Karin 🕊️ [6] Revisi

3.5K 320 9
                                    


"Kenapa tidak bilang, Rin? Kenapa diam saja? Padahal kalau langsung bilang sama Jeno, pasti tidak akan terjadi hal seperti ini. Kau tidak boleh menjadi orang terlalu baik." Petuah Renjun dari beberapa menit yang lalu sejak ia masuk ke ruang rawat temannya ini.

Karina menatap bingung laki-laki yang mengenakan snelli yang sibuk menasehatinya dari beberapa menit yang lalu. Tapi walaupun begitu, Karina suka. Apa yang dia katakan sangat benar.

"Harusnya sih begitu, hm .... Siapa namamu?"

"Hahaha .... Rin, haha .... Jangan pura-pura melupakan aku, ya. Kita tidak bertemu cuma sekitar 4 bulan, masa sudah lupa." Renjun diam sebentar menatap Karina intens, "kau tidak amnesia, kan? Perasaan tidak ada tanda-tanda benturan di kepala."

Karina terkekeh canggung sambil mengusap tengkuknya. Bagaimana, ya, Karina tidak ingat sama sekali, tubuh ini tidak meninggalkan ingatan terhadap makhluk tampan dihadapannya ini.

"Ngomong-ngomong, apa yang terjadi denganku?" Tanya Karina sekaligus mengalihkan topic.

Raut wajah Renjun berubah menjadi kesal. "Kalian hampir saja kehilangan calon bayi kalian!" Seru Renjun dengan penuh penekanan. Jari telunjuknya bahkan ikut-ikutan menekan perut Karina.

"Calon bayi?!" Tanya Karina kaget.

"Yap!"

"Calon bayi kami?! Aku dan Jeno?!" Tanya Karina lagi.

"Iya, Karina. Bagaimana bisa kau ceroboh membiarkan mereka memukul tubuhmu ini? Untung bayi kalian kuat."

"Aku tidak tahu kalau aku hamil! Ya ampun! Siapa namamu?"

"Renjun." Balas Renjun datar. Masih saja bertanya.

"Nah iya, Renjun. Mana mungkin aku membiarkan kalau aku tahu! Kurang ajar mereka, awas saja. Akan ku balas berkali-kali lipat! Anggia sialan!" Karina sudah mulai memikirkan hukuman yang akan ia berikan untuk orang-orang kurang ajar itu.

"Karina, kau sakit sekali kelihatannya."

"Huh?" Karina menatap Renjun bingung.

"Kau bukan seperti Karina lemah lembut yang aku kenal."

"..."

Apa aku dicurigai? Mati aku! Batin Karina tidak tenang seketika.

🕊️

"Arghh!"

Teriakan serta makian tidak absen keluar dari Sooyoung yang kini Nampak mengenaskan.

"Teruslah memaki, teruslah berteriak, karena aku suka. Dan aku semakin bersemangat."

"Gila!"

"Oke."

Jeno semakin bersemangat memberikan hukuman yang setimpal sesuai apa yang telah diperbuatnya. "Nah .... Jari kelingking sudah selesai. Besok gantian jari manis, ya, Mama Sooyoung."

Sooyoung tidak menanggapi perkataan Jeno. Dia sibuk menahan rasa sakit di jarinya. Belum lagi kepalanya yang terdapat memar dan luka sobek akibat kena hantam tongkat besi yang membuatnya jatuh mengenai ujung meja kaca tadi, hingga ia kehilangan kesadaran. Malang sekali.

"Sebentar lagi dokter akan datang mengobati luka kecil ini, Mama. Jadi jangan sedih, ya. Mama tidak akan mati dalam waktu dekat." Jeno meninggalkan ruangan itu setelah mengunci pintu dengan sensor wajahnya.

Ruangan yang di tempati Sooyoung merupakan gudang tempat mereka menyiksa Karina selama ini. Gudang itu sudah dilapisi dengan busa-busa tebal yang menempel di dinding, mengeluarkan semua benda atau barang keras untuk mencegah siapa tahu Sooyoung ingin bunuh diri. Karena perjalanannya masih sangat panjang.

Anggia, di mana dia?

Anggia di kurung tidak jauh dari tempat Sooyoung berada. Hanya saja Anggia sekarang tengah menonton movie pembunuhan yang membuat siapa saja bisa kehilangan nafsu makan selama beberapa hari. Jeno berkata bahwa itu gambaran penyiksaan yang akan Anggia terima nanti.

Demi apa pun, Anggia hampir mati ketakutan.

🕊️

"Karin~" Panggil Jeno ceria, ketika dia masuk dalam ruang rawat, istrinya itu sudah duduk sambil ngemil. Terlihat sudah lebih baik dari beberapa jam yang lalu.

"Suami Karin~" Karina melambaikan tangannya melihat suaminya datang.

"Bagaimana? Apa ada keluhan?"

"Eum ..." Karina ngangguk, "perut Karin sakit sekali. Dia menghitam." Adu Karina.

Jeno duduk di samping Karina. Menyingkap sedikit baju yang Karina kenakan, warna kulit bekas pukulan itu sangat kontras dengan kulit putih Karina. Kalau Jeno perhatikan mirip lintah yang menempel.

"Sudah diberi obat, kan?"

"Sudah. Tadi Renjun yang bantu."

Jeno menaikkan sebelah alisnya, "tumben?" Tanya Jeno heran.

"Hah?"

"Biasanya panggil Injun, bukan Renjun."

"Oh itu .... Tidak tahu. Aku lagi ingin memanggil Renjun saja. Mungkin bawaan adik bayi." Karina menjadikan bayi mereka sebagai alasan.

Jeno sedikit melotot kaget. "Hampir lupa. Bagaimana keadaan bayi kita?"

Karina merasa lega. Untung Jeno bisa dikelabui dan tidak bertanya macam-macam. "Dia tidur." Karina berucap sambil mengusap perut bagian bawahnya.

Jeno mengedip-ngedip pelan, "dari mana kamu tahu kalau dia sedang tidur?"

"Iya dong .... Inikan sudah malam."

"Kalau begitu Mommy juga harus tidur."

"Mommy?"

"Iya, kamu mommy-nya adik bayi sama Daddy."

"Nah, Daddy juga harus tidur kalau begitu. Sini naik, Mommy sama adik bayi mau peluk." Karina bergeser memberikan tempat untuk suaminya tidur.

Siapa lah Jeno yang ingin menolak. Maka dengan senang hati Jeno bergabung dengan istri dan calon anak mereka.

"Cepat sembuh, Mommy."

"Terima kasih."

"Pejamkan matanya, cepat tidur."

"Hm."

Karina memejamkan mata menikmati elusan tangan Jeno di punggungnya.
Nah, semoga pas pulang nanti pemilik tubuh ini merasa bahagia dengan keadaan yang jauh lebih baik dari sebelumnya, tanpa ada gangguan dari makhluk ular seperti Anggia dan Sooyoung.

Dan untuk Daddy dan Mommy Karina yang tercinta, semoga kalian baik-baik saja sampai anak kalian yang cantik ini pulang. Ngomong-ngomong, siapa yang menempati ragaku? Jangan-jangan setan lagi!

Oke. Karina tidak jadi tidur gara-gara memikirkan nasib raga tercintanya.

🕊️

Revisi, 2 November 2024

Pindah Raga ° JenRina verTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang