"Namanya sama persis dengan sesuatu yang aku suka."
☁️☁️☁️
Berurusan dengan lelaki, itu telah menjadi makanan sehari-hari bagi Bulan tetapi dalam konteks yang berbeda. Seburuk apapun luka yang disebabkan oleh dirinya sendiri, hatinya tidak pernah merasa khawatir jika apa yang ia dapatkan adalah perlawanan untuk membela yang benar. Namun karena yang terjadi terhadap Awan adalah sebuah tindakan langka Bulan lakukan; mengobati luka yang disebabkan oleh dirinya.
Setiap langkah membawa mereka ke ruang kesehatan, bisik-bisik pun kembali muncul di panjangnya koridor. Entah mungkin karena Bulan adalah murid baru atau yang dibawa oleh Bulan adalah Awan si anak populer di sekolah ini, populer melalui "mangsa" dari para penguasa.
Lokasi UKS berada di lantai dua, itu yang Bulan tangkap dari denah sekolah. Memang sudah biasa menjadi pusat perhatian tapi entah kenapa sekarang rasanya berbeda, ditambah lagi dia memegang tangan lekaki yang masih bisa dibilang orang asing baginya. Awan pun sama, perasaan campur aduk menggigit dirinya. Tapi lebih ke dominan rasa sakit. Mata sendu itu terus ia pandang pada pergelangan tangannya yang sedang ditarik.
Kelegaan tiba. Di UKS sepi, hanya ada beberapa murid yang sedang tidur di bilik masing-masing.
"Duduk."
Awan mengangguk pelan, menuruti perintah Bulan dan duduk di sisi ranjang. Baru kali pertama ada yang menolongnya sampai akan diobati luka. Awan tersenyum kecil, menatap punggung Bulan yang sedang mencari obat-obatan di kotak P3K yang digantung hingga pandangan itu dia alihkan dengan segera kala Bulan berbalik badan.
Bulan duduk di kursi kosong, di depan Awan. "Tangan lo."
Awan bingung, menatap tangannya yang kotor lalu beralih ke wajah Bulan.
"Siniin tangan lo." titah Bulan menunggu hingga dua menit karena Awan hanya diam. Beruntung Bulan mampu menahan emosinya, dia lalu menarik paksa tangan Awan sampai lelaki itu meringis pelan.
Suasana sepi menjadi pelengkap antara mereka. Kepribadian Bulan yang memang lebih banyak diam daripada berbincang juga Awan yang hanya asyik memandangi dan menikmati lukanya diobati. Menurutnya, ini adalah hal yang langka meksipun sakit tapi hatinya terharu. Sesekali suara gorden yang terbuka sedikit berniat untuk mengintip menjadi suasana kedua setelah sepi.
"Makasih."
Tepat ketika luka Awan sudah selesai diobati, ucapan Awan membuat Bulan mendongak. Dia mengangguk sambil membereskan bekas kapas dan plester.
"Gauri Bulan Alindra," ucap Awan membaca name tag yang ada di seragam Bulan. "Namanya bagus." katanya sambil tersenyum.
Pergerakan Bulan terhenti, menatap lekaki di depannya. Entah tiba-tiba muncul mode slow motion atau bagaimana tapi tatapan Bulan seakan terkunci, tersihir oleh wajah Awan yang sangat betah dipandagi. Mata teduh itu mampu menarik Bulan pada lamunan yang tak bisa dibuyarkan. Seperti ada sesuatu yang tersembunyi di sana. Sesuatu yang berbeda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Awan & Bulan [Hiatus]
Подростковая литератураCowok polos sama cewek dingin? Gimana jadinya? ___________ Selama enam belas tahun hidupnya, Bulan tidak percaya apa itu cinta. Di saat remaja seusianya menghabiskan waktu untuk berkencan, menyukai lawan jenis, dan masih banyak lagi mengenai aktivit...