BAGIAN 7

37 32 1
                                    

Diatas sajadah Zain bersimpuh memohon kepada Allah.
“ Maafkan aku Ya Allah, Engkau Maha Tahu apa yang tersimpan didalam hatiku, maafkan aku jika hingga kini hanya namanya,, hanyalah dia yang tersimpan di hatiku, aku sudah berusaha melupakannya namun tetap saja hamba tidak bisa melakukannya. Aku mencintainya sangat  mencintainya. Aku tahu dia telah bersama orang lain, alangkah berdosanya aku jika aku masih mencintainya. Maafkan aku Ya Allah “
Zain takut menceritakan apa yang ia rasakan kepada siapapun, maka dari itu ia memilih menyimpannya seorang diri, menyimpan semuanya dalam diam dan berharap hanya dia dan Allah yang tahu.
Zain mengusap wajahnya pelan lalu melipat sajadah yang ia pakai tadi.
“ Zen “ panggil Nyai Sa'adah.
“ Dalem Umik”
“Abimu sudah siap ayo berangkat sekarang” ajak Nyai Sa'adah.
“ Nggih Mik” kata Zain.
Zain keluar dari kamar.
“ Kado dari Abi sama Umik buat Ali sama Khilya udah di bawa kan Ra ?” tanya Nyai Sa'adah pada Zahra.
“ Sampun Umik” jawab Zahra lembut.
“ Zahra kamu duduk didepan biar Umik dibelakang sama Abi” pinta Kyai Hanan.
Akhirnya Zahra yang tadi duduk dikursi belakang dengan Kyai Hanan pindah posisi disamping Zain.
“ Mas” panggil Zahra.
“ Hmmm” sahut Zain.
“ Hamm-hemm-hamm-hemm, dalem gitu kek” protes Zahra.
“ Maaf, khusus Abi, Umik, sama calon istri ku “ ujar Zain.
“ Yeh calon istri ?, emang udah ada??” ujar Zahra setengah meledek.
Zain hanya menggeleng pelan.
Seketika Zahra tertawa.
“ Oh iya kemarin kan udah dikenalin sama Rara, Umik tahu nggak Mas Zain udah ada calon istri lo” ujar Zahra setengah berteriak.
“ Zahra pelan- pelan kalau bicara “ tegur Kyai Hanan sambil tersenyum.
“ Astaghfirullah Maaf Abi” ucap Zahra.
“ Siapa Nduk?” tanya Nyai  Sa'adah.
“ Namanya Mbak Des,,”
“ Mik besok Zain nggak pulang ada operasi di rumah sakit “ ujar Zain memotong ucapan Zahra.
“ Iya Zen nggak papa penting kesehatannya dijaga jangan mentang – mentang kamu Dokter terus seenaknya sendiri. Wayahe makan ya makan “ jelas Nyai Sa'adah.
“ Nggih Mik” kata Zain.
Zahra mendengus kesal karena ucapannya dipotong oleh kakak laki- lakinya.
Zain tersenyum lalu menjulurkan lidahnya.
“ Eh Mas aku mau wisuda Alfiyah lo” ujar Zahra tiba-tiba dengan ekpreksi sok manis.
“ La terus ?” tanya Zain sinis.
“ Nggak mau kasih Rara sesuatu?”
Zain terkekeh pelan.
“ Kasih apa? Selamat ?” tanya Zain menggoda adiknya.
Zahra memutar kedua bola matanya.
“Umik Mas Zen lama- lama makin nyebelin “ adu Zahra pada Umiknya.
“ Ya gimana orang kamunya bertele-tele ngomong tuh to the point jangan setengah-setengah” bela Zain.
“ Kasih kado yak” ujar Zahra riang.
Zain tertawa.
“ Iya kalau lalaran mu nanti lancar di panggung kalau nggak ?” ledek Zain.
“ Mas Zen!!!!” rengek Zahra.
Zain tertawa kecil lalu menjitak kepala gadis di sampingnya.
Kyai Hanan dan Nyai Sa'adah hanya tertawa melihat ketidak akuran putra dan putri mereka.
“ Kalau jauh kangen - kangenan kalau deket pasti kayak gini” komentar Nyai Sa'adah.
Beberapa saat kemudian mobil mereka sampai di kediaman Yusuf, putra pertama Kyai Hanan yang sekarang sibuk mengurus pondok pesantren milik mertuanya.
Mobil Zain diparkir di dekat masjid besar pondok. Sanak saudara dan teman- teman karib masih terlihat lengkap saat keluarga Kyai Hanan masuk kehalaman ndalem Kyai Mahmud.
Anak kecil laki-laki berlari kearah Zain lalu ber-high five dengannya.
“ Hebat jagoan Om” ujar Zain.
‘ Iya Om” ujar Ali semangat.
Setelah memberi selamat kepada Ali atas keberaniannya di khitan Zain langsung menggendong Khilya anak kedua Yusuf.
“ Anak sholehah udah nambah berapa hafalan surahnya?”
“ Tiga om” jawab Khilya.
“ Wah banyak sekali, nanti setorin ke Om ya” kata Zain.
“ Ciap” seru Khilya.
“ Zen apa kabar ?” sapa Yusuf.
Zain tersenyum.
“ Alhamdulillah baik Mas, mana Mbak Afifah?” tanya Zain.
“ Masih didalem sebentar lagi keluar” jawab Yusuf.
Ali dan Khilya berebut ingin di gendong Kyai Hanan, mungkin mereka rindu karena jarang bertemu.
Khilya menangis karena ia tidak kebagian di gendong Kyai Hanan.
“ Udah Khilya sayang di gendong Om aja ya” ucap Zain lembut lalu memeluk Khilya.
“ Zen kapan rabi? Wes pantes lo” ledek Afifah yang baru datang.
“ Mbuh Nduk adik iparmu iku katanya belum siap juga” jawab Nyai Sa'adah.
“ Biar jadi surprise Mbak” ujar Zain.
“ Wah punya calon nih udahan buruan kenalin ke aku “ kata Yusuf.
Zain hanya tersenyum tipis.
“ Zidan nggak pulang Mik?” tanya Afifah pada Nyai Sa'adah.
“ Adikmu itu fokus nyusun skripsi buat sidang akhirnya nanti, Umik suruh pulang nggak mau dia” ucap Nyai Jihan sedih.
“ Biasa Umik, Zidan memang tipe yang berpendirian kuat sekali maunya itu ya kudu itu. Nggak papa yang penting dia semangat kuliah” kata Yusuf.
“ Takutku Zidan pulang kamu kedisikan dia lo Zen “ ujar Afifah tak henti menggoda adik iparnya.
Zain tertawa.
“ Gimana ada cewek mau sama Mas Zen, wong Mas Zain cuek kalau sama cewek “ ledek Zahra.
“ Masa iya ?” tanya Afifah tidak percaya.
Zain terkekeh pelan.
“ Cuek bukan berarti benci, aku gitu karena perantara untuk menghormati yang bukan mahrom. Jika suatu saat nanti aku menemukan wanita yang baik dan diidamankan oleh Abi dan Umik, tidak akan aku biarkan wanita itu satu hari saja merasa tidak ku hormati” ujar Zain dengan gaya bicara yang mirip seperti Iqbal Ramadhan saat membintangi film Dilan.

Dear Gus [ ON GOING ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang