Akh
Mulut kanaya sedari tadi merintih kesakitan. Tak henti hentinya dia mengeluarkan rintihan. Kini kanaya sedang di obati oleh bi alem.
Beberapa menit yang lalu, kanaya kembali mendapatkan pukulan dari papahnya. Alasannya sudah jelas, karena peringkat nya yang sangat rendah.
Hendra memukul kanaya sejak tadi bahkan bukan hanya mukul saja, dia bermain main sedikit dengan pisau dan tali yang mendarat pada tubuh kanaya.
Kanaya hampir mengeluarkan air matanya karena luka lukanya yang tak tahan dia dapatkan. Papahnya menggoreskan pisau di telapak tangannya hingga mengeluarkan darah. Hendra memukuli tubuh kanaya dengan tali favorit nya, bagaikan kuda yang sedang di pecut.
Padahal tali juga sesuatu yang paling berharga bagi hidup nya.
Siapapun yang melihat keadaan kanaya sekarang, sudah pasti akan merasa iba padanya. Jika semua luka di tutup oleh pakaian pun akan tetap terlihat. Mau di tutup bagaimana pun lukanya akan tetap terlihat.
"Terimakasih bi" Kanaya merebahkan badannya di kasur. Hari ini Terlalu berat baginya.
Sebelum keluar Bi alem membetulkan posisi tidur kanaya. Dia berniat ingin membantu kanaya pada saat itu, namun tak bisa. Dia tak mempunyai perlawanan untuk membantu kanaya. Meski sudah tahu sejak dulu tapi bi alem tak bisa membantu kanaya. Yang dia lakukan hanya membantu mengobati lukanya.
Ceklek
Kanaya membukakan matanya saat bi alem sudah pergi dari kamarnya.
Dia buru buru mengambil handphone nya yang ada di laci sebelah kasurnya. Saat mendapati handphone nya dia langsung menghubungi seseorang di sana.
Tak memperdulikan lukanya. Kanaya berjalan mengambil kardigan nya dan pergi diam diam lewat pintu belakang. Ia takut ada yang melihatnya keluar rumah.
Jam menunjukkan pukul 9. Kanaya pergi menggunakan taksi yang masih berlalu lalang di depan gerbang perumahannya.
—
Siang nya Kanaya pergi ke taman untuk menemui Revan. Dia pergi sudah ijin pada mamahnya.
"Hai"
Kanaya hanya senyum pada Revan yang sudah lebih dulu datang. Dia telat karena tadi di perjalanan sedikit ada masalah.
"Ada apa kak?"
Mereka janjian di sini karena Revan yang mengajak. Tadinya Revan yang akan menjemput Kanaya tapi dia tolak karena takut orang di sekitarnya akan melaporkan nya pada papahnya.
"Gak ada apa apa, cuman pingin ngobrol ngobrol aja"
Kanaya duduk di sebelah Revan. Kanaya menyimpan kedua tangannya di atas paha dan sedikit menekuk kedua kakinya. Ia rasa tak ada salahnya duduk berdekatan seperti ini. Lagian salahkan kursi nya yang tak begitu panjang.
Revan mengedarkan pandangannya ke sekeliling, tak sengaja saat dirinya menunduk dia melihat luka pada kaki Kanaya.
"Ini kenapa?" Tanya Revan khawatir sembari akan meraih kaki Kanaya namun di tepis oleh orang nya.
Kanaya tersenyum pada Revan sebagai jawabannya dan Revan mengerti maksud senyuman itu.
"Kan udah aku bilang, kalau ada apa apa kamu chat atau hubungi aku"
Kanaya sedikit menggelengkan kepalanya "gak usah"
"Gak usah gimana? Coba aku liat luka yang lainnya"
KAMU SEDANG MEMBACA
Kanaya
General Fiction"Benci itu diri sendiri bukan benci orang lain" Kanaya tersenyum membaca buku kata kata motivasi yang baru saja beberapa hari yang lalu dia beli. Benar, harusnya dia benci pada dirinya sendiri bukan kepada orang lain. Kenapa dirinya harus seperti...