Love yourself

123 20 0
                                    

Aku mengetuk-ngetuk ujung jari ke atas meja kayu berwarna cokelat itu. Segelas cappucino yang baru seteguk ku minum sepertinya sudah dingin karena terlalu lama di biarkan.

"Clar, sorry ya aku ke jebak macet tadi" ucap pemuda itu sambil terus duduk di depanku.

"Hum" aku hanya menatapnya dingin dengan bibir terkatup.

"Jangan marah dong.. nanti cantiknya hilang lho" gurau nya sambil mengambil tanganku yang di atas meja untuk di genggam, tapi sebelum dia menyentuhnya aku sudah mengibaskan lebih dahulu.

"Hish apaan si" ucapku jengah sedang orang itu hanya cengengesan ga jelas yang memperlihatkan deretan giginya yang putih.

"Kamu Taukan kalo bandung jam segini tuh gimana?"

"Iya tau.. tapi aku di sini udah dua jam. Masih untung aku masih mau nungguin kamu"

"Utututuuuuu gemasnya kalo udah ngomel tuh" lagi-lagi tangannya itu mencubit pipiku dengan gemas.

"Haishhhh bisa ga si kamu jangan gini.. malu aku di liatin orang-orang" ucapku sembari mengedarkan pandangan ke seisi ruangan cafe, namun tiba-tiba mataku menangkap sosok yang sudah tak asing tengah berdiri di ambang pintu menatap kearah ku dengan pandangan yang tak bisa ku artikan.

Benar, lagi-lagi dia gadis itu. Ana

Aku masih tak mengerti di luasnya kota bandung ini aku sering kali bertemu dengan nya tanpa sengaja.

Beberapa detik mata kami bertatapan. Saling menyelami sebelum akhirnya ana berbalik arah dan pergi meninggalkan cafe.

"Kamu liatin siapa clar?" Tanya Jeremiah.

"Engga, tadi aku kaya liat temen tapi kayanya bukan deh"

"Hum gitu, kamu mau pesan kopi lagi clar? Biar sekalian aku pesenin"

"Ga papa, ga perlu ini kopiku masih banyak" aku menolak halus tawaran itu.

"Oke, wait ya" aku mengangguk, sedangkan Jeremiah berlalu memesan kopi.

Aku membuang nafas yang terasa berat. Menatap segelas cappucino yang telah dingin di atas meja. Raut wajah Ana tadi kembali hadir memenuhi benakku. Kenapa ekspresinya seperti itu?

"Clar"

"Hah iya!!"

Aku setengah berteriak saat Jeremiah memanggil ku tiba-tiba.

"Ngelamunin apa sih clar sampai segitunya?"

"Ga papa Je" aku tersenyum simpul mencoba menyembunyikan isi hatiku.

"Clar" suara Jeremiah yang sedikit berat itu terdengar lembut menyapa indra pendengaran ku.

"iya je, kenapa?"

Pandangan Jeremiah terasa lekat menatap ke arahku. Sorot matanya sedikit sendu, seperti rasa bersalah menyelimuti mata berwarna hijau itu. Aku tak menepis ketika tangan Jeremiah menggenggam tanganku yang terletak di atas meja.

"Aku mohon maaf atas apa yang telah Joan lakukan terhadap mu"

Aku tersentak. Urat saraf ku terasa menegang. Tak menyangka bahwa dia akan berkata seperti itu. Sedangkan mata kami masih terkunci satu sama lain.

"Clar.."

"Tidak apa je.. kamu tidak perlu minta maaf untuk sesuatu yang bukan salahmu.." aku memotong kata-kata Jeremiah sebelum dia menyelesaikan kalimatnya, lalu memalingkan wajah tak kuasa menyelami matanya lebih dalam lagi.

"Aku tidak tau kenapa aku mempunyai saudara setolol dia clar, dia.. "

"Je sudahlah.." aku merendahkan nada suaraku, yang sedikit bergetar. Tidak tau kenapa rasa sesak memenuhi dadaku. Mungkin, Aku lelah.

ObsesiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang