𝑯𝒆𝒓 𝑺𝒆𝒄𝒓𝒆𝒕

897 177 4
                                    

Pemakan keluarga Mason diawali dengan sebuah gerbang lengkung hitam. Sebuah pos satpam berdiri di sisi kanan. Pria gemuk menggunakan mantel cokelat tua dan sal kulit rubah ada di dalam pos. Dia tertidur dalam posisi duduk di kursi. Tempat ini barangkali tidak begitu menarik perhatian sehingga dia bisa melakukan apa pun sesukanya dan hal ini memberikan keuntungan tersendiri pada Louisa, Sam dan Theodore.

Mereka sudah lebih dahulu mengambil perlengkapan pembongkaran makam, seperti palu, linggis dan skop. Louisa merasa dirinya begitu bodoh telah mengambil keputusan buru-buru sebab dia tidak tahu bagaimana sebenarnya keadaan makam di dalam.

Tempat ini sama seperti pemakaman pada umumnya, suram dan membangkitkan ketakutan. Namun, saat ini Louisa lebih takut pada bawahan Walter Mason dibandingkan dengan hantu-hantu aneh yang mungkin saja akan menampakkan diri.

Deretan makam berjejer, begitu pula batu nisan yang berdiri mewakili setiap makam. Semua dalam keadaan bersih, lengkap dengan buket-buket bunga segar. Louisa tidak tahu pasti berapa jumlah makam di sana, dia hanya mencoba mencari nama Julian Mason cepat.

"Di sini!" Theodore yang lebih dahulu menemukannya. Dari binar wajahnya, pria berkulit cokelat itu jauh lebih bersemangat dibandingkan Sam atau pun Louisa.

Louisa mendekat, dia duduk pada sisi makam. Perlahan dia menyapukan jari di atas permukaan makam Julian. "Ini tidak semudah yang aku kira." Batuan penutup jelas akan sangat keras untuk dihancurkan, setelahnya barang kali dia harus mengati peti mati di dalam sana.

"Well." Sam mendekat ke arah Louisa, menepuk pundaknya. "Ya, memang begini. Mungkin sebaiknya ...."

Lanjutan kalimat Sam terbesit dalam benak Louisa, dia tahu tanda menyerah. Dia mengangkat tangan, itu untuk Sam, bukan baginya. "Tidak Sam, akan tetap aku lakukan."

"Baiklah," ucap Sam. "Aku akan mengusir penjaga makam dan mencari peti baru, Julian pernah mengatakan hal itu padaku. Ikut lah dengan kami, kita buat persiapannya lebih matang. Aku takut terjadi suatu jika kau tetap ada di sini Lou," tutur Sam sepenuh hati.

Louisa menggeleng. "Tutup saja gerbangnya, aku akan melakukan apa pun yang aku bisa."

"Ok! Aku akan memanggil orang lain untuk menjagamu, dan tidak akan pergi sampai dia datang."

Louisa mengangguk, pasrah pada keadaan.

Linggis besi berada di sisi lain makam. Louisa melemparkan tubuhnya, meraih benda berat tersebut. Telapak tanganya menekan-nekannya sebentar. Tangan Louisa terangkat tinggi dalam satu hantaman kuat, dia menubruk bagian tengah makam. Garis-garis kecil mirip jaring laba-laba timbul di atas makam. Sekali lagi, Louisa melakukan hal yang sama hingga retakan makin besar.

Kengerian itu melintas kembali, bagaimana Julian berubah menjadi asap. Ratusan film horor menunjukkan pada Louisa betapa tersiksanya para hantu saat mendapatkan sentuhan air suci. Dia tidak mengharapkan akhir yang sama untuk Julian, dia memang bukan manusia, tetapi tetap saja.

"Siapa kau kira dirimu, Peterson!" seruan tinggi melengking menghentikan tangan Louisa. Meri Mason datang tergesa-gesa diikuti oleh segerembolan manusia berjas hitam. "Beri-beraninya kau menghancurkan makam anakku!"

Louisa berdiri melemparkan linggis ke tanah. Tak secuil pun ketakutan pada kekuasaan wanita tua di depannya.

"Dan kau," balas Louisa sinis. "Apa yang kau piker sudah kau lakukan! Bertahun-tahun kau membiarkan Julian menetap sebagai hantu yang penasaran."

"Apa maksudmu!" Meri Mason maju dengan tangan terkepal.

"Aku yakin kau tahu sesuatu!" tangan Louisa terancung ke wajah Meri. Persetan dengan semua aturan yang ada atau bagaimana kejadian setelah ini. "Kau mendatangi rumahnya, kau melihat dia bahkan berbicara dengan Julian. kau tahu segalanya tentang dia mengapa dia ada di sana dana bagaimana melepaskannya pergi! Tetapi, kau membiarkannya, kau yang menahannya. Kau!"

𝒯𝒽ℯ ℳ𝒶𝒾𝒹 𝒪𝒻 𝒢𝒽ℴ𝓈𝓉Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang