𝑾𝒉𝒐 𝑨𝒓𝒆 𝒀𝒐𝒖

2.8K 336 4
                                    


"Berikan aku penjelasan, Samuel!" Louisa membenamkan jari di antara helaian rambut kaku. Masih merasakan rona hangat pada kedua pipi, mungkin wajahnya menjadi mirip buah tomat matang, asap mengepul dari kedua telinga, berdesing seperti kereta uap. Rupa nakal sang hantu tak jua pudar, membekas sebagai ingatan panjang. Dia tidak marah pada Sam, tetapi lebih merasa malu pada tingkah aneh Julian tadi. Bayangkan saja, hantu gila itu ingin menciumnya. Lagi pula ini ide Louisa sendiri, soal cincin itu.



Mulut Sam terbuka seolah akan bicara, tetapi tidak ada kata yang keluar. Dia terlihat berpikir keras mungkin tanpa ide sama sekali.



Louisa menarik napas panjang. Mendorong kursinya, dia berdiri melangkah ke bak cuci piring, menyalakan keran membasuh wajahnya. Berciuman dengan hantu tua jauh lebih buruk dari segala mimpi buruk.



"Sekarang aku menyesal sudah memaki cincin itu," ucap Louisa perlahan. Dia bersandar pada tepian meja, menatap ke atap dapur.



"Lou, kita tidak pernah akan menyangka ini akan terjadi," ucap Sam.



"Benar, aku menjadi sangat emosional sekarang. Kacau1 sangat kacau!"


"Bagaimana kalau aku memberikan treatmen untuk membuatmu lebih baik?"



"Terseralah."



"Sebentar!" Sam berjalan meninggalkan Louisa menuju Pantry. Minyak zaitun dan sebuah tempat berada dalam genggamannya ketika dia kembali. Minyak dituangkan ke dalam tempat aluminium, setelahnya dihangatkan di atas api. Louisa mengikuti semua gerakan Sam.



Sam meluruskan pundak Louisa, lalu melingkarkan handuk di keliling leher. Dia menghilang sesaat, kembali membawa sebuah sisir. Pertama dia menyisir rambut Louisa menjadi beberapa bagian, lalu menggunakan telapak tangan berminyak, dia memberikan pijatan kecil di kulit kepala berlanjut hingga ujung rambut. Lima tahun, Louisa tidak mengenal bahan alami untuk merawat rambut.



"Apa ini?" tanya Louisa.



"Mencoba membantu." Saat di panti, kepala panti selalu menggunakan ini untuk merawat rambut anak perempuan. Dia mencoba satu kali padaku. Aku yakin, ini akan membuat rambutmu juga lebih baik."



"Tidak akan, rambutku sudah benar-benar rusak total."



"Percaya padaku, Mam!" Sam sangat yakin dengan ucapannya.



Julian muncul perlahan, tepat pada kursi yang ada di depan Louisa. Bibirnya terkatup rapat, seolah benang menjalin setiap sudut erat.



"Nah, kita akan melakukan pekerjaan berat setelah ini kan?" menggali makam."



"Punggungku sudah patah sebelum menyentuh skop," ucap Louisa tajam.



"Wanita gila," ejek Julian tidak kalah tajam.



"Pria gila yang mencoba peduli pada fasion pada hal sudah menjadi hantu!"



"Diam!" bentak Julian. Suaranya menggelegar di dalam dapur.



Louisa menggebrak meja keras, kemudian dengan langkah mengentak menuju kamar. Dia menarik pintu keras. Dentuman bergema panjang, engsel pintu bagian atas terlepas, pintu miring ke samping hampir jatuh. Ketenangan yang diciptakan oleh Sam beberapa menit lalu melebur hilang. Dia duduk sebentar di tepi tempat tidur.



Raungan angin menjerit di luar, tambahan ranting pohon menampar kaca jendela. Louisa menutup telinga, mencoba berbaring, kantuk belum jua menggoda mata. Dia kembali turun membongkar ransel.



Aroma bisanya mampu mengembalikan ketenangan Louisa Di dalam barang pribadi dan menemukan lilin aroma terapi biru di ujung bawah, lengkap dengan korek apinya.

𝒯𝒽ℯ ℳ𝒶𝒾𝒹 𝒪𝒻 𝒢𝒽ℴ𝓈𝓉Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang