BAGIAN 10

36 29 2
                                    


Ini aku, kau genggam hatiku
Simpan didalam lubuk hatimu
Tak tersisa untuk diriku
Habis semua rasa didada
Selamat tinggal kisah tak berujung
Kini ku kan berhenti berharap
Perpisahan kali ini untukku
Akan menjadi kisah sedih yang tak berujung
( Glenn Fredly, Sedih tak berujung ).

Zain menghentikan nyanyian kemudian mengambil sesuatu didalam lacinya. Ia mengeluarkan buku bersampul biru kemudian meletakannya diatas meja kerjanya yang penuh dengan data – data pasien.
Ia menuliskan sesuatu didalam buku biru itu, lalu mengembalikan buku itu kedalam laci lagi.
Zain merebahkan kepalanya di bantalan kursi kerjanya.
Entah mengapa sejak pertemuannya bersama Desita belakangan ini, ia menjadi sering tersenyum sendiri ketika mengingatnya.
“ Rasa ini muncul begitu saja dan aku tak kuasa menolaknya” batin Desita.
Hadirnya cinta adalah kuasa Allah, cinta adalah hak prerogatif dari Sang pemilik hati.
Sebenarnya ia belum sepenuhnya move on dari Aisyah, namun perasaan setiap orang dapat berubah kapan saja, biarkan perasaan itu menguap dengan sendirinya seperti air laut yang terkena sinar matahari.
Sebisa mungkin ia akan melupakan Aisyah, ia tidak ingin perasaannya berlarut – larut stuk di Aisyah.
Meskipun kadang sisa dari rasa itu masih ada dan genangan memori lalu masih saja menghampiri, semua itu kadang mengusik dan meminta semua terulang kembali.
Zain benar – benar ingin menguatkan hatinya, ia tidak ingin semuanya terulang kembali. Cukup sekali ia merasakan rasa sakit seperti itu dan juga kehilangan wanita di hatinya.
Zain teringat saat di kafe kemarin, Desita tampak cantik sekali. Desita memakai gamis berwarna biru dengan jilbab biru.
Sekilas bila di perhatikan Desita mirip dengan Aisyah, itulah alasan Zain tanpa sengaja menatap terus kearah Desita saat itu.
Tiba – tiba pintu ruangan Zain terbuka lebar, tampak Samsul yang terlihat begitu terengah.
“ Ada apa Sul?” tanya Zain ikut panik.
“ Cepat ke UGD Zen ada pasien kecelakaan parah” jawairihb Samsul.
Zain bangkit kemudian melangkah ke UGD bersama Samsul.
Sesampainya didepan UGD alangkah terkejutnya ia saat melihat sosok yang terbaring lemah tak berdaya di atas brangkar.
Kepalanya mengalir darah banyak sekali, namun Zain tetap saja bisa mengenali wajah siapa itu.
Orang yang selama ini ia cintai dalam diam.
Orang yang selama ini selalu ia sebut namanya dalam setiap doanya.
“ Bertahanlah Aisyah “ lirih Zain.
Zain terlihat sangat panik kemudian mengambil alih mendorong brangkar masuk kedalam ruangan.
Kening Samsul bertautan.
“ Aisyah? Zen mengenal gadis itu?” pertanyaan demi pertanyaan muncul dalam benak Samsul.
Namun ia segera mengikuti masuk kedalam UGD.

***

Zain terduduk lemah dilantai dingin rumah sakit.
Ia baru saja keluar dari ruang operasi. Kecelakaan bus pariwisata malam itu cukup memakan banyak korban yang kebanyakan adalah anak kecil dan beberapa orang dewasa yang salah satunya adalah Aisyah. Berulang kali Zain beristighfar meminta agar ia segera dibangunkan dari mimpi buruknya. Tapi ia sadar ini bukan mimpi.
Zain menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Dadanya terasa sesak, fikirannya benar – benar kacau atas pertemuannya kembali dengan Aisyah. Aisyah masih ditindak lanjuti oleh Dokter Marisa di ruang operasi untuk persiapan akan dipindah ke ICU.
Samsul dan lainya juga masih sibuk menangani pasien lain.
Berulang kali Zain beristighfar, ia benar – benar merasa berdosa karena mencintai wanita yang telah memiliki ikatan sakral pernikahan.
Selama ini menurutnya ilmu agama yang ia peroleh mampu membentenginya dari sesuatu yang salah.
Namun cinta pertamanya tidak dapat ia abaikan keberadaannya.

~~~

“ Shodaqollaahul adziimi”
Zain dan Azmi duduk nerhadapan diteras binadhor qur’an putra.
Sudah menjadi rutinitas mereka setiap hari sema’an hafalan mereka.
Itu semua mereka lakukan agar di wisuda Hafidz Qur’an bulan depan mereka bisa menjadi wisudawan hafidz qur’an terbaik.
“ Selepas lulus Aliyah mau tabbarukan dimana Zen?” tanya Azmi.
“ Bismillah mau ke Jerman Gus “ jawab Zain yakin.
Tiba – tiba satir pembatas antara tempat binadhor putra dan putri terbuka karena ulah putra Kyai yang sedang main lari – larian di tempat binadhor. Spontan Zain menoleh dan tampak seorang gadis cantik berjilbab hitam keluar dari sana. Gadis itu tampak anggun dan cantik sekali dengan gamis syar’i nya, apalagi Al – quran coklat yang senantiasa berada dalam genggamannya.
Tanpa sengaja tatapan Zain terpaku pada gadis itu.
“ Jaga pandangan mu Zen jangan sampai hilang lagi hafalannya gara – gara mikirin Mar’ ah “ ledek Azmi.
Zain kemudian tertunduk dan beristighfar pelan.
Azmi tersenyum dan menepuk bahu Zain.
“ Kau menyukai adikku?, kalau iya aku tidak akan melarangnya Zen karena cinta datang dan perginya tidak bisa dipaksa. Itu semua juga anugerah dari yang Maha memberi rasa “ ujar Azmi.
Zain hanya tersenyum tipis.
“ Aku hanya sebatas menganggumi nya, soal uusan memiliki aku sadar diri Gus “ kata Zain.
“ Untuk nasab keluarga kita sama” kata Azmi.
Zain tertawa pelan.
“Meskipun aku juga seorang Gus  tapi aku tidak ingin terikat oleh aturan lama yang mengharuskan Gus menikah dengan Ning, memang kata Umik Gus atau Ning menempati posisi ideal dalam kriteria calon istri dan suami yang dianjurkan Rasulallah SAW namun jika hadist itu di telan bulat – bulat maka akan timbul sistem kasta dalam islam” jelas Zain.
Azmi ikut tertawa.
“ Aku juga dulu sempat berfikir Zen pengen memiliki istri orang Korea, kan dapat pahala besar seumpama mengajak orang masuk islam dan membimbingnya tentang islam, apalagi yang diajari istri sendiri” kata Azmi.
Kedua nya tergelak.
Zain melirik kearah tempat gadis tadi berada namun satir pembatasnya sudah tertutup.
“ Kamu boleh mengenal adikku “ kata Azmi sambil tersenyum.
Kedua mata Zain melebar.
Berkenalan ? Belum saatnya ia berkenalan dengan Aisyah.
Rasanya itu terlalu cepat.
“ Mboten “ kata Zain gugup.
“ Dan cinta itu juga butuh perjuangan, meskipun kamu mencintainya dalam diam yang namanya perjuangan harus tetap dilakukan. Seperti kisah cinta Sayyidina Ali dan Fatimah Az – zahra. Kisah mereka adalah cinta dalam diam yang berakhir indah. Ali dan Fatimah adalah teman masa kecil, Ali selalu memperhatikan semua sifat dna tingkah laku Fatimah. Jalan yang mempertemukan cinta dan semua perasaan dengan tanggung jawab. Cinta tidak pernah meminta untuk dinanti. Cinta mempersilahkan atau mengambil keputusan. Yang pertama adalah pengorbanan dan yang kedua adalah keberanian. Dengan semua itu Sayyidina Ali memberanikan diri datang kepada Rasulullah dan menyampaikan niat baiknya untuk melamar Fatimah, kemudian lamaran Ali dijawab “ Ahlan wa sahlan “ oleh Rasulallah sambil tersenyum tulus. Kisah cinta mereka selalu berhasil membuatku baper, dari berbagai novel romance yang aku baca kurasa tidak ada yang bisa mengalahkan keromantisan mereka “ jelas Azmi.
“ Subhanallah “ gumam Zain.
Azmi bangkit.
“ Kalau kalian berjodoh aku yakin kelak kalian akan di pertemukan pada suatu hubungan yang di ridhoi Allah” kata Azmi.
Semenjak itulah Zain selalu menyematkan nama Aisyah dalam doa sepertiga malamnya.

~~~

                                                   

“ Dokter Zain “ panggil Suster Hye – Raa yang berhasil membuat lamunan Zain jadi buyar.
Zain berdiri.
“ Ada apa Ners ?”
“ Pasien bernama Aisyah keadaannya amat kritis kepalanya mengalami pendarahan hebat dan pasien membutuhkan donor darah segera” jelas Suster Hye – Raa.
“ Lakukan segera Ners” titah Zain.
“ Permasalahannya stok darah O dirumah sakit ini habis Dok”
Zain termenung.
“ Apa saya mencari kerumah sakit la,,”
“ Biar saya yang jadi pendonor” kata Zain.
Suster Hye – Raa mengangguk dan tersenyum.
Zain bergegas menuju ruangan Aisyah.
Jantung Zain kembali berdebar saat melihat kembali sosok yang terbaring lemah diayas ranjang pesakitan itu.
Sekali lagi ia tidak percaya bahwa gadis itu adalah Aisyah.
Dokter Marisa menyiapkan alat untuk proses pendonoran darah.
Zain merasa takut setiap kali ia teringat wajah Aisyah, ia takut ia tidak akan bisa mengendalikan hatinya kembali.
Namun entah mengapa disaat seperti ini bayangan Desita tiba– tiba saja muncul di benak Zain.
“ Apa dia kerabatmu?” tanya Dokter Marisa.
Zain menatap kearah wanita berjas putih itu lalu menggeleng.
“ Bukan” jawab Zain.
“ Lantas kenapa kamu sepeduli ini?, atau anda memang sudah mengenalnya?” tanya Dokter Marisa yang terdengar agak menggoda.
Zain hanya tersenyum simpul.
“ Dia teman sekolah saya dulu “ kata Zain pelan.
Dokter Marisa tersenyum.
“ Pantas Dokter Zain agak berbeda saat menatapnya” sindir Dokter Marisa.
Zain hanya terdiam.
Seperginya Dokter Marisa Zain menolehkan kepalanya perlahan. Tatapannya kini terpaku pada sosok yang masih saja diam disampingnya.
Hatinya terasa sakit.
“ Maafkan aku Ya Allah jika sampai sekarang aku belum benar – benar bisa melupakannya. Aku harap mulai detik ini aku bisa melepas semua yang aku rasakan padanya, aku juga ingin bahagia meski dengan orang yang berbeda. Ya Allah aku tidak ingin mengecewakan hatiku kembali, semoga aku bisa memulai hal yang baru, dan itu tanpa dia “ batin Zain.





Dear Gus [ ON GOING ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang