Part 3

42 30 26
                                    

Happy reading all
.
.
.

Brukk..

"Ahh."

Motor Dannie jatuh berputar, Dannie terjatuh bersama motornya. Sedangkan Aninda, dia terpental jauh ke depan. Kepala Aninda terbentur trotoar jalan lalu badannya terguling ke tengah jalan.

Seketika semua kendaraan menepi, semua orang mulai mendekati Dannie dan Aninda. Dannie menahan rasa sakit di lengannya, ia masih sadar.

"Mas, masih kuat untuk bangun mas?" tanya bapak bapak sopir truk.

"Jangan di angkat sembarangan Pak, biarin di situ dulu." kata Ibu ibu meneriaki bapak bapak yang akan menggendong Aninda. "Saya perawat, saya sudah telfon ambulance." lanjut Ibu perawat itu.

Dannie masih syok atas kejadian yang menimpa dia. Badannya tak terasa sakit, hanya lengannya saja yang ia rasa perih sekali.

"Masnya sepertinya tidak apa apa, hanya terluka di bagian lengan dan pergelangan tangan. Bawa duduk di tepi Pak, jangan kasih minum dulu, biarkan masnya rileks. Saya cek mbaknya dulu." ucap Ibu perawat dan berjalan menuju Aninda yang masih tergeletak.

Ibu perawat tersebut segera memeriksa Aninda dengan hati hati, takut ada yang salah, akan memperparah luka. Tak lama, ambulance pun datang dan segera membawa Dannie dan Aninda ke rumah sakit.

*****

"Assalamualaikum ma, papa pulang nih bawa nasi Padang kesukaan mama." ucap Pak Sahil.
"Waalaikumussalam papa, makasih ya. Eh iya, Anin mana pa? Udah langsung masuk kamar ya?" tanya Bu Ara.

Pak Sahil yang sedang membuka sepatu merasa bingung.
"Maksud mama?" tanya Pak Sahil.
"Ya kan Bang Panji izin tadi Pa,istrinya sakit, Bang Panji udah bilang kan sama Papa?" balas Bu Ara.
"Loh, Panji ga ada bilang apa apa sama Papa Ma." jawab Pak Sahil.
"Hah? Papa yang bener deh, ini udah maghrib loh Pa, Anin belum pulang." Bu Ara mulai khawatir.

Kring...kring...

Suara telepon rumah berbunyi nyaring.

"Papa angkat telfon dulu, kamu yang tenang, coba tanya Sonia. Siapa tahu Anin sama dia." ucap Pak Sahil dan berjalan untuk mengangkat telepon.

"Halo."
"Iya Bu, saya sendiri."
"Apa Bu? Terus sekarang bagaimana Bu?"
"Rumah Sakit Kasih Bahagia, baik saya segera kesana Bu."
"Iya terima kasih Bu."

Pak Sahil menutup telepon. "Ma, udah sholat?"
"Belum pa,Mama nunggu Papa. Oh iya ini kata Sonia, Anin ga sama dia Pa. Terus dia kemana Pa?" Suara Bu Ara mulai bergetar.

"Kita sholat maghrib dulu, kamu panggil Anaya. Papa tunggu ya."

Pak Sahil segera mengambil wudhu dan menuju musholla yang ada dalam rumah besarnya itu. Bu Ara dan Anaya, adik Aninda yang berusia 7 tahun itu pun menyusul Pak Sahil.

Seusai sholat, tanpa Pak Sahil berganti baju, mereka segera pergi ke Rumah Sakit. Bu Ara sendiri tidak tahu kemana mereka akan pergi, sedang Anaya bersama Mbak Fia di rumah.

"Kita mau kemana sih Pa?" Bu Ara tak sabar.

Pak Sahil melaju lebih kencang dan hati hati. Akhirnya sampailah Pak Sahil dan Bu Ara ke tempat tujuan.

"Rumah Sakit? Siapa yang sakit Pa? Anin? Atau siapa? Papa jawab Mama dong." Bu Ara mulai meneteskan air mata.
"Mama tenang dulu. Yuk."

Pak Sahil dan Bu Ara pun keluar dari mobil dan menuju ke UGD. Di depan UGD sudah ada Dannie dan Pak Bayu,Ayahnya.

Gurun SaharaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang