Hari ini hari Minggu.
Hari yang paling di tunggu oleh para manusia. Hari libur bagi sebagian para pekerja dan para murid sekolah. Hari yang begitu menyenangkan karena kita bisa bebas dari rutinitas yang begitu-begitu saja selama enam hari kemarin. Hari yang selalu berwarna merah di kalender.
Tapi tidak dengan ku, bagiku setiap hari sama saja. Hanya ada kekosongan dan kehampaan di hari-hariku.
Setelah kepergian Joan aku melewati hari-hariku seolah tanpa tujuan. Bahkan terkadang saat tidak ada pekerjaan aku bingung harus melakukan apa. Setidaknya dengan kehadiran Joan aku tahu bahwa aku akan menghabiskan waktu liburku bersama pria itu.
Mungkin ini yang di sebut, sedikit kesepian.
Atau mungkin aku sedikit merindukan pria itu. Hanya sedikit.
Beberapa kali Zidan mengajakku untuk pergi hang out bersama beberapa temannya. Namun setiap kali aku pergi tidak pernah aku melihat ana berada di sana.
Namun di antara sekian banyak teman Zidan ada seorang gadis yang begitu menarik perhatian ku. Namanya violet. Nama yang sangat cantik selaras dengan parasnya. Dia mempunyai mata kebiruan yang sangat menawan, seperti lautan luas nan dalam. Juga postur tubuh tegap dan tinggi. Rambutnya panjang dan berwarna hitam. Sepertinya dia blasteran karena dia punya mata yang sipit.
Namun bukan itu yang manjadi daya tariknya. Dua kali aku bertemu dengannya, yang pertama saat seminar di kampus Zidan dan kedua adalah tadi malam. Saat aku mengisi malam Minggu ku dengan ikut berkumpul dengan teman-teman nongkrong Zidan di sebuah bar di daerah dago.
Yang menjadi perhatian ku adalah karena dia dia adalah seorang yang sangat pendiam, bisa ku hitung berapa kali dia berbicara tadi malam, dan itu pun karena dia di tanya oleh anak-anak yang lain. Dan satu hal lagi dia juga irit berekspresi. Wajahnya selalu datar bahkan saat ada yang membuat lelucon dan yang lain tertawa dia hanya membisu.
Sangat aneh sekali.
Aku sendiri adalah orang yang mudah bergaul. Aku senang bertemu banyak orang, senang bertemu dengan banyak orang baru. Sedari dulu aku mempunyai banyak teman namun kebanyakan adalah hanya teman biasa tidak ada yang benar-benar tahu seperti apa aku sebenarnya. Mereka hanya tahu aku dari kulit luarnya saja. Aku tidak takut mereka tahu sebenarnya, hanya menghindarinya saja. Aku tidak terlalu suka saat kehidupan pribadiku terlalu terekspos ke publik. Juga prihal pekerjaan ku.
"Kamu mau pergi kemana zid?" Tanyaku, saat melihat Zidan yang baru pulang lari pagi mengganti septunya dengan sandal dan beranjak membuka pintu gerbang.
"Ini mbak Zidan mau beli makanan di depan"
"Sini uangnya biar sekalian mbak yang belikan kebetulan mbak juga mau ke depan "
Dengan langkah riang Zidan menghampiriku memberikan uang selembar dua puluh ribu ke telapak tanganku.
"Aduh makasih mbak Rara yang cantik tau sekali Zidan lagi cape" rayu nya dengan senyum lebar yang memperlihatkan deretan gigi nya yang rapi.
"Hum, kamu kemana aja baru saja sadar kalo mbak memang cantik!!" Balasku dengan narsis nya. Sedang Zidan hanya cengengesan.
Aku berjalan keluar pintu gerbang dengan langkah yang mantap. Dengan kaos oblong berlengan pendek, celana tidur dan sendal jepit, oh ya dan jangan lupakan bahwa aku belum mandi hari ini. Tidak apa belum mandi yang penting masih cantik dan wangi itulah motto ku.
Udara masih sangat segar pagi ini. Matahari juga belum terlalu terik. Ada kicauan burung tetangga yang sedang di mandikan oleh pemiliknya terdengar merdu di kupingku, mataku begitu segar melihat ada beberapa buah mangga yang menjuntai di tembok depan rumah tetangga ku. Melihat mangga-mangga itu rasanya aku juga pengen.
Apa aku sekalian beli mangga ya nanti?
Belinya di pasar atau di supermarket ya? Atau di penjual pinggir jalan yang pake mobil bak terbuka itu...
Belum aku selesai dengan pikiran ku tiba-tiba ada yang menarik tangan kiriku cepat. Aku yang kaget refleks memeluk tubuh si penarik itu.
Dunia terasa berhenti berputar, angin pun seakan berhenti berhembus. Aku terpaku menatap wajah si penarik itu. Mata kami beradu, mata birunya yang menawan itu. Aku benar-benar merasa tenggelam di dalam mata yang sedalam lautan itu.
"Kamu hampir tertabrak motor tadi" ujarnya dengan datar.
Aku mengerjap, lalu melepaskan tangan kiriku yang memeluk pinggang violet. Violet juga melepaskan tangan kananku yang tadi di genggaman nya dengan erat.
"Hum.. maaf tadi aku sedikit melamun" aku sedikit kikuk saat mata itu menatap langsung ke arah mataku. Membuatku sedikit tak nyaman sedikit gugup mungkin. Aku pun tak tau..
"Lain kali berhati-hatilah" violet pergi dari hadapan ku. Kearah yang berlainan.
Wow.. dia berbicara kepadaku. Manusia irit bicara ini, bahkan dia juga menyuruhku berhati-hati.
Ohh.. gosh ini keajaiban.
"Terimakasih violet!!" Seruku, namun violet tidak menyahut bahkan menengok ke arahku pun tidak.
Meninggalkan ku yang masih syok atas apa yang baru saja terjadi.
Hangat. Tubuhnya sangat hangat, membuatku merasa nyaman berada di pelukannya. Dia itu pake parfum apa ya kenapa harum tubuhnya bisa selembut itu.
Aku pun melangkahkan kaki kembali. Sekarang aku lebih berhati-hati lagi.
Aku membeli dua porsi kupat tahu, setengah kilo mangga, dan beberapa kue-kue tradisional yang di jual di pasar.
Pada awalnya aku tidak tahu jajanan tradisional pasar, jujur saja itu sedikit aneh. Tapi setelah mencoba nya aku malah ketagihan, dan sekarang tak pernah absen setiap ke pasar aku pasti selalu membelinya.
Sampai di rumah aku menemukan violet sedang duduk di kursi teras depan. Sepertinya sedang menunggu Zidan.
"Hei apa kau sedang menunggu Zidan?" Tanyaku. Violet mengangguk.
"Kenapa menunggu di sini kenapa tidak di dalam saja?" Ajakku.
Violet tidak menjawab dia hanya menggelengkan kepala, menolak ajakan ku.
Aku tersenyum. "Okay, kalo begitu aku duluan ya"
Aku memasuki rumah. Sedang violet tidak menjawab. Seketika aku lupa bahwa dia adalah violet si irit bicara.
Hey kemana perginya violet yang menyelamatkan ku tadi juga yang perhatian itu?
Aku menaruh kresek hitam yang berisi belanjaan ku di meja makan.
Tak lama Zidan pun keluar dari kamarnya dengan membawa sebuah buku tebal berwarna biru. Mungkin buku itu adalah tujuan violet datang ke sini.
"Eh mbak udah pulang"
"Hum, mau di makan sekarang kupatnya zid? Biar sekalian mbak pindahin ke piring"
"Ga perlu mbak biar nanti aja" sahutnya dari arah pintu depan.
Aku memasukkan mangga ke dalam kulkas. Lalu duduk di meja makan. Memakan kue pasar yang tadi aku beli.
Rasa manis gula aren itu mengingatkan ku pada brown cake tempo hari, dimana terakhir aku bertemu dengan ana. Di cafe itu, di saat hujan di sore itu.
Ana. Hampir dua minggu aku tak bertemu dengannya.
Apa kabar gadis itu?
KAMU SEDANG MEMBACA
Obsesi
RomansaCara dia hadir di hidup ku begitu unik. jiwanya lucu. membuat ku nyaman, mengetuk pintu hati yang telah lama terkunci, tak pernah terbuka sama sekali. Berkali aku menepis rasa, menginjak-injak cinta yang mulai tumbuh kepada nya. Gadis itu, yang cant...