Hai ana

248 26 2
                                    

"mbak ada mas Joan" seru Zidan.

Aku menutup buku yang berada di pangkuan. Lalu meletakkannya di atas meja.

Ada apa lagi pria itu. Hatiku masih sangat dongkol karena ulahnya itu.

Benar. Aku memang tidak mencintainya namun keegoisanku merasa di rendahkan saat aku tahu milikku pernah di pakai orang lain. Dan bagiku berselingkuh adalah sebuah kesalahan yang tidak akan pernah termaafkan.

Aku keluar kamar, menemui Joan yang kini tengah terduduk lesu di sofa ruang tamu.

"Ada apa lagi?" Tanya ku, tak ingin berbasa-basi.

"Kamu apa kabar?" Joan menatap mataku lama seolah dari mataku dia ingin menelusup masuk ke dalam relung-relung paling dalam hatiku.

Aku melempar tatapan menuju keluar jendela, menarik nafas dalam.

"Seperti yang kamu lihat Jo"

"Apa kau membenciku?"

Sejenak aku diam. Tak tahu apa yang harus di katakan. Percayalah, aku bukan seorang pendendam, bukan pula seorang pembenci. Aku hanya merasa...sangat kecewa.

"Tidak, kau tahu aku tidak pernah membenci siapapun"

Joan mengangguk.

"Kau memang wanita yang baik hati Clara. Persis seperti yang mereka katakan. Dan bodohnya aku menyakitimu"

Aku terdiam. Lamat-lamat aku memandang pria yang tengah duduk di depan ku ini. Penampilannya tidak Serapi biasanya. Dua kancing atas kemeja putih yang di kenakan terbuka. Rambutnya yang biasanya tersisir rapi sekarang tampak berantakan. Bau alkohol sangat menyengat dari mulutnya. Matanya merah. Sayu. Seakan gairah hidupnya sudah tak ada lagi.

Aku tertegun. Ini adalah pertama kalinya melihat Joan sehancur ini.

Beberapa hari yang lalu. Aku masih melihat seringai khasnya. Tatapan matanya yang tajam seakan menusuk hati para wanita yang memandangnya, membuat terpesona. Bentuk tubuh yang tidak terlalu kekar selalu membuat nya tampak gagah dan berwibawa. Seorang pria terpelajar yang juga sangat tahu bagaimana cara mencuri hati para wanita.

Namun lihatlah sekarang. Air muka nya suram. Binar matanya tak lagi membara. Bahkan kini Joan mulai bersimpuh di hadapan ku.

Aku memejamkan mata. Menahan tangis.

"Clara, tak adakah kesempatan lagi untukku?" Joan mengiba. Meraih tangan ku, membawanya dalam genggaman telapak tangannya yang besar.

"Maafkan aku.. maafkan aku Clara.. tapi aku sungguh-sungguh saat mengatakan bahwa aku tidak pernah berpikir untuk membawa wanita lain mengucapkan janji sehidup semati di altar kecuali dirimu"

Joan terisak. Menciumi punggung tanganku.

Aku pun gagal membendung air mataku...

Hati kecilku menyayangi pria ini. Setidaknya Joan lah yang selalu ada bahkan di saat-saat terburuk dalam hidupku.

Dan aku pun merasa sakit melihat kehancurannya kali ini. Namun aku tidak pernah berpikir untuk kembali kepadanya.

"Kau pria yang sangat baik Joan.. namun maaf aku tak pernah bisa untuk kembali kepadamu"

Joan menengadah. Matanya berkaca-kaca lalu air mata itu turun begitu saja melalui pipi.

"Clara..."

"Tidak Joan.. pikirkan anak yang ada dalam kandungannya. Dia membutuhkan sosok ayah.. dia membutuhkanmu!" Aku sedikit berseru.

Keheningan menyelimuti kami. Joan tentunduk dalam. Masih bersimpuh di hadapanku namun kini tidak memegang tangan ku lagi. Tangannya bertumpu pada dua pahanya.

ObsesiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang