Selama perjalanan pulang Raiya selalu memperhatikan Saka dengan lekat. Ia menatap wajah lelaki itu, lalu kedua tangannya yang sedang memegang kemudi. Raiya hanya berusaha untuk bersikap waspada.
"You checking me out. I see you." Kata Saka lantang.
Raiya mengedikkan bahu. "Cuman untuk mastiin kalau kamu bukan psikopat."
Ucapan Raiya membuat Saka menoleh, matanya membelalak menatap wanita itu. "Really? After everything we've been through?"
Sikap dramatis Saka membuat Raiya tidak bisa menahan tawa. "Kita baru kenal kurang dari delapan jam padahal."
"Yup. Tapi gue udah ngelakuin banyak hal untuk seorang cewek kaku kayak lo." Katanya iseng.
"Thank you for your kindness." Sahut Raiya dengan nada jenaka. "Nah sekarang aku mau tau alasan di balik kebaikan itu apa, sih?"
Saka menoleh, menatap Raiya lalu mengedipkan mata. "I want to ask something but its not gonna happend because you know ... you are too stiff."
Raiya paham betul arti ucapan Saka, oleh karena itu ia tertawa. Menertawakan dirinya dan juga lelaki iseng yang berada di sampingnya.
"I'm brokenhearted woman." Ucap Raiya pelan.
"Gue tau. Di kota yang penuh cinta dan gemerlap, hanya orang-orang patah hati yang histeris saat diajak kenalan."
Ingatan Raiya kembali pada momen ketika ia pertama kali bertemu dengan Saka. Raiya terlalu emosional karena tiba-tiba teringat dengan kenangan masa lalunya bersama Arsya.
"Aku bener-bener minta maaf untuk hari itu." Kata Raiya sungguh-sungguh. Saka mengangguk. "Its okay. Tapi lain kali kalau lo kayak gitu, gue jamin lo yang akan ditangkap."
Raiya tertawa lagi. Kenapa semua perkataan Saka membuatnya tertawa, sih?
Tanpa terasa, mobil yang mereka kendarai sudah tiba di apartement Raiya. Wanita itu mengucapkan terima kasih dan bergegas untuk masuk ke dalam gedung. Namun, Saka membuntutinya.
"Cuman untuk mastiin lo akan sampai unit dengan selamat." Ucapnya. Saka seakan mengerti arti dari tatapan yang Raiya berikan.
Setelah menaiki tangga menuju lantai dua, akhirnya mereka tiba di depan pintu unit Raiya. Raiya menatap Saka lalu tersenyum. Untuk beberapa saat, ia baru menyadari betapa rupawannya lelaki yang ada di hadapannya ini.
"Kalau kamu berpikir aku akan ajak kamu masuk, maaf itu gak mungkin terjadi." Ucap Raiya sambil memasang senyum.
Saka terkekeh lalu menyahuti ucapan Raiya. "Kalau lo berpikir gue akan meminta masuk, sorry its not gonna happend."
Raiya tersenyum hingga matanya membentuk bulan sabit. "Aku bersyukur kalau gitu. So, thank you for the ride, Andrew."
"Lo dengar ya?" Saka menggelengkan kepala sambil tertawa.
"Saka, Andrew, berapa banyak nama yang kamu punya?"
Sepasang mata biru itu menatap Raiya lurus. "Berapa nomor telepon lo?"
"Wow," Raiya sedikit terkejut mendengar permintaan Saka. "Nomor telepon untuk?"
"Maybe i can tell you about how many name i have. So, what's your number?"
***
Raiya terbangun karena ponselnya yang bergetar. Tidak mungkin panggilan dari kantornya karena ini akhir pekan. Dengan malas, Raiya meraih ponsel yang berada di atas nakas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Crescent Moon
RomanceRaiya percaya bahwa kehidupan yang ia jalani tidak lagi bermakna bahkan ketika ia sudah menggapai mimpinya. Bukan karena Raiya tidak bersyukur, tapi ada sebuah lubang yang menganga di hatinya. Lubang yang bahkan Raiya tidak tahu apakah bisa terobati...