9

286 26 1
                                    

Keesokan harinya, seperti yang dijanjikan, Seungcheol kembali datang di jam yang sama. Meminta jawaban dan tersenyum puas saat Jihoon mengangguk.

“Kalau begitu, bersiaplah. Sebenarnya tidak ada yang perlu dipersiapkan. Kau hanya perlu membawa dirimu sendiri kemudian kembali secepat mungkin begitu pemeriksaannya selesai. Itu yang kau mau, kan?” tanya Seungcheol lebih kepada Jihoon.

Namun Jihoon tampak tak terkesan karena dia memiliki rencana lain.

“Aku akan ikut juga.”

Seungcheol menaikkan sebelah alis.

“Hoshi tidak mau pergi kalau aku tidak ikut serta.”

Lelaki berjas itu menghela napas, sedikit mengacak rambut hitamnya yang rapi kemudian menatap kloningan yang berdiri di belakang Jihoon. Memeluk lengan lelaki itu seolah dia begitu takut Seungcheol akan menariknya pergi tiba-tiba.

“Baiklah. Terserah kalian saja. Kalau begitu aku akan kemari lagi nanti sore untuk menjemput,” ucapnya final sebelum Jihoon mempersilakannya pergi.

Tidak ada yang benar-benar dipersiapkan untuk kepergian mereka nanti. Lagi pula Seungcheol bilang itu hanya sementara, begitu pengecekannya selesai mereka akan langsung dipulangkan kembali. Namun, entah kenapa, sejak pagi perasaan Jihoon tidak enak. Hoshi berkali-kali meremas tangannya untuk menenangkan, dan itu sedikit membantu. Senyuman dan sentuhan hangat Hoshi telah menjadi obat penenang paling ampuh bagi Jihoon sekarang.

Saat sore telah tiba dan langit berubah menjadi jingga keemasan, Seungcheol datang kembali seperti janjinya untuk menjemput mereka. Ketiganya berjalan kaki menuju pelabuhan terdekat dan memandang takjub sebuah kapal yang muncul dari dalam laut. Kapal itu lumayan besar, hitam berkilau dan setengah tenggelam di dalam air. Seungcheol mengundang mereka masuk melalui pintu bulat yang berada di atasnya.

Jihoon pernah mendengar dan mempelajari soal kapal selam ketika masih di militer, namun baru kali ini benar-benar melihatnya secara langsung dan bahkan menaikinya. Mereka diantar duduk di sebuah ruangan kecil. Jihoon membiarkan Hoshi duduk di samping jendela kaca tebal dan mengawasi pemandangan luar dengan mata polosnya yang melebar takjub. Ketiganya duduk di ruangan itu. Jihoon bersebelahan dengan Hoshi sementara Seuncheol berseberangan dengan mereka. Saling berhadap-hadapan.

Saat kapal mulai menyelam, mulut Hoshi terbuka untuk menyuarakan ketakjubannya tanpa sadar. Seungcheol memerhatikan itu dengan mata tertarik, sementara Jihoon mengawasinya dengan kedua alis saling menyatu. Jelas tidak suka cara bajingan berdasi ini memandang kekasihnya.

Kapal menyelam semakin dalam dan Seungcheol membuka suara untuk melelehkan keheningan yang lumayan mencengkam. Dia menjelaskan soal kapal selam yang mereka naiki, berapa bobotnya, seberapa dalam dia bisa menyelam, dan kemampuan-kemampuan hebat lainnya yang tak terlalu Jihoon resapi. Satu-satunya yang ia tangkap adalah bahwa benda besar ini akan membawa mereka menerobos gelombang kuat lautan menuju Laboratorium Pusat Kerajaan yang berada di kota air.

Kota air adalah kota besar yang dibangun di atas daratan yang dulunya belum tenggelam oleh volume air yang semakin tinggi setiap tahun. Kini kota itu telah menjadi peninggalan dan dinamakan kota air.

Saat mereka melintasi bangunan tua yang telah ditumbuhi lumut, Jihoon lumayan terkesan. Sementara Hoshi semakin bergerak maju untuk melihat lebih jelas. Jihoon bisa melihat dari pantulan kaca tebal bagaimana mata sipit indah itu berbinar semangat menyaksikan pemandangan yang ada di bawah laut.

Lautan itu gelap namun tetap berwarna biru. Beberapa ikan datang menyapa, dan Hoshi sedikit melambai dari jendela. Itu pemandangan yang menggemaskan. Jihoon hampir lupa segalanya saat dia mendengar Seungcheol kembali bicara.

Saudade | HoonSoon ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang