Chapter 6

258 13 0
                                    

Rainer berhenti menjemput Kiara. Rumor bahwa mereka berdua jadian pun mulai berganti dengan rumor bahwa mereka putus. Bahkan ada yang bilang kalau Kiara selingkuh.

Meskipun Rainer menyangkal, tapi sikap Kiara yang tidak peduli semakin membuat mereka percaya bahwa Rainer masih berusaha melindungi Kiara yang mengkhianatinya.

Semenjak kedekatannya dengan Rainer berubah jadi stranger, Kiara juga semakin jarang masuk sekolah. Kebanyakan hari-harinya ia diam dirumah dan beralasan sakit. Tapi kalau sore ia masih suka ngeband di cafe-cafe populer di Jakarta.

Kiara memainkan gelas di tangannya. Suara hingar bingar musik tidak lagi dipedulikannya. Kupingnya sudah terbiasa dengan lagu-lagu yang berdentam keras.

"Mau tambah lagi?" Tanya Axel disebelahnya.

"Nggak." Jawab Kiara sambil menggeleng pelan.

Axel mengangguk dalam diam, mengikuti arah pandang Kiara yang kini berganti ke dance floor. Sudah berhari-hari Kiara datang hanya untuk duduk manis di pojokkan. Axel, Icha, bahkan Rio sudah berusaha mengajaknya turun ke dancefloor, tapi Kiara selalu menolak.

"Lo gak turun aja Xel?" Tanya Kiara.

"Nggak deh, gue jagain lo aja." Axel tersenyum manis, meski mata Kiara tidak mengarah padanya.

"Gue gak akan mabok kok." Balas Kiara lagi. "Gue gak minum banyak-banyak."

"Gue sih ngarepnya lo mabok." Canda Axel setengah serius. Kiara yang mabuk lebih mudah dimengerti. Tapi memang dari sananya Kiara jarang mabok dengan minuman. Cewek ini selalu berhenti kalau sudah mulai ngefly.

"Serius?" tanya Kiara. "Kalo gue mabok, jagain gue ya Xel."

Axel tertegun sebentar, "Tumben nih anak." "Iya. Tenang aja, ada gue." Jawabnya akhirnya.

Ternyata Kiara serius dengan ucapannya. Dia meminum beberapa gelas lagi tanpa berhenti. Tidak sampai satu jam kemudian, Kiara mabuk dan tertawa-tawa.

"Axel! Woi, bego. Beneran jagain gue lo ya? Ke dance floor yuk ah!" Ajak Kiara sambil berjalan ke tengah. Axel bergegas mengikuti Kiara. Berusaha sebisanya menjaga Kiara yang dilirik cowok-cowok lain.

Kiara tidak mau berhenti minum, sampai Axel menariknya dengan paksa ke tempat duduk VIP mereka.

"Apaan sih?!" Protes Kiara mengalahkan musik di kelab itu.

"Udah jam setengah satu. Pulang." Ujar Axel sambil memakaikan Kiara jaket kulitnya.

"Icha mana? Gue pusing banget njir!" Kiara duduk patuh, tangannya berusaha menggapai gelas minuman, tapi usahanya diagagalkan Axel.

"No! Stop minum. Gue panggilin Icha, tapi lo diem disini!" Ujar Axel dengan tegas.

"Iya iya.. ahelah. Lagian kunci mobil gue di Ichaaa. Gimana gue mau pulang kalo gaada Icha?" Balas Kiara dengan kesal, lalu bersandar di kursinya.

Axel menghilang ke kerumunan, mencari Icha. Lagipula Axel memang hanya bawa motor ninjanya saja hari ini. Mana bisa mengantar Kiara pulang dengan motor?

Sementara itu Kiara mengeluarkan handphonenya.

***

"Singing Radiohead at the top of our lungs. With the boom box blaring as we're falling in love. Got a bottle of whatever, but it's getting us drunk. Singing here's to never gro-"

"Hallo?" Rainer mengangkat handphonenya ke telinga, tapi buru-buru menjauhkan benda itu lagi. Suara musik metal dari handphonenya membuatnya bergidik lalu melihat nama penelpon.

"KIARA?!" Panggilnya setengah berteriak dengan suara serak.

"Rainer!" Balas Kiara dari ujung telepon, suara gadis itu terdengar ramah. "Kamu dimana, Rai?"

"Kamu yang dimana, Ra?" Balas Rainer dengan kesal karena dibangunkan jam... Ia melirik jam dinding di kamarnya... Satu pagi! Well, hampir jam satu pagi.

"Di Crowns nih, temenin dong, bosen nih Rai! Hehehe." Dari sana Kiara tertawa seperti orang bodoh.

"Crown?" Rainer langsung teringat kelab malam terbaik di Jakarta. Crown Club, minggu lalu Valdo, teman basketnya mengajaknya ke tempat itu. "Kamu gila ya? Ngapain disana?!"

"Aduh! Gak peka! Ngelupain lo lah! Tapi gue gakbisa pulang nih, si Icha gak ada. Rai... Jemput donggg." Kiara mulai merajuk.

Rainer terdiam, lidahnya terasa kelu. Mungkin alasan Kiara berubah juga karena dirinya. "Hidup gue aja belom pasti, gimana mau mastiin keadaan Kiara?" Ucapnya dalam hati.

"Kok diem sih Rai? Ante-"

"Sorry ganggu lo malem-malem. Dia lagi mabok."Ucap Axel tiba-tiba. Dari belakangnya terdengar protes Kiara.

"Axel?" Tanya Rainer kesal. Dadanya terbakar amarah.

"Iya ini gue." Jawab pria itu, sama kesalnya dengannya.

"Dia mau gue yang jemput dia." Ucap Rainer tanpa befikir.

"Setau gue lo udah nolak dia beberapa minggu yang lalu. Dia lagi mabok, nelpon orang yang biasa peduli kayaknya udah biasa dilakukan orang mabok." Ujar Axel dengan nada mengejek.

Rainer menelan ludah. "Lo gak bakalan apa-apain dia kan?"

"Gaklah. Ada si Icha sama Rio juga sama gue. Udah ya." Axel langsung mematikkan telepon.

***

"Bro. Kenapa lo?" Tanya kakaknya acuh tak acuh. Yuda Petra Candrakanta, kakaknya sangat berkebalikan dengan Rainer. Meski seorang jenius, Yuda cenderung bebas dan cuek.

"Kiara..." Ucapnya.

"Lah, cewek kayak gitu di urusin. Udah si Rai, udah bukan cewek lo lagi." Ujar kakaknya dengan enteng.

"Dia emang bukan cewe gue Yud."

"Bodo amat. Tuh cepet minum obat lo. Gue duluan ya." Ujar kakaknya lalu berlalu dari meja makan.

Rainer menghembuskan nafasnya. "Kalo ternyata gue gak bisa jagain dia, lo bisa jagain dia gak Yud?"

Yuda menghentikan langkahnya. "Maksud lo apa? Enak amat lo, punya cewek mesti gue yang jagain."

"Kan kalo, Yud."

"Nggak, nggak. Udah ah gue cabut." Tolak Yuda dengan kesal lalu meninggalkan Rainer sendirian.

Rainer mengambil obatnya di dekat tempat obat. Membaca labelnya satu persatu, kebiasaan yang dimilikinya sejak beberapa tahun yang lalu. Kini dilakukannya lagi di Jakarta.

Rainer menghembuskan nafasnya. God,kalo aku bisa sembuh total, aku ingin bikin dia bahagia. Anything she wanted, I'll give it all. Sederhana Tuhan, aku hanya ingin dia bahagia. That's all, I swear.

***

To Breathe Without YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang