Balcony talk

311 28 12
                                        

Raiya menghampiri Saka yang sedang duduk di teras luar. Udara malam ini sangat dingin, tetapi lelaki gondrong itu nampak tidak terganggu sedikitpun.

"Kalau aku datengnya telat lima menit, pasti kamu kedinginan." Kata Raiya setelah mendudukkan diri di samping Saka. Saka menoleh lalu mematikan rokoknya karena Raiya tidak suka asapnya.

Raiya kembali bersuara sambil menyodorkan mie instan cup ke arah Saka. "Mau gak?"

"Lo beneran bawa pop mie?" Tanya Saka balik. Raiya mengangguk, senyum tipis tercetak singkat di wajahnya.

Ketika Saka mengambil cup mie instan dari tangan Raiya wanita itu langsung menarik dirinya untuk mendekat, membagi selimut yang menutupi pundaknya ke Saka.

"Maaf ya, Ka." Bisik Raiya.

Saka menarik napas panjang. Ia ingin sekali mengatakan kepada Raiya untuk tidak memperlakukannya seperti ini. Ia ingin Raiya berhenti bersikap baik hingga membuat Saka berpikir bahwa ia punya kesempatan. Namun, Saka tidak mampu. Ia tidak mampu menerima kemungkinan bahwa Raiya akan menjauh dari kehidupannya.

"Harusnya gue yang minta maaf." Sahut Saka.

Saka ingin menatap wajah Raiya tapi wanita itu melarangnya, menahan wajahnya agar terus menghadap ke depan. Raiya bergelayut di lengan Saka, merengkuhnya erat.

"Kamu makan aja jangan ngomong. Soalnya sekarang giliran aku yang bicara." Ucap Raiya tegas. Saka terkekeh, menganggap hal tersebut menggemaskan karena meski berusaha terdengar galak rengkuhan Raiya malah semakin erat. Raiya gugup.

Raiya menarik napas, mencoba menyusun kata-kata yang seperti benang kusut di kepalanya.

"I don't know where to start," Raiya berbisik, menempelkan dahinya di pundak Saka.

"Yaudah kalau gitu gak usah." Sahut Saka.

Saka tidak ingin memaksa Raiya untuk berbicara. Ia mengerti bahwa wanita itu tidak bermaksud untuk membuat keadaan menjadi rumit. Tapi memang terkadang tidak semua hal bisa dikendalikan.

"You are my friend, my only friend." Ucap Raiya pelan, "Satu-satunya orang yang selalu ada untuk aku disini. I don't wanna loose you."

Mungkin Saka akan lega jika ia mengetahui apa yang akan Raiya katakan selanjutnya, tapi masalahnya Saka justru tersiksa karena menerka-nerka.

"Aku sayang sama kamu? Pasti. Tapi apakah rasa sayang itu yang kamu mau? Rasa sayang sama dengan yang kamu punya untuk aku? Aku gak tau."

Perlahan, Raiya mulai mengurai benang kusut yang memenuhi benaknya. Ia ingin mengatakan kepada Saka semua yang hinggap di kepalanya.

Saka dapat merasakan rengkuhan Raiya semakin erat, membuatnya gelisah karena menunggu ucapan Raiya.

"Kalau kamu tanya apakah Arsya alasan di balik semua ini? Mungkin. Aku gak tau apakah aku masih sayang sama dia, atau aku hanya belum bisa lupain dia. Kamu tau itu."

Raiya teringat oleh malam-malam tertentu dimana ia merindukan Arsya tanpa alasan yang jelas. Raiya menangis sambil mendengarkan lagu sedih, berharap ia punya kesempatan untuk mengulang kembali. Pada malam kelam itu, Saka selalu menemaninya. Mengganti lagu menyedihkan Raiya dengan daftar lagu miliknya.

Saka selalu mengatakan Raiya bebas merasakan semua yang ingin wanita itu rasakan, tapi ia pun selalu mengingatkan Raiya agar tidak tenggelam dengan perasaannya sendiri.

"Tapi pertanyaan yang mungkin kamu miliki sekarang adalah, apakah ini hanya tentang Arsya? Aku gak tau. Aku bahkan gak punya jawaban untuk itu."

"Dulu Arsya juga temanku. Dia baik banget, sabar banget nanggepin sikap dingin aku. He said he love me and i kick him away. Butuh sembilan bulan sampe akhirnya aku berani untuk merasakan semua hal yang aku sembunyikan." Jelas Raiya panjang lebar. Ia kembali mengingat momen dimana Arsya bersikeras meyakinkannya, semua itu terdengar indah ketika sudah menjadi kenangan.

Crescent MoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang