09. Kanaya kenapa?

13 9 6
                                    

Kanaya baru sampai di rumah. Beberapa menit yang lalu dia habis lari pagi. Katanya bosen diem di kamar terus udah lama juga dia tidak olahraga seperti ini.

"Bi, mamah papah pulangnya kapan?" 

Bi alem yang sedang membereskan dapur perlahan menatap Kanaya dan menjawab "tidak tahu, bibi gak di kasih tau"

Selanjutnya Kanaya pergi ke kamar. Lebih tepatnya kamar abangnya.

Saat masuk kamar abangnya, dia langsung melihat abangnya yang tengah berkutat dengan Laptop nya.

"Mulut lu kaya cewe ya"

"Mainnya aduan, gak rame"

Meski terdengar pada telinga Raihan, namun dia berusaha tak menjawab ocehan Kanaya.

"Emang untungnya lu ngadu ke papah ngapain? Gue juga cuman pingin ngo-"

"Gue udah bilang jauhin dia"

Raihan memotong ucapan Kanaya, sudah mencoba memperingati tapi masih saja di langgar.

"Kenapa?"

"Tinggal ikutin apa kata gue, jauhin. Gak usah banyak tanya"

Tak perduli dengan reaksi Kanaya, Raihan kembali fokus pada Laptop nya.

"Lu aneh yah, sekian tahun lu gak pernah kaya gini ke gue dan sekarang? "

"Kenapa tiba tiba kaya gini? Lu berusaha jauhin gue sama dia karena apa? Gue juga perlu tau alesan nya!"

"Lu berusaha jauhin gue sama dia karena lu takut gue gak anggap lu sebagai kakak lagi? Atau—"







"Lu bukan adik gue"






1 kalimat yang keluar dari mulut Raihan cukup membuat hati Kanaya sakit. Dan sekarang dia merasa harga diri nya sedang jatuh.

"Gue udah peringatan lu. Dan gue bukan perhatian ke lu, tapi gue cuman gak mau lu tambah jatuh karena dia"

"Semakin lu jatuh, semakin










Lu banyak drama"






Sore harinya, Kanaya terus berdiam diri di kamar. Sejak tadi dia masuk ke kamar abangnya, dia tak keluar kamar lagi. Makan siang pun di antarkan ke kamarnya.

Sejak tadi dia terus menatap room chat yang sepi, berharap orang yang dia ingin kan mengirim pesan padanya. Namun tak dia dapatkan sejak tadi.

Akhirnya, Kanaya memutuskan keluar kamar karena bosan. Dia hanya berjalan jalan di halaman rumahnya. Melihat lihat isi rumahnya lebih detail. Padahal dia sudah hapal setiap ujung rumah ini.

Bokongnya dia daratkan pada kursi yang ada di dekat kolam renang. Menatap air dengan kesunyian itu sungguh enak baginya. Bagaikan sesuatu yang bisa menghilangkan stress nya.


"Waktu terus berjalan. Jika sesuatu terjadi apa aku harus memaafkan nya?"


Tidak


"Beri satu petunjuk, apa yang harus aku lakukan? "


Diam

"Memperbaiki atau mengakhiri?"


Bagaikan orang yang tak punya akal, Kanaya berbicara dengan dirinya sendiri. Mulut yang berucap hati yang menjawab. Jika hati menjawab maka ia harus melakukannya.

Yang sedang dia pikirkan sekarang adalah, mengikuti kata hati atau mengikuti kata pikiran?. Mana yang akan di pilih olehnya?. Pikiran berkata ini tapi hati berkata lain.

Kanaya Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang