Bem's caffe

180 20 3
                                    

"hai ana" sapaan pertama ku kepada gadis ini untuk pertemuan kami yang ketiga kalinya.

Ana sedikit menaikan alis kirinya. Mimik wajahnya terheran-heran. Matanya sedikit memincing seakan ingin menelanjangi ku. Aku tersenyum melihat tingkahnya itu.

"Wah ternyata kalian sudah kenal" Zidan berseru.

Aku menyeringai.

Ana hanya menghembuskan nafas berat. Tangannya bersedekap di dada.

"Ya, beberapa waktu lalu kami pernah bertemu namun aku lupa untuk berkenalan secara resmi dengan ana"

Aku membalas tatapan mata ana yang menatapku tajam, aku tersenyum lalu mengedipkan sebelah mata padanya.

"Oh ya ana, perkenalkan ini mba clara dia sepupuku yang baru pindah ke sini. Dan mbak Rara ini ana temanku"

Aku menyodorkan tangan. Mengajaknya berjabat tangan.

Ana menyambutnya.

Sentuhan telapak tangan itu memang hanya beberapa detik. Namun yang tidak aku tahu kenapa hal seperti itu mampu membuat dada ku bergemuruh. Aku membalas tatapan matanya dan sedikit tersenyum.

"Clara kamu bisa memanggil saya Rara kalau kamu mau"

"Anastasia"

"Bolehkah aku memanggil mu ana?"

Ana hanya menatapku sekilas lalu melihat jam yang ada di tangannya.

"Tentu"

"Zid, gue pergi duluan ya mau ke toilet"

"Oke gue juga mau langsung ke tempat seminar"

Aku menatap punggung ana yang berjalan menjauhi ku. Ada perasaan sedikit sedih karena aku tahu dia menghindari ku.

"Ayo mbak"

"Oh iya" jawabku sedikit tersentak karena sejak tadi fokus ku sepenuhnya tercurah kepada punggung ana yang menghilang di belokan.

Aku berjalan mengikuti Zidan memasuki sebuah dan masuk kedalam ruangan yang cukup besar. Ada banyak kursi berjejer di sana. Dan sebuah meja memanjang, kursi dan papan tulis di depan.

Aku duduk di bagian paling pojok di sebelah kanan, sedang-kan Zidan dia memilih berbaur bersama teman-temannya. Beberapa temannya mengajakku untuk duduk bersama mereka namun aku sedikit riskan lagi pula aku ingin mencari ketenangan.

Satu persatu orang-orang mulai masuk lebih dari separuh kursi terisi. Kebanyakan adalah mahasiswa.
Namun banyak juga ku lihat beberapa wartawan dengan ciri khas kamera mereka, beberapa aku juga melihat orang-orang memakai pakaian kasual duduk tidak terlalu jauh dari ku.

Seminar itu berakhir beberapa jam kemudian. Namun konsentrasiku buyar dari mulai sesi pertama. Pikiranku melayang pada sosok ana yang terasa semakin melekat dalam otakku.

Selama seminar aku selalu melirik ke arah pintu, berharap ana masuk ke ruangan ini. Namun nihil. Sampai seminar selesai aku tidak melihatnya sosoknya lagi bahkan ketika aku pulang pun dia tidak pernah muncul.

***

Daun-daun bergerak-gerak tertiup angin membuat beberapa daun yang menguning gugur, meliuk-liuk di udara lalu jatuh ke jalan aspal. Berserakan. Beberapa tetes air hujan berjatuhan menimpa kepala, meresap ke rambut dan menimbulkan rasa dingin di kulit kepala ku.

Aku berlari menuju bangunan terdekat dari jalan besar. Berharap menemukan tempat untuk berteduh, menghindar dari hujan yang mulai deras.

Aku segera mengarahkan langkah kaki ke arah kiri, saat aku melihat sebuah bangunan berlantai dua di sisi kiri jalan besar. Bangunan itu berwarna coklat tua dan hitam di beberapa bagian, juga ada beberapa dinding yang seperti batu bata merah yang tersusun, keren sekali. Di kanan  sebelah atas nya ada tulisan "bem's caffe".

ObsesiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang