"Kamu, nih, dateng-dateng bukannya disapa masnya." Arion adalah orang pertama yang memutuskan tatapan Sana dari laki-laki yang duduk di depan omnya itu.
"Om Rion kenal sama Pak Bhumi?" tanya Sana bingung.
Arion ikutan bingung. "Ya, jelas kenal. Ini, kan, Bhumi anaknya Om Raska. Sana inget Om Raska, kan?"
Sana menggeleng. Sana hanya mengingat orang-orang penting dan orang yang memberinya uang atau hadiah. Dan Raska, bukanlah golongan orang yang membuat Sana mengingatnya.
"Om Raska suaminya Tante Tanala, ayahnya Mbak Lunar. Sana lupa?"
"Mbak Lunar tunangannya Mas Laskar?" Laskar adalah anaknya Arion.
"Iya. Masa lupa."
Sana tidak ingat Raska. Tapi Sana pasti mengingat Lunar—tunangan sepupunya. Dan Sana juga ingat dengan Tante Tanala—tante baik hati yang pernah bertemu dengannya saat di Yogyakarta ketika opa dan omanya meninggal dunia. Tante Tanala adalah orang yang menghiburnya dengan memberikan Sana sepaket produk skincare korea yang baru dibelinya.
"Nah, Bhumi adiknya Mbak Lunar."
Sana mengangguk paham. Tapi, kok beda, ya? Wajah Lunar itu begitu menyejukkan. Tidak seperti Bhumi yang begitu dingin seperti lemari es.
Sana melirik Bhumi sekilas kemudian membuang wajah saat Bhumi menatapnya balik. Kalau Sana memberi tahu Arion bahwa Bhumi adalah dosennya di kampus dan Sana tidak diluluskan mata kuliahnya semester 6 kemarin, Arion akan memarahi Bhumi tidak, ya? Setidaknya tidak usah dimarahi, Sana hanya perlu Bhumi meluluskannya dan tidak terlalu banyak membuatnya repot di semester ini.
"Sana ini mahasiswi Bhumi, Om." Bhumi adalah orang yang memberi tahu lebih dulu.
"Loh mahasiswi kamu? Wah, kok, kebetulan banget, ya." Arion tertawa mengetahuinya. Dunia rasanya hanya selebar daun kelor saja. "Gimana Sana di kampus, Bhum?"
Bhumi menatap Sana yang Sana balas dengan tidak takut. Biarpun Bhumi adalah dosen di kampusnya, tapi ini kan bukan sedang di kampus. Status Sana di sini bukanlah mahsiswanya tetapi ponakan dari teman ayah dosennya itu.
"Kurang baik, Om. Sana sering bolos sampai akhirnya ngulang mata kuliah."
Sana ternganga. Ternyata seperti ini watak asli Bhumi? Tukang ngadu!
"I—itu karena Sana nggak masuk, Om." Sana menatap Arion. "Nggak bolos, Sana cuman nggak masuk kuliah."
"Ya itu sama aja bolos, dong, Sana." Arion geleng kepala.
Sana semakin cemberut dibuatnya. Bisa berkurang ini nilai positifnya di mata Arion. Duh, bisa terancam ini niat Sana untuk meminta uang.
Ah, Bhumi benar-benar kurang ajar!
Hingga kemudian, Sana harus menyiapkan telinganya mendengarkan Arion yang menceramahinya tentang pentingnya pendidikan. Tidak boleh terlalu senang bermain dan sebagainya. Sampai makanan mereka datang, Arion baru terdiam. Bahkan rasanya Sana tidak senang saat makan. Bibirnya mengerucut cemberut. Ini semua karena Bhumi si dosen menyebalkan dan tidak punya hati!
*__*
"Om ...." Sana menatap Arion dengan memelas. Masa harus gagal lagi? "Sana benar-benar nggak punya uang lagi, Om. Uang Sana udah habis buat naik taksi tadi."
Arion menatap ponakannya dengan wajah yang juga berpura-pura sedih seperti Sana. Sana ini sejak kecil suka sekali berakting. "Om udah janji sama Mami kamu."
"Om ... sepuluh juta aja, kok, Om. Nggak usah banyak-banyak." Dengan sepuluh juta Sana pasti bisa bertahan sampai bulan depan.
Tapi sayangnya, Arion menggeleng.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bumi Milik Sana
ChickLitSana dihukum setelah menghabiskan uang ratusan juta dalam waktu singkat, semua fasilitasnya dicabut dan hanya diberikan uang bulanan secukupnya. Kepepet membutuhkan uang tambahan, Sana menyetujui tawaran dosen killer-nya, Bhumi, untuk menjadi asiste...
Wattpad Original
Ada 6 bab gratis lagi