7. Pengakuan

24 15 4
                                    

Aya terlihat baru saja membuka kedua matanya. Dia bangun dari tidur dan duduk untuk sejenak di tepi ranjang. Pandangan matanya mengedar di seluruh ruang kamar, seseorang yang dia cari di sana tidak ada. Mencoba menggerakkan kaki, setelah memastikan kondisinya baik-baik saja ... Aya kini bangkit dari posisinya dan berjalan ke luar dari kamar.

"Pintunya masih terkunci," gumam Aya.

Ada pakaian di atas kursi santai yang ada di dalam kamar itu. Aya mengambilnya dan memastikan jika itu miliknya. Aya berjalan masuk ke dalam kamar mandi, lalu melepaskan satu persatu pakaiannya. Setelah itu, Aya membersihkan dirinya dengan air yang mengalir secara alami di sana.

Aya tidak menyadari jika dirinya sudah berada di dalam sana selama lima belas menit. Dia pun memutuskan untuk menyudahi kegiatan itu dan kembali meraih kain untuk mengeringkan tubuhnya yang basah.

Kembali, satu persatu dikenakannya pakaian kimono yang sudah disiapkan. Setelah itu, Aya berjalan keluar dan mencoba kembali membuka pintu kamar.

"Masih terkunci, perutku sudah sangat lapar. Apa dia tidak ingin membuka pintu ini?" gerutu Aya.

Aya menghela napasnya dan kembali berjalan menuju kursi santai untuk duduk. Menunggu ... hanya itu yang bisa dilakukannya saat ini.

Hampir satu jam berlalu ... masih belum terlihat ada tanda-tanda seseorang dari luar untuk membuka pintu. Dan itu membuat Aya cemas dengan perutnya yang masih kosong.

Tok

Tok

Tok

"Siapapun! Tolong buka pintunya!" teriak Aya sembari mengetuk pintu.

Tidak ada jawaban, dan itu membuat Aya takut. Ada rasa yang membuat wanita dengan rambut putih itu ketakutan saat berada di satu ruangan seorang diri. Aya tiba-tiba saja kesulitan untuk bernapas dan dia harus menenangkan dirinya dengan mengambil napas secara perlahan.

"Tolong! Siapapun, buka pintunya!" seru Aya sekali lagi.

Pandangan mata Aya mulai menggelap, dia kini dalam posisi duduk di atas lantai dengan alas karpet bulu bermotif harimau. Lemas ... seperti tidak memiliki tenaga untuk kembali bangkit. Tiba-tiba saja air mata keluar dari pelupuk, mengalir deras membasahi kembali wajah yang sudah segar itu.

"Ibu ... Ayah ... aku takut! Akira, kau ada di mana?" gumam Aya.

Ceklek ...

Srak ...

"Hana!"

"Ayah ... Akira," panggil Aya.

"Hana, Nona Hana!" seru Takeda menyadarkan Aya.

"Aki –" Aya tidak sadarkan diri dalam pelukan Takeda.

Seketika pria itu mengangkat tubuh ringan Aya untuk direbahkan di atas ranjangnya kembali. Takeda memanggil seorang tabib untuk memeriksa kondisi Aya saat ini. Kembali cemas, setelah kejadian semalam yang menimpa sang adik. Kini Takeda melihat Aya ketakutan hingga tidak sadarkan diri.

"Bagaimana kondisinya?" tanya Takeda.

"Tuan, Nona ini mengalami trauma. Sepertinya dia pernah mengalami hal buruk sehingga membuat kondisinya ketakutan hingga tidak bisa mengendalikan diri."

"Bagaimana itu bisa terjadi?"

"Itu disebabkan karena sebuah kejadian di masalalunya. Kemungkinan Nona ini pernah mengalami sebuah kondisi yang berat."

"Baiklah, terima kasih. Kau bisa kembali ke kamar Asano. Pastikan dia kembali membuka mata."

"Baik, Tuan Minamoto."

Princess Monarch [Terbit Buku]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang