[13] : Seketika Terkesan

65 23 46
                                    

"Tawamu menarik perhatianku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Tawamu menarik perhatianku."

☁️☁️☁️

Lima langkah dari rumah Bulan, sekitar sepuluh menit berlalu Awan berdiri sambil memegangi sepedanya. Rencananya ia akan mengajak Bulan berangkat bersama, pun sebagai permintaan maaf kemarin karena Awan tidak membantu Bulan.

Kevin kembali berulah lagi kemarin. Ada goresan luka di tangan Awan karena ulah si penguasa sekolah itu dengan temannya. Seperti biasa, Awan menjadi "anjing pesuruh" mereka berdua—Kevin dan Aksa.

Yang Awan pikiran sekarang adalah, dia khawatir dengan ibunya sebab sedari kemarin, ada tatapan curiga yang wanita itu berikan padanya. Awan takut, lama-kelamaan semua kebohongan Awan akan terungkap. Namun itu juga demi kebaikan. Awan tidak mau kedua orang tuanya khawatir kepadanya.

Bunyi pagar yang terbuka menarik perhatian Awan. Lelaki dengan jaket hitam itu tersenyum, lalu menghampiri Bulan dengan senyuman manisnya. "Hai, Bulan."

Yang dipanggil namanya sontak terkejut, membulatkan matanya.

"Lo?! Ngapain di sini pagi-pagi?"

Awan tertawa karena reaksi Bulan yang menurutnya lucu. "Aku mau ngajakin kamu berangkat bareng sebagai permintaan maaf aku karena kemarin aku gak bantuin kamu pas pingsan. Boleh?"

Betapa cerewetnya lelaki ini. Bulan berdecak, menarik Awan dengan cepat untuk menjauh dari rumahnya. "Gue kasih lo peringatan. Jangan pernah datang ke rumah gue lagi. Paham?"

"Loh? Kenapa?" Nada suara Awan berubah. "kamu gak suka ya kalo ada aku?"

Tak henti-hentinya mata Bulan melirik ke arah rumahnya. Berjaga-jaga kalau ada Jaya melihat. Bisa jadi telinga Bulan kembali merah karena mulut pria itu yang bagaikan mulut perempuan.

"Bukan gitu. Gue cuma takut ketahuan bokap gue. Dan gue juga gak mau nanti lo kena imbasnya padahal lo gak salah apa-apa."

Jaringan otak Awan langsung tertuju pada malam saat ia mengantarkan Bulan pulang dan secara tak sengaja Awan mendengarkan perkelahian antara Bulan dan ayahnya. Awan mengangguk-angguk. Sekarang dia mengerti.

Mungkin karena keheningan komplek ini, Awan sampai bisa mendengarkan suara keroncongan dari perut Bulan. Sepertinya gadis berponi ini belum sarapan.

"Cepetan. Kita berangkat sekarang."

Kini Awan tersenyum. Semangatnya kembali membara.

☁️☁️☁️

Benar-benar tak habis pikir. Ternyata di dunia ini ada seorang lelaki yang menurutnya sangat berbeda dengan yang lainnya. Padahal Bulan tidak mempermasalahkan permintaan maaf dari Awan tapi dengan tulusnya lelaki ini sampai menjemput dirinya untuk membalas budi. Jujur, Bulan senang.

Awan & Bulan [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang