“Dasar cewek gila!!!” umpat Sunghoon sembari mengelus dadanya yang sesak akibat tendangan Jiyoon yang mengenainya ke dinding.
Jiyoon masih sama, bertingkah seperti orang gila, dengan wajah dan tubuh yang mengerikan, darah berceceran di mana saja, ia mulai merayap, menungging dan mengesot di lantai hingga dinding dan atap.
Pemuda Park semakin ketakutan karena dirinya sendiri lah yang masih sadar di antara kedua temannya.
Ia melihat Ningning yang sudah tidak bergerak, gadis itu mati dengan telungkup.
Sunghoon semakin meneteskan air mata, tangisannya itu menarik perhatian Jiyoon, bisa saja Sunghoon sekarang kabur atau bersembunyi dari Jiyoon, namun apa gunanya? jika Ningning sudah mati, Gaeul tidak kembali, Jooyeon juga tidak kembali, pikirnya pasti teman yang lain juga sudah mati, Sunghoon mengakui keegoisannya membawa malapetaka.
Jika ia tidak bersemangat untuk naik ke loteng, jika ia tidak memaksa Gaeul untuk memutar radio yang ternyata adalah mantra untuk membangkitkan iblis dari alam kubur, lalu jika ia tidak memimpin waktu di hutan.
Pemuda Park sudah hilang arah, ia memilih mati di sini daripada harus kabur untuk menyelamatkan dirinya sendiri yang akan egois dan berdampak pada mentalnya.
Jiyoon menghampiri Sunghoon dengan tertatih-tatih, kini seluruh badan Jiyoon sudah dikendalikan oleh setan dan iblis, nyawa Jiyoon sudah menghilang, bahkan melayang ke angkasa.
Kini di depan Sunghoon bukanlah Jiyoon si imut periang, melainkan hanyalah sisa-sisa kejahatan, kebencian dari setan dan iblis tersebut.
Pemuda Park sudah tidak takut lagi melihat wajah menyeramkan dari gadis Shin, darah menghitam itu anggap saja akan Sunghoon dapatkan untuk membalas semua perbuatan dosanya kepada teman-temannya.
Di sisi lain, gadis yang dianggap mati itu, gadis bersuara emas, tertawa seperti lumba-lumba, berambut coklat pirang, terbangun dari pingsannya, tubuhnya banyak sekali luka bekas cakaran, bahkan wajahnya kini sudah tidak secantik dan semulus dulu, hanya darah kering yang keluar dari hidung dan mulutnya.
Ningning bangkit dan langsung mendapatkan kesadarannya 100% kala mengingat Jiyoon yang menyiksanya waktu di loteng, ia sempat memberontak, namun tenaganya kalah telak.
Kini ia melihat Sunghoon yang sudah dicekik lehernya, pemuda itu nampak tidak memberontak, dan hanya memejamkan matanya seperti menanti ajal menjemputnya.
Ningning geram, jika selagi masih hidup, lawanlah musuh di depanmu, dengan langkah cepat namun terseok-seok ia menemukan sebuah papan yang sangat besar di pojokan ruangan, ia menghampiri Jiyoon dan Sunghoon tanpa sepengetahuan mereka.
Lalu papan besar diayunkan ke atas, dengan sekuat tenaga gadis mungil itu miliki, ia memukul kepala Jiyoon dan tubuh Jiyoon menggunakan papan besar itu.
Jiyoon pingsan ke arah kanan, rambut gimbalnya itu menutupi seluruh wajahnya, darah menetes lebih banyak dari kepalanya.
Ningning bernafas berat namun lega, ia berdiri sembari melihat jasad Jiyoon yang sudah terkapar, ia tahu, ia tidak salah, karena setelah ia disiksa di loteng tadi, ia merasakan bahwa Jiyoon sudah pergi selamanya.
Sunghoon menganga, pemuda itu sangatlah payah namun ia terkejut ketika Ningning ternyata tidak mati, ia menyelamatkannya, ia semakin kaget ketika melihat darah mengucur deras dari kepala Jiyoon.
Pemuda Park mengambil nafas panjang, sisa cekikan Jiyoon tadi memang hampir melayangkan nyawanya.
“Bodoh!! ayo kita pergi dari sini,” ucap Ningning lalu meraih tangan kanan Sunghoon untuk dipapahnya.
Ketika mereka berdua ingin berjalan ke arah pintu utama villa, jasad Jiyoon hidup kembali, ia melayang dengan kedua mata yang menyorot tajam mengeluarkan cahaya merah, tak lupa aura hitam dari belakang tubuhnya dan darah yang tak berhenti mengucur.
Mereka berdua berbalik lalu berteriak ketika Jiyoon akan menghampiri mereka.
Sunghoon dan Ningning berlari untuk mencari tempat persembunyian, ia menyusuri ruang tengah, dapur, hingga kamar-kamar, namun Jiyoon masih merayap dan terbang mengejar mereka berdua.
Sunghoon dan Ningning akhirnya menemukan tempat persembunyian, di bawah tangga lantai dua, mereka menemukan sebuah ruangan kecil lalu mereka masuk ke dalam sana, memastikan Jiyoon akan pergi, dan mereka mengatur nafas lalu membuat ide bagaimana cara mereka kabur dari villa ini.
Setidaknya, mereka sekarang jauh lebih tenang, namun gedoran dinding, atap, dan kamar lainnya bergeming keras akibat pukulan Jiyoon.
Tiba-tiba ada sorot cahaya merah entah berasal dari mana, menyorot hingga mengenai bilik kecil tempat mereka sembunyi, Jiyoon yang masih merayap dan memukul dinding itu tiba-tiba berhenti dan mengeluarkan gelak tawa yang menyeramkan lalu pergi ke luar villa untuk mengikuti sorot cahaya merah itu.
Saku Sunghoon bergetar, ponselnya berbunyi, ada panggilan tidak terjawab dan ada panggilan baru yang tidak ada namanya, nomor asing batin Sunghoon.
“Angkat aja, kita minta bantuan,” ucap Ningning, lalu Sunghoon menggeser layar hijau ke kanan.
“Halo? Sunghoon? ini gue Jooyeon.”
KAMU SEDANG MEMBACA
sleeping run ✔️
Terrorketika mereka ingin berlibur ke alam, hutan dengan daun kering berguguran, siapa sangka mereka akan berpetualang menghadapi sekte pemuja setan akibat mantra yang mereka putar pada sebuah radio jadul yang Gaeul temukan.