar desa

"di kampung ujang moal jadi naon naon, sugan kaluar mah tiasa naeken taraf hirup, teu kedah mikiran mamah, tatanggi barager, acis tunjangan tos tiasa nutupan pikabutuh mamah, sok cing sukses, uih tiditu tong hilap ka mamah nya jang" pungkas ibu sebelum aku mengemas barang barangku

Aku pergi dan berkemas atas dasar keinginan ibu yang melahirkan dan membesarkanku sendirian, tapi aku khawatir padanya, ibu selalu bilang tidak apa apa walaupun dalam keadaan sakit,

Namun kali ini aku tidak boleh melanggar nasihat dan perintah ibu, sudahlah satu kali ketika aku membunuh kawanan serigala di hutan itu, lain kali aku akan menjaga prinsip, tetap berpegang pada perkataan ibu

"mah, ujang berangkat heulanya, doakeun cing lancar" ucapku sambil memeluk ibu

"aamiin jang, sok mamah mah pesen ka ujang di luar jaga pergaulannya" nasihat terakhir dari ibu sebelum aku berangkat

"muhun mah..."

Perjanjian sederhana yang menutup pembicaraan siang itu, sebelum aku dijemput oleh orang orang asing yang tidak pernah aku kenal sama sekali, dengan teman teman seorang bajingan yang mungkin sifat dan kelakuannya sama

Jika ibu tidak menyuruhku, mana sudi aku duduk berdampingan dengan teman seorang bajingan, lalu pergi jauh, sekali lagi kehadiranku disini adalah atas dasar keinginan ibu, aku bisa saja menolak, tapi membayangkan rasa sakit apa yang telah ibu rasakan selama membesarkanku ego menurun tidak tega melihatnya bersedih untuk kesekian kalinya dalam hidupnya.

***

Perjalanan terasa lama, semakin lama semakin banyak berhenti, semakin lama semakin padat penduduk, semakin lama semakin gelap, melewati batas provinsi, lalu pergi ke pusat kabupaten, disana masih belum banyak gedung mewah tapi terlihat banyak sekali rumah sederhana, toko klontong, pasar pasarnya terlihat rapih, pula lampu lampu yang berdiri di tepi tepi jalan, menghiasi perjalananku

Suasana yang jarang sekali aku temukan di desa, tanpa sawah, tanpa perkebunan, tanpa pepohonan, mereka masih bisa bernafas dengan semua bangunan ini, mereka nyaman dalam kepadatan seperti ini

Perjalanan sepertinya selesai, mobil yang berhenti mengisyaratkan sudah sampai tujuan, terdengar suara klakson yang dibunyikan, keluar seorang penjaga gerbang bertubuh kekar berambut rapi berpakaian layaknya aparat negara, membukakan pintu gerbang agar mobil mobil dapat masuk

Pertanyaan yang kusimpan sepertinya akan tetap ku simpan hingga hari ini berakhir, aku lelah duduk seharian di dalam mobil, kendaraan yang tak pernah aku naiki sebelumnya, hampir mual ketika berada di dalam, tapi aku bisa menahannya.

"ayo kita sudah sampai, ikutin saya" ucap kakek itu mengajak sambil membuka pintu mobil

"iya kek" jawab ku singkat

Perjalanan menuju rumah besar, yang lebih layak disebut istana menurutku, saking luasnya mungkin aku bisa bermain bola di dalam rumahnya

"jangan memanggil kakek, apa aku terlihat seperti kakek tua tak berdaya, namaku salim panggil saja datuk salim, walau artinya sama sama kakek setidaknya lebih berwibawa sedikit hahaha" canda kakek tua itu dan sekarang aku harus menyebutnya datuk salim

"iya datuk" setuju ku singkat dengan senyum tipis menghargai ajakan dia untuk bercanda

Orang orang yang mengantarkanku di belakang sepertinya bubar menempati ruangan berbeda aku ditinggal berdua bersama datuk salim

"silahkan duduk dan tunggu disini" kakek itu pergi dan sepertinya memanggil seseorang

Dalam kesendirian kulihat sekeliling banyak sekali lukisan dan barang barang antik, seperti yang kukatakan tadi ini bukan rumah ini layaknya sebuah istana, aku yang tadi menganggap sebelah mata, berbanding terbalik dengan yang aku pikirkan

Didalam rumah ini cukup berisik sepertinya diatas sedang ada pesta atau semacamnya, kulihat tadi dari luar ada 3 mungkin 4 lantai yang tersusun, tidak mungkin rumah sebesar ini hanya ditempati beberapa orang saja

Orang orang tadi sepertinya bukan berpencar keruangan masing masing, mereka pergi keatas bergabung menambah keberisikan rumah ini

Dari tangga terlihat datuk salim dan seorang perempuan umurnya sepertinya sama denganku dia masih muda, cantik, siapa dia, kenapa datuk salim membawanya

"anak muda berdirilah sebentar untuk berkenalan dengan cucuku, dia sengaja kebawah untuk menyambutmu, kau malah melamun disana tidak menghargai" pungkas datuk salim

bukannya kakek itu yang menyuruhku duduk disini kenapa jadi aku yang disalahkan atas perintahnya, lalu kenapa pula harus disambut oleh seorang perempuan bukannya kudengar banyak sekali suara laki laki diatas

NostalgiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang