dua

5.3K 170 21
                                    


Happy reading.....

Suara musik dalam ruangan penuh dosa itu kian mengeras. Semakin malam, semakin ramai pula orang-orang yang berkunjung ketempat haram ini. Beberapa orang tak ayal menyewa atau bahkan hanya mabuk-mabukan semata. Begitupula dengan Aska, sang anak tunggal pemilik tempat haram ini. Sangat sering ia membawa teman-teman tongkrongannya untuk sekedar minum secara gratis.

Bukankan milik ibunya juga adalah kepemilikannya? Ia rasa selain uang, wanita itu memang harus memberikannya segalanya. Apalagi ia yang berposisi sebagai anak satu-satunya.

Dirga. Salah satu temannya menepuk pelan bahunya yang sedang tidak sadarkan diri. "Aska, who is that girl, she is so beautiful. can i wear it?"

Aska mengucek sedikit matanya. Pandangannya agak buram, tapi begitu ia tau siapa wanita yang ditunjuk Dirga, pandangan matanya mulai memerah, menahan amarah.

Aska memecahkan botol Vodkanya yang masih berisi minuman. Air keras itu tumpah membanjiri lantai. Tak ada raut penyesalan sama sekali. Langkah kakinya pergi mengarah kepada gadis yang ditunjuk Dirga tadi, menarik keras lengan gadis itu yang sedang memberikan minuman kepada orang-orang. Ya, hanya sekedar pelayanan.

Tapi nyatanya Aska menarik gadis itu kedalam, itu membuat bingung para teman-temannya. Mereka tidak pernah melihat gadis itu, tapi. Yang membuat mereka heran adalah, Aska itu selalu memberikan gadis manapun yang mereka inginkan. Tapi kali ini tidak.

*******

Brughh...

Tubuh kecil itu terbanting kuat, punggungnya mengenai lemari kayu dibelakang gadis itu. Membuat mereka berubah posisi menjadi berhadapan.

Aska mengurung gadis itu dikedua sisinya, sorot matanya tajam mengarah pada gadis itu. Kedua tangannya mencengkram kuat kedua lengan sang gadis, "Ngapain Lo pergi keluar, Hah!!" Teriaknya kuat didepan alisha.

"Atau jangan-jangan Lo beralih profesi jadi wanita jalang?"

Mata alisha berkaca-kaca, lagi-lagi sang kakak menyakitinya.

Aska menyengit heran. "Wanita sialan! Cuma bisa Nangis! Nangis! Nangis! Lo pikir gue kasihan Hah!"

Satu jarinya diarahkan untuk menekan kuat kepala Alisha, "Inget, gada yang kasihan sama wajah menjijikkan Lo ini,"

Mata Alisha memanas. "Maaf kak, Alisha cuma disuruh mami buat antar minuman. Ngga ada hal yang lain."

Sudut bibir Aska tertarik," trus menurut Lo itu bisa jadi alasan? Dengar alisha, itu cuma bisa jadi pembuktian kalo lebih patuh kemami dari pada sama gue, paham!"

Satu tangan Aska menarik rambutnya. Satu lagi menahan tengkuk gadis itu. Membuat posisinya lebih mendekat kepada Aska. Ia hanya bisa menjerit dalam hati, tak berani untuk mengeluarkan suara apapun. "Lo seharusnya sadar diri, Lo cuma anak pungut,"

Alisha menjerit dalam hati, lagi-lagi ia harus diingatkan hal itu.

"Makan Lo masih gue tanggung. Keperluan Lo. sekolah Lo. Uang jajan Lo. Biaya hidup Lo, semua gue yang nanggung. Ga gue usir aja Lo sukur!"

Aska mulai meleraikan bekas jambakannya. Bila kalian mengira ia mabuk, kalian salah besar. Nyatanya pria itu tidak akan mabuk hanya dengan sebotol minuman. Ia sudah sadar sedari tadi. "Patuh sama gue kalo Lo masih mau hidup, bitch."

Aska tersenyum sinis, "Tuhan kasih Lo wajah cantik. Tapi Tuhan lupa buat pudarin daya tarik Lo, sehingga dalam kehidupan. Takdir Lo cuma akan menderita."

Pria itu meliriknya dari atas kebawah, "Bahkan Lo bisa buat lelaki manapun tertarik sama Lo. Alisha, gue ingetin. Kalo Lo sampai macem-macem Diluaran sana, abis Lo sama gue!"

Alisha mengangguk pelan, tidak menolak sama sekali.

Aska mengelus pipinya dengan pandangan datar. "Jadi wanita baik, kalo Lo mau bernasib baik. Dan satu lagi, berhenti panggil gue kakak atau mulut Lo gue robek, paham?"

Lagi-lagi Alisha mengangguk.

Pintu tertutup. ketika mendapati Aska telah pergi, tubuh alisha merosot. Tubuh ringkih itu bergetar dengan Isak tangis yang kuat. Menyesali perbuatannya, ia benar-benar bodoh.

********

Diaz meletakkan kaki kirinya tepat dihadapan Dian. Seorang mahasiswa baru yang secara tidak sengaja menumpahi sepatunya dengan bekal makanan yang tadi pria itu bawa. Tak ada sorot mata tajam yang menatapnya. Hanya ada kumpulan orang-orang yang menatapnya jijik sekaligus melecehkan.

Diaz menyengit heran dengan keterdiaman Dian, "Gue bilang jilat, Lo tuli?"

Kata-katanya dibalas kekehan oleh beberapa teman dibelakangnya. Tak heran, mereka memang sering melakukan hal ini dimanapun. Tidak akan ada yang berani melarang, mengingat. Diaz adalah anak pemilih kampus tempat mereka berpijak.

"Telanjangin aja tu cupu. kali aja, mau ngomong." Ujar Cakra santai.

Faraz menggeleng tidak terima, "Apaansi Lo pada! Diaz, mending Lo bawa kerumah sakit deh, kali aja tuh orang tuli beneran,"

Sekali lagi mereka tertawa. Tapi tetap, orang-orang yang berjalan dihadapan mereka hanya menunduk. Untuk sekedar menatap sang korban, mereka tidak punya keberanian. Penindasan, pembullyan. Sangat awam pada kampus ini. Mereka hanya bisa berdoa agar tidak menjadi korban selanjutnya.

Cakra menatapnya remeh, "Yaelah cupu, sarapan cuma nasi goreng. Sampah tau ga! Lo tau? Lo jualan nasi goreng seumur hidup juga gabakal bisa bayar sepatu Diaz, paham! Cuma hama, tapi coba nyari masalah. Bosen hidup Lo!"

"Ma-maaf kak, aku bener-bener minta maaf," ujar dian gemetaran. Jika tidak dalam keadaan terduduk, mungkin akan sangat terlihat kakinya yang sangat gemetar menghadapi tiga serangkai ini.

Faraz memutar bola matanya malas. "Kalo Lo minta rasa kasihan sama kita, Lo salah orang. Seharusnya Lo pikir-pikir buat sekedar sekolah disini. Udah ga mampu, jelek lagi! Udalah Diaz, rusak aja mukanya. Kali aja bisa muasin hati Lo,"

Diaz menyengit bingung. "Apa yang harus gue rusak? Muka dia udah rusak." Ujarnya mencela.

"Kakak keterlaluan!" Ucap Dian tidak sengaja. Dan itu tentu sangat mengundang amarah Diaz. Mereka semua pasti tau jika laki-laki itu sudah terpaut emosi, hanya satu. Dia tidak akan selamat.

Diaz mengangkat kursi tempatnya tadi duduk. Mengarahkannya kepada kepala Dian. Tapi sorot matanya tak sengaja memandang seorang gadis yang lewat dihadapannya tanpa memandangnya sama sekali. Mungkin itu lebih menarik perhatiannya. Sehingga, kursi yang ia angkat tinggi-tinggi tadi ia lempar kearah samping.

Mata tajamnya menggiring langkah gadis itu yang melangkah kerah perpustakaan. Dengan satu arahan ia menatap kedua ketemannya. "Urus dia," dibalas anggukan oleh Cakra dan faraz.

Langkah kakinya berjalan pelan mengikuti gadis itu. Menyorot sangat tajam, penuh dengan rasa dendam membakar hatinya. Ya, gadis yang sedari tadi dimaksudkan adalah Alisha. "Mati Lo bitch,"

Tanggapan kalian tentang cerita ini?

Sorry Lia [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang