𝘱𝘦𝘭𝘢𝘮𝘱𝘪𝘢𝘴𝘢𝘯 𝘦𝘮𝘰𝘴𝘪

945 173 4
                                    

⚠️ trigger warning
mention of abusive parents and  homophobic

hari ini berjalan dengan lancar, sekiranya begitu pemikiran karina dan winter

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

hari ini berjalan dengan lancar, sekiranya begitu pemikiran karina dan winter. setelah memakan ramyeon sebagai sarapan dan mendengarkan lagu lewat mp3 player jadul yang diberikan ibunya karina, hari keduanya berjalan dengan tenang.

karina bahkan berdoa ayahnya tidak usah pulang hari ini agar dia dan winter bisa tenang sebentar saja.

karina dan winter memilih berbaring di tempat tidur karina, sambil menatap langit-langit kamar. keduanya ingin pergi keluar, melakukan sesuatu bersama. tapi rasa takut mereka lebih besar.

mereka terus bertukar cerita mengenai apapun yang dianggap mereka menarik. anehnya, mereka berdua tidak merasa bosan walaupun hanya saling bertukar cerita. bahkan winter terus menyunggingkan senyum mendengar karina bercerita tentang panti asuhan.

"lo nyesel rin?"

"nyesel? tentang apa?"

winter membalikkan badannya sehingga posisinya telungkup menatap karina yang berbaring terlentang.

"kalo misalnya lo gak mau diadopsi sama ibu lo waktu itu, mungkin jalan cerita hidup lo bakal beda banget."

"nyesel pasti ada winter. gue bahkan selalu membayangkan kalo waktu itu gue tetep di panti asuhan, mungkin sekarang gue lagi sibuk daftar kuliah atau nyari pekerjaan. tapi disatu sisi gue juga bersyukur bisa ngerasain hangatnya kasih sayang nyokap ke gue walaupun cuma sebentar. rasa sayang itu gak bisa gue dapetin di manapun."

"semuanya ada baik dan buruknya," lanjut karina menatap winter balik.

terbersit rasa iri di hati kecil winter ketika dia mendengar tentang kehangatan seorang ibu. winter yakin ibunya karina sangat menyayangi karina. sedangkan ibunya winter malah kebalikan.

pernikahan orangtua winter adalah sebuah kesalahan. karena kecerobohan, ibunya winter mengandung winter. awalnya mereka sangat terkejut, namun ayahnya winter  perlahan menerima kenyataan bahwa dia akan menjadi seorang ayah. sedangkan ibunya winter yang masih ingin menikmati masa muda stress berat akan kehadiran janin di tubuhnya.

jika bukan karena ayahnya winter, mungkin winter tidak pernah terlahir ke dunia ini.

yang winter tahu ibunya tidak pernah menyayangi dirinya. perilaku ibunya terhadap winter sangat kasar, tidak pantas perempuan itu di labeli dengan kata 'ibu' yang begitu mulia.

kedunya bertukar cerita sampai langit terlihat berwarna jingga. secepat itu waktu yang berlalu jika mereka bersama-sama.

karina dan winter menjadi waspada ketika mereka mendengar pintu terbuka dan tak lama kemudian, ayahnya karina langsung mengetuk pintu karina kasar seperti semalam.

"KARINA BUKA PINTUNYA! KAMU SEMALEM NGELAKUIN APA SAMA TETANGGA KITA SAMPAI DIA PINGSAN?!" tubuh karina dan winter menegang seketika ketika mendengar perkataan ayahnya karina.

jinho brengsek itu pasti ngasih tau bokap gue.

karina dan winter tetap terdiam, saling menatap satu sama lain. bingung harus melakukan apa.

"KARINA! KELUAR KAMU!"

karina yang hendak bangun ditahan winter dengan tatapan khawatir.

"tenang aja winter. kalo gue kenapa-napa langsung pergi ya dari sini."

karina tahu, jinho hanya dijadikan ayahnya sebagai alasan agar dia bisa melampiaskan emosinya pada karina. tidak adil memang, tapi begitulah kenyataannya. karina sering dijadikan sasaran pelampiasan emosi ayahnya.

winter benar-benar ingin menahan karina pergi, tapi karina sangat yakin untuk keluar dan menghadapi emosi ayahnya.

"langsung kunci pintu ya," pesan karina sebelum pergi membuka pintu.

winter mengikuti karina dari belakang dan bersembunyi di balik pintu supaya ayahnya karina tidak melihatnya dan segera mengunci pintu sepelan mungkin agar tidak menimbulkan suara.

"siapa yang ajarin kamu kayak gitu? kamu bikin malu saya!"

"papa dia hampir perkosa aku."

"terus menurut kamu saya peduli? saya lebih peduli karna kamu bikin saya malu depan tetangga."

hati karina mencelos mendengar perkataan ayahnya. setidak peduli itu dia pada karina walaupun keperawanannya hampir direnggut laki-laki brengsek. karina tahu dia hanya anak adopsi tapi dia tak menyangka ayahnya seperti ini padanya.

"terus katanya kamu sama seorang perempuan yang kebetulan tinggal disini. siapa dia?!"

"karina cuma mau nyelamatin perempuan itu pa. dia juga dalam bahaya sama kayak karina. karina sama sekali gak kenal perempuan itu."

"kamu juga lesbian seperti hyunseo?!"

karina tertegun mendengar pertanyaan ayahnya. kenapa ayahnya bertanya seperti itu?

"iya kan!? kamu juga lesbian seperti hyunseo kan!?"

ayahnya mencengkeram bahu karina erat dan mendorongnya, menabrak tembok. suara yang ditimbulkan cukup keras dan karina juga meringis kesakitan.

"saya cuma nebak aja, tapi sepertinya saya benar ya." ayahnya mendekati karina dengan senyum remeh, menatap karina seolah karina adalah sampah.

"kamu juga sama kayak hyunseo ya? sama-sama sampah!?"

ayahnya meludah ke lantai, seolah menunjukkan betapa jijiknya dia akan eksistensi karina.

"jadi kamu mau ninggalin saya kayak hyunseo? JAWAB KARINA, KAMU MAU NINGGALIN SAYA KAYAK HYUNSEO?!"

ayahnya kembali mencengkeram wajah cantik karina keras lalu menamparnya berulang kali. tapi karina tetap tidak berkata apapun. takut jika ayahnya tahu keberadaan winter.

"papa tolong berhenti," mohon karina ketika di rasa kesadarannya sedikit menghilang. takut jika keberadaan winter terancam.

"KAMU PIKIR SAYA AKAN BERHENTI HAH?! JAWAB SAYA KARINA, KAMU MAU NINGGALIN SAYA SAMA SEPERTI HYUNSEO?! KAMU JUGA LESBIAN SAMA SEPERTI HYUNSEO HAH?!"

karina tidak kuat berkata apapun lagi, dia hanya terus menangis dan menangis menahan sakit di pipinya.

ayahnya yang semakin emosi menjambak rambut panjang karina dan menamparnya lagi.

tamparan itu membuat kesadaran karina hilang sepenuhnya. yang terakhir dia lihat adalah wajah penuh amarahnya ayahnya sebelum semuanya menjadi gelap.

to be continued.

[✓] garis terdepan | winrinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang