"Rainer!"
Yang dipanggil menengok ke arah sang pemilik suara. Icha. "Iya?" Jawab Rainer acuh tak acuh. Pertama, dia kesal karena diganggu saat sedang membaca buku. Kedua, dia illfeel karena cewek ini sering clubbing bareng Kiara.
"Gue mau ngomong sama lo." Balas Icha lalu duduk disampingnya. Berbeda dengan cewek-cewek yang feminim, Icha sangat tomboy. Rambutnya dipotong pendek khas anak laki-laki. Di telinganya ada sebuah tindikan.
"Ngomong apa?"
"Tentang Kiara."
Rainer menatap cewek di depannya. "Oke."
"Lo duluan." Perintah cewek itu.
"Hah?" Rainer bergidik. "Kan lo yang mau ngomong. Kenapa jadi gue yang duluan?"
"Lo cerita Kiara tuh kayak gimana, ntar abis lo cerita baru gue. Anggap aja gue nanya sama lo." Balas Icha dengan cueknya.
"Atas dasar apa lo yakin, bahwa gue mau cerita sama lo?" Tanya Rainer lagi.
"Karena kita sama-sama peduli sama Kiara." Jawab Icha dengan yakin.
"Okay." Rainer mengangguk setuju. "Buat gue, Kiara itu sweet. Dia suka nyanyi dan main piano. Lagu kesukaannya Claire de Lune karya Debussy. Dia suka yang manis-manis apalagi es krim sama kopi. Dia itu manja dan sering ngambek. Dia juga agak pendiam." Ucap Rainer dengan yakin.
Icha menatapnya, menunggu kelanjutan ceritanya. Rainer menghembuskan nafas. "Tapi dia berubah. Meskipun dia selalu menarik, dan cuma daya tariknya yang gak berubah dari dia. Dia sekarang males, ikut band rock, nakal, meskipun begitu gue tau dia sebenernya cewek yang sangat..." Rainer terdiam, berusaha mencari kata yang tepat.
"Manis?" Tanya Icha.
Rainer menggeleng. Otaknya berusaha menxari kata yang tepat. Kiara yang sekarang itu... "Selcouth." Ucap Rainer akhirnya. "Dia itu semacam selcouth or sometjing like that."
"Selcouth?" Tanya Icha dengan kesal. "Maaf tolong bicara pake bahasa bumi."
"Selcouth itu artinya unik, aneh, rare, tapi mengagumkan, sesuatu yang sangat menarik." Jawab Rainer sambil tersenyum dan tidak menghiraukan kata-kata pedas Icha.
"Nah sekarang gantian lo." Ujar Rainer. Sepertinya ia menikmati pembicaraan ini. Kiara memang topik yang sangat disukainya.
"Kiara itu buat gue, kertas yang disobek-sobek, terus basah, dan mau dibakar." Ucap Icha yakin.
Sebelum dicela Rainer ia melanjutkan. "Gue ketemu dia 3 tahun yang lalu. Anaknya loner dikelas. Gue gak pernah liat dia senyum. Seakan-akan dia depresi. Terus beberapa minggu setelah MOS berakhir, gue ngeliat dia."
-3 Tahun yang lalu -
Dengan langkah gontai Icha berjalan keluar gerbang sekolah. Niatnya hari ini ingin main di warnet bareng Rio. Tapi tadi malah dihukum guru untuk piket tambahan cuma karena dia main air di wastafel. Oke mungkin bukan cuma karena airnya bener-bener luber kemana-mana. Tapi kan ada PK (petugas kebersihan). Tetap saja gurunya kelewatan.
Mata Icha langsung memfokuskan diri ke seorang anak mutefreak di kelasnya. Kalau tidak salah, namanya Kiara. Mutefreak adalah julukan Rio yang jadi populer di angkatan itu. Bukan berarti cewek itu bisu/mute tapi cewek yang hanya beberapa meter di depannya ini tidak pernah membalas sapaan siapapun.
Cewek itu selalu berjalan dengan kepala tegak tanpa melihat kebawah. Pandangannya lurus kedepan. Rambutnya yang kelewat panjang dibiarkan saja terurai. Dan atas dasar penasaran kenapa Kiara sangat unsociable, Icha mengikuti Kiara.
KAMU SEDANG MEMBACA
To Breathe Without You
Teen FictionEmpat tahun bukan waktu yang singkat. Bukan juga cepat. Kiara berubah 180 derajat ketika dunianya yang sempurna runtuh. Dan hanya butuh waktu sedikit baginya untuk melangkah ke jalan yang salah. Ketika sahabat masa lalunya datang, Kiara bimbang kema...