4

174 9 0
                                    


Bandung diguyur hujan lagi. Seperti biasa, Kak Adit dan beberapa temannya bermain bola dengan senyum dan tawa keras.

Sepertinya kelas mereka ada jam kosong seperti kelas ku.

Aku melirik ke bawah di balik buku paket Matematika yang kembali kugunakan sebagai alibi. Hehehe.

Kali ini, Kak Adit mengenakan kaus hitam. Lekuk tubuhnya semakin jelas karena bajunya basah. Oh, aku jadi paham mengapa banyak cewek yang sering ke kamar ganti tim futsal sekalipun mereka tahu anak futsal nya lagi ganti. Pasti karena ada Kak Adit juga.

"Mau sampai kapan hanya ngeliatin dia dari jauh mulu? Gak bosen?" Celetuk seseorang yang kukenali suaranya sebagai Ratih.

Aku menoleh, dan benar saja. Ratih berdiri tepat di sampingku, matanya memandang lurus tepat ke manik mataku.

"Dari SMP loh, Lux." Katanya lagi yang membuatku sukses membulatkan mata.

Jadi, selama ini Ratih tahu?

"Lo tau?" Tanyaku tak percaya.

"Yap. Bukan gue aja, Lili juga tahu."

Ini benar-benar gila.

"Hei, kenapa mesti ditutup-tutupin sih, Lux. Jatuh cinta itu gak konyol dan itu wajar. Apalagi jatuh cintanya sama Kak Adit, wajar binti banget."

Sepertinya Ratih memang tahu bahwa aku susah payah menyimpan rahasia besar ini.

"Mungkin lo mau jaga privasi lo, tapi temen juga ada gunanya, loh. Misalnya, bantu nyampein perasaan lo ke Kak Adit." Ratih berhenti sejenak, mengambil napas. "Gue sama Lili emang kesannya bar-bar banget, tapi tenang aja, kita bukan toa masjid, kok."

Dengan ragu-ragu, aku menatap kedua manik mata Ratih. Aku berusaha mencari kebohongan di sana, tapi yang kutemukan malah ketulusan dan kepercayaan.

Sepertinya aku saja yang selama ini terlalu takut.

LuxTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang