Terbaring lemas di atas tempat tidur, di temani Nita yang mengobati lebam dan memar-memar di beberapa bagian tubuhku, serta membalut luka bakar di tanganku
Aksi yang cukup membuatku berpikir apa jadinya, jika itu memang benar benar terjadi dikeadaan ku yang belum bisa apa apa seperti ini
"terima kasih ya udah mau nyelamatin aku keluar dari rumah yang hampir kebakaran itu" terima kasih Nita kepadaku
"aku kira itu asli loh" aku berbicara sambil menahan rasa sakit
"itu asli" jelas Nita
"asli etateh?" tanyaku memastikan
"iya, itu asli, dibuat sedemikian rupa supaya kamu nyangkanya itu tradisi keluarga, padahal bukan haha" Jelas Nita kemudian dia tertawa
"aduh aduh sakit, jangan ketawa" Rengek ku
Seorang perempuan ketika dia tertawa dia akan memukul apapun dansiapapun seseorang yang berada di sampling kanannya, itu berlaku untuk semua wanita di seluruh penjuru muka bumi ini
"eh eh maaf, aduh hehe" maaf Nita sambil meneruskan ketawanya
"Gimana udah baikan, ngomong-ngomong bahasa Indonesia kamu udah sedikit lancar nih kayanya" tanya dia sekaligus memuji kinerja bahasa Indonesia
Iya untuk itu aku orangnya belajar dari kesalahan, itu kelebihanku, tapi jika tidak pernah salah aku tidak pernah belajar, itu kekuranganku
Karena aku selalu salah dalam mengucapkan Bahasa Indonesia yang baik dan benar, secara tidak sengaja aku belajar, dengan mendengar orang lain berbicara, atau hanya sekedar membaca tanda dan tulisan tulisan tertentu yang menempel di dinding
"udah mendingan ga sesakit pas hari dipukulin, makasi buat pujiannya" ucapku berusaha tegar didepan seorang perempuan
"ahiya bagus kalo gitu, aku tinggal dulu ya.. aku panggil datuk salim sama orang yang mukul kamu biar dia kena marah datuk haha" Nita izin lalu pergi keluar meninggalkan ku
..
..
"halo selamat siang anak muda" seseorang masuk ruangan
"siang datuk" jawabku dengan tenaga tidak seperti orang sakit
"bagaimana keadaanmu anak muda, kudengar kamu sudah mendingan, itu bagus"
"Maaf untuk kemarin saya tidak memberikan arahan terlebih dahulu, karena memang itu suatu saat akan terjadi jika membicarakan mengenai keluarga, dan akan terjadi secara spontan"
"seharusnya saya tidak meminta maaf, tapi semua yang kamu lakukan sudah sangat baik, walau masih jauh dibanding ayahmu, saya lupa dirimu masih anak muda dan sedang pertumbuhan dewasa, terlihat dari siapa yang kau selamatkan "
"semoga tradisi ini dapat membantumu membin mentalmu menjadi lebih keras dan bijaksana"
"ah saya banyak bicara, jika kamu bukan anak ayahmu, setelah tradisi ini kamu akan dikeluarkan diusir dan jika ada potensi melakukan balas dendam akan kami eksekusi saat itu juga"
"kamu baik, tapi masih perlu banyak latihan"
Jelas panjang datuk salim, berusaha memberikan pemahaman kepadaku bahwasanya mental dan cara berpikirku lebih buruk daripada seorang bajingan yang telah menghancurkan hati ibuku
"Iya terima kasih" aku hanya bisa mengatakan itu, karena jika lebih banyak lagi aku akan mengerang kesakitan, karena lebam ini semakin terasa
"seperti itulah, saya tinggal dulu" ucap datuk sambil melangkahkan kaki keluar kamar
Terlihat kekecewaan yang terdapat di mukanya, malam kemarin kemarin dia masih beriang gembira, entah karena efek minuman keras, hingga dia dengan bangganya memperkenalkan aku, entahlah mungkin ekspetasi dia terlalu tinggi untuk seorang anak kampung yang hanya pergi ke hutan untuk mencari kayu bakar
"tok. tok. tok" terdengar suara ketukan pintu
"iya silahkan masuk" teriakku
Terlihat disana seseorang tinggi besar, memiliki janggut yang tebal dan selalu memakai jaket kulit hitam, dan aku kenal orangnya
"haduh gua kira lu bakal lebih jago dari ayah lu, ternyata ekspetasi kita semua salah"
itu Riyan
"engga minta maaf dulu bang?" pertanyaan sekaligus kekecewaanku pada dia, dia pintar akting seakan tak tau apa yang terjadi padahal tokoh utama nya adalah dia
"buat apa? maaf cuman kita ngelakuin kesalahan, kalo engga yaudah, toh lu gapapa kalo meninggak ya gua minta maaf" Riyan menegaskan kenala dia tidak meminta maaf
"bisa ya bilang gitu, di depan orang yang hampir kamu bunuh" penegasan ulang dari pertanyaan ku sebelumnya
"udahlah lupain itu anggep aja simulasi masa lalu, jangan nostalgia mulu, hidup itu melangkahnya kedepan, bukan mikirin mulu kejadian kemaren" cocok dengan umurnya yang baru menginjak kepala 3 dia bijak
"iyadeh" aku kalah menyerah, tidak akan pernah memenangkan adu argumen
"lah nyerah nih, kata nyokap lu, lu orangnya ngotot, ini engga, malah ngalah hahaha" bercanda Riyan, referensi dari kampung dan itu tidak ada humornya sama sekali
"udahlah cepet sembuh siapin buat besok, sebelum masuk bisnis ini lu bakal dibina dan ditempa mental fisik, jadi jangan lemah, ntar lu bakal dijelasin ama cewe itu bakal ada apa" lalu dia pergi meninggalkanku sendiri
akan ada apalagi ini, belum 1 minggu aku berada disini udah banyak yang terjadi
KAMU SEDANG MEMBACA
Nostalgia
General FictionSebuah kisah tentang melawan arah waktu selalu menjadi hal yang diperdebatkan banyak orang, ada yang menyukainya, kebanyakan membencinya, padahal masa itu sudah terjadi dan tidak akan bisa terulangi. Kehadiran manusia di muka bumi hanya untuk menam...