jealous?

143 17 0
                                    

"Ana, apa kamu pernah jatuh cinta?"

*Uhukkkk*

Ana yang sedang meminum teh tiba-tiba tersedak.

Aku meraih tisu yang berada di atas meja lalu membantu membersihkan sisa teh yang berada di bawah bibir ana.

"Maaf ana aku tidak bermaksud-.."

"Hidung aku perih airnya masuk ke hidung" ana merintih, hidungnya merah, tetesan air juga keluar dari hidung nya. Dengan telaten aku membantu membersihkannya dengan tisu.

"apa masih perih?" Tanyaku memecah keheningan.

"Hum... Udah ga terlalu" lantas ana menjauhkan tubuhnya dariku.

Sekejap aku menatap wajah Ana yang pipinya bersemu kemerahan. Juga setetes air mata yang berlinang di bawah matanya.

"Apa kamu benar-benar baik-baik saja Ana?" Aku bertanya sekali lagi memastikan. Ana menggosok hidungnya dengan punggung tangan lalu mengangguk.

"Ana"

Ana tidak langsung menjawab dia hanya menatapku sebentar lalu tiba-tiba memalingkan wajah ke arah lain.

"Kenapa?" Tanyaku heran.

"Ga papa.. aku cuma kaget aja. Lagian ngapain kamu tanya hal kaya gitu"

"Ya..... Aku cuma pengen tau aja"

Ana mendelik. "Masa?"

"Iyaaaaaaa.... Anaaaaaaaa"

"Hummm" ana mengangguk-anggukkan kepala.

"Ya itu kamu gimana rasanya jatuh cinta sama pacar kamu tuh?" Ana balik bertanya.

"Pacar aku? Siapa?" Aku menautkan alis, bingung. Aku saja tidak tau aku punya pacar.

"Itu lho yang tadi sama kamu di cafe.. yang nganterin kamu juga"

"Ohhh itu cuma teman Ana bukan pacar"

"Masa!?" Ana mendelik lagi.

"Hum iya, dia adiknya Joan namanya Jeremiah"

"Tapi kayanya dia suka deh sama kamu"

Aku terdiam. Aku tidak tau harus menanggapi Ana seperti apa lagi, karena yang Ana katakan adalah kebenaran. Beberapa tahun lalu Jeremiah pernah menyatakan perasaannya kepadaku, namun karena saat itu aku masih berpacaran dengan Joan, baik aku ataupun Jeremiah tidak pernah lagi mengungkit lagi tentang pernyataan itu. Aku hanya tidak ingin kehilangan seorang temen sebaik Jeremiah.

"Hum ini sudah larut" ucap Ana memecah keheningan.

Aku menoleh ke arah jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 23.10.

"Aku ma-"

"Kamu bisa menginap di sini Ana, tidak baik seorang gadis pulang selaput ini" aku memotong perkataan Ana di saat dia mulai memasukkan barang bawaannya ke dalam tas.

"Oh ok, baiklah jika kamu memaksa"

Aku menaikan alis.

"Siapa yang memaksa?"

"Kamu... Kamu pengen aku menginap bukan?" Ucap Ana berlalu keluar dari dapur mendahului ku.

"Aku tidak memaksa Ana, aku hanya menyarankan" tegasku. Aku pun mengikuti Ana yang berjalan kearah kamar.

"Terserah"

Aku memicingkan mata merasa kesal.

"Menyebalkan" gumamku.

"Apa?"

Aku menggelengkan kepala.

"Ini bersihkan badanmu lalu ganti bajumu" aku menyerahkan sepasang baju tidur berwarna biru langit bergambar Doraemon kepada Ana.

"Doraemon?"

"Kenapa? Ga suka?!" Tanyaku.

"Imut haha" Ana mencubit pipiku sambil tertawa lalu berlari ke arah kamar mandi meninggalkan aku yang mematung kaget karena ulahnya.

Aku memegang pipi kananku yang terasa hangat, cubitannya tidak membuat sakit hanya saja membuat jantungku terasa berdebar. Ada sesuatu yang hangat mengisi hatiku, desiran yang menyenangkan sampai perutku terasa di aduk-aduk.

Aku mengambil baju tidur berwarna pink bergambar hello Kitty dari dalam lemari dan mengenakannya.

Saat ku membuka ponsel aku melihat beberapa pesan dari Jeremiah. Aku hanya melihatnya dari notifikasi tanpa berniat membuka pesan apalagi membalas pesan itu. Aku hanya terlalu takut semakin kami dekat, semakin dalam harapan yang Jeremiah taruh kepadaku. Mengingatkan ku pada percakapan dengan Ana tadi. Bahkan orang yang baru saja tau pantas saja dulu Joan sangat cemburu jika aku dekat-dekat dengan Jeremiah.

"Clara"

"Hah!" Aku tersentak melihat Ana yang sudah keluar dari kamar mandi. Aku mengamati penampilan Ana dari atas ke bawah lalu ke atas lagi.

"Kenapa? Aneh banget ya?" Tanya Ana.

"Tidak, hanya saja kamu terlihat lucu.. tapi itu terlihat cocok untuk mu"

"Hum, kamu juga kelihatan seperti bocah dengan piyama itu hahaha" Ana tertawa lalu berlari menuju tempat tidur.

"Apa kau bilang!!!!" Aku yang tidak terima mengejarnya. Aku berhasil meraih tangannya sebelum dia sampai di tempat tidur.

Aku menarik tangan Ana hingga tubuhnya menubruk tubuhku.

Aku terpaku menatap warna coklat pekat pupil matanya. Aku juga bisa merasakan nafasnya yang berbau pasta gigi menerpa wajahku. Tanganku memeluk pinggangnya yang ramping.

aku menelan air liur ketika tidak sengaja mataku menangkap bibir merah muda Ana yang sedikit tebal di bagian bawah. Ada hasrat menggelora dimana aku ingin mencicipi bibir itu. Aku ingin mencium Ana.

"Clara.." lirih Ana.

Aku melepaskan tubuh Ana dari pelukanku. Dan berlalu ke kamar mandi.

Aku menatap pantulan wajahku di cermin. Aku memejamkan mata berusaha menetralkan degup jantung yang tidak beraturan.

Setelah mencuci wajah, kaki dan gosok gigi aku keluar dari kamar mandi.

Aku tersenyum melihat Ana yang sudah berbaring dengan selimut menutupi ujung kaki sampai dadanya.

Aku merebahkan badan di sampingnya.

"Jika suatu saat nanti pria itu menyatakan perasaannya apa kamu akan menerimanya?" Tanya Ana.

"Dulu Jeremiah pernah menyatakan cinta kepada ku Ana, dan jika dia melakukan hal sama aku juga akan mengambil keputusan yang sama seperti waktu itu" aku berbalik menghadap Ana.

"Seperti waktu itu ya.."

Aku mengangguk. Masih menatap lekat wajahnya di tengah keheningan malam dan temaramnya lampu tidur.

"Kamu tau kah Clara? Mungkin ini terdengar aneh tapi entah kenapa aku ga suka kamu terlalu dekat dengan dia"

Aku tersenyum. "Dia punya nama Ana, dia bernama Jeremiah"

Tiba-tiba Ana membalikkan tubuhnya membuat kami saling berhadapan.

"Apa wajah gue keliatan peduli kalo dia punya nama" ujar Ana dengan ekspresi tengilnya.

"Dih bilang aja kalo kamu jealous kalo aku dekat sama dia" balasku tidak kalah tengil.

"Cihkk menyebalkan" Ana membalikkan lagi tubuhnya memunggungi ku dan menutup seluruh tubuhnya dengan selimut.

"Hahaha " aku tertawa melihat tingkah laku Ana. Aku menatap punggung Ana dengan berbagai perasaan yang campur aduk, juga banyak pikiran yang berkecamuk dalam benakku.

Rasa senang menjalar dari sudut bibir ku yang tak bisa berhenti tersenyum menuju otakku yang menghasilkan dopamine yang menyebar sampai di hatiku. Jika bisa aku ingin lebih lama bisa seperti ini, aku ingin terus berada di dekat Ana. Aku ingin tersenyum dan tertawa bersamanya. Dan jika bisa aku ingin selamanya.

Namun dari sekian banyak pengharapan dan keinginan ada tersisip rasa takut di hatiku. Rasa takut pada kenyataan dan dunia. Menyadarkanku dari lamunan bahwa cinta tentang dua orang wanita adalah sesuatu yang tidak dapat di benarkan baik oleh agama, moral, ataupun adat budaya. Apalagi ini di Indonesia.

"Selamat malam Ana" lirihku. Aku menutup mataku membiarkan diri melebur bersama mimpi.

ObsesiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang