"Beribu kata yang diucapkan tidak akan berarti jika mata yang tak bisa dibohongi."
🌙🌙🌙
Perihal bagaimana Bulan bisa sampai ke rumahnya, tentu saja bukan dijemput oleh Jaya. Pria itu hanya sudi mengantarkan saja, itu pun karena permintaan Chilla. Kalau bukan karena Chilla, pasti setiap hari Bulan kemana-mana menggunakan bus kota, seperti saat dirinya pulang tadi. Jika belum menginjak usia tujuh belas tahun, Jaya tidak akan memberikan Bulan kendaraan pribadi.
Saat ini, orang-orang rumah tidak ada, sibuk dengan urusan mereka sendiri. Syukurlah. Itu yang Bulan sukai. Baru satu langkah dirinya menginjak tangga, aroma masakan familiar langsung menusuk hidungnya. Sejenak Bulan terdiam, setiap bau ini muncul, benak Bulan langsung tertuju pada masa lalu. Masa lalu yang Bulan pastikan tidak akan bisa diulangi lagi.
Hatinya seakan mengatakan untuk menghampiri sumber wangi itu lalu kedua kaki Bulan menuruti perintahnya. Bulan duduk di kitchen bar sembari memperhatikan wanita berambut pendek yang sedang sibuk memasak. Sekitar lima menit menunggu akhirnya kegiatan memasak selesai. Wanita itu baru menyadari keberadaan Bulan.
"Eh, ada Bulan ternyata," katanya sambil tersenyum, menghidangkan masakannya di depan Bulan. "Udah berapa lama kamu ada di sini? Kok bibi gak nyadar sih."
"Lima menit."
Bi Titin tersenyum, sudah biasa menerima jawaban ketus dari Bulan karena dirinya memang sudah tahu kepribadian anak majikannya seperti itu. "Oh, ya, bibi masak makanan favorit kamu, lho. Nih, silakan dicoba."
Pandangan Bulan kini beralih ke piring yang berisi telur balado. Mungkin bagi orang lain, makanan ini sudah biasa ditemukan di mana-mana dan rasanya begitu-begitu saja. Tapi bagi Bulan, masakan buatan asisten rumah tangganya ini berbeda. Ada sesuatu yang membuat Bulan tidak bisa dan tidak akan pernah melewatkan santapan yang satu ini.
Bulan menerima sepiring nasi dan beragam lauk pauk yang sudah Bi Titin siapkan, tinggal ditambahkan dengan telur balado yang ia pilih sendiri.
"Gimana? Enak 'kan, masakan buatan bibi?"
Tidak usah diragukan lagi, setiap masakan buatan Bi Titin selalu enak. Khususnya makanan yang sedang ia makan. Telur balado ini mempunyai banyak kenangan bagi Bulan. Satu hal yang membuat ia tersenyum ialah ketika menikmati rasa yang khas, meskipun tidak dibuat asli tapi rasanya sedikit mirip.
"Enak," ujar Bulan tersenyum tipis. "Bibi juga harus makan."
Bi Titin tersentuh melihat senyuman terukir di wajah Bulan, walaupun tidak selebar dulu. "Gapapa, Bibi nanti aja makannya. Ini semua kan buat tuan sama nyonya, bentar lagi mereka pulang. Sama Chilla juga."
Bulan mengangguk. "Makasih, Bi."
🌙🌙🌙
"Makasih, Mas."
KAMU SEDANG MEMBACA
Awan & Bulan [Hiatus]
Dla nastolatkówCowok polos sama cewek dingin? Gimana jadinya? ___________ Selama enam belas tahun hidupnya, Bulan tidak percaya apa itu cinta. Di saat remaja seusianya menghabiskan waktu untuk berkencan, menyukai lawan jenis, dan masih banyak lagi mengenai aktivit...