PROLOGUE

2.1K 318 45
                                    

Dentingan jam terdengar memecahkan keheningan malam yang sunyi, semilir angin menerpa rambut hitam Haikal, yang kini sedang duduk di balkon kamar. Mata Haikal menatap langit yang dihiasi sinar rembulan dengan dilengkapi banyak cahaya bintang.

Pandangan mata Haikal turun kebawah, seberkas senyum kecil terukir dibibir Haikal saat menatap secarik kertas foto yang ada di genggamannya. Foto sepasang insan yang memakai seragam putih abu-abu, itu adalah foto dirinya dengan Amara yang dibuat saat setelah pulang sekolah di self studio.

 Foto sepasang insan yang memakai seragam putih abu-abu, itu adalah foto dirinya dengan Amara yang dibuat saat setelah pulang sekolah di self studio

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bertemu Amara adalah sebuah anugerah bagi Haikal, bagaikan kegelapan yang menemukan cahaya terang.

Deringan ponsel membelah fokus Haikal dari foto Amara, sebelah tangannya yang bebas mengambil ponsel yang ada disaku celana untuk membaca pesan masuk.

WhatsApp
Amara

Haikal maaf ya besok malam kita enggak jadi ke rumah singgah.

Soalnya tiba-tiba keluarga sahabat Abi ngajak makan malam bersama.

Senyum Haikal perlahan luntur saat membaca pesan masuk yang ternyata dari Amara. Sudah dari jauh hari mereka merencanakan untuk pergi ke rumah singgah bersama dan Haikal benar-benar menantikan waktu itu datang, tetapi kenapa Amara yang tak pernah membatalkan janji tiba-tiba mengingkarinya.

Dobrakan pintu membuyarkan pikiran Haikal, sosok lelaki dewasa berusia 45 tahunan masuk kedalam kamar Haikal dengan tergesa.

Haikal sontak bangkit dari duduknya. "Ayah, kenapa—" belum selesai Haikal bertanya kepada Fabian, lelaki itu sudah merebut paksa foto yang ada ditangan Haikal dan merobek foto itu menjadi dua.

"AYAH APA-APA SIH!" Haikal berteriak keras saat melihat apa yang dilakukan ayahnya itu. Dengan spontan Haikal memungut robekan fotonya dengan Amara yang dibuang Fabian ke lantai begitu saja.

Fabian kembali merebut foto yang Haikal ambil dan membuangnya ke lantai lalu menginjaknya. "Sudah ayah peringatkan jauhi Amara, jangan dekati dia! Berandalan seperti kamu tidak pantas ada disamping gadis malaikat, yang pantas itu hanya Haidar!"

Tangan Haikal mengepal kuat, nafasnya memburu, ada sesuatu yang menancap dihati Haikal saat mendengar perkataan dari ayahnya sendiri itu, rasanya perih dan sesak.

Pandangan Haikal beralih ke ambang pintu kamar, disana terlihat Haidar yang sedang diam berdiri menatap kearahnya. Melihat Haidar membuat amarah Haikal semakin memuncak.

Dengan langkah lebar Haikal menghampiri kakak satu-satunya itu. Dengan kasar Haikal mencengkeram kerah kemeja kerja yang dipakai Haidar, "Pasti semua ini rencana Lo kan? Gara-gara Lo Amara nggak bisa pergi bareng gue karena acara makan malam sialan itu?!"

Bahu Haikal ditarik secara paksa dari belakang hingga membuat cengkeraman pada kerah Haidar terlepas. "Kamu memang tidak tahu diri," maki Fabian tiba-tiba lalu tangannya terangkat dan mengayun.

PLAK

Sebuah tamparan keras mendarat di pipi kiri Haikal hingga membuat wajah Haikal memaling kesamping. Bekas memerah mencetak telapak tangan tertinggal dipipi Haikal yang putih. Kebas dan nyeri bersamaan terasa dipipi Haikal, tak terlalu keras tapi cukup membekas direlung hati Haikal.

"Berhenti usik Amara, jauhi dia karena selepas dia menyelesaikan pendidikannya, dia akan ayah jodohkan dengan Haidar. Lagipula brengsek seperti kamu tidak akan pernah bisa menggapai Amara, jodoh itu cerminan diri dan yang pantas dengan Amara hanyalah Haidar, karena dia jauh lebih segalanya daripada kamu," jelas Fabian kasar, seakan dia lupa jika Haikal juga adalah anak kandungnya, bukan hanya Haidar saja.

"Ayo Haidar, tinggalkan anak ini, jangan sampai kamu tercemar dengan sikap buruknya," ajak Fabian lalu setelah itu Fabian melenggang pergi keluar dari kamar Haikal.

Haidar masih diam ditempat, ia menatap Haikal dengan pandangan redup. "Haikal, Mas mohon lepasin Amara. Mas nggak mau apa-apa lagi, Mas cuma mau Amara."

Haikal membalikkan badannya dan menatap Haidar dengan tajam, sebelah tangannya mengusap pipi yang masih terasa sakit dan nyeri. "Lo bilang lo nggak mau apa-apa, jadi jangan minta Amara, jangan rebut dia, jangan rebut apapun lagi yang gue punya!"

"Lo udah dapet semuanya! Kasih sayang ayah, bunda, bahkan semua orang, sampai-sampai nggak ada yang tersisa untuk gue, semua cuma sayang dan peduli ke Lo. Gue cuma punya Amara dan Lo mau ambil dia juga?!" Seru Haikal tak habis fikir, Haidar selalu menginginkan apapun yang ia miliki.

Kening Haidar mengernyit tak suka, walaupun begitu pandangannya tak menajam sedikitpun. "Mas duluan yang kenal Amara, tapi semenjak dia kenal kamu, Amara jadi jauh dan asing. Mas cuma mau Amara, hidup mas akan sempurna dengan adanya dia."

"Mas cuma butuh satu hal lagi untuk buat hidup mas sempurna, dan satu hal itu adalah Amara," lanjut Haidar lalu setelahnya ia melangkah pergi meninggalkan Haikal bersama kesendirian.

Haikal menatap punggung Haidar yang menjauh, matanya kini nampak berair. Dengan emosi yang meluap Haikal menutup pintu kamarnya dengan kuat hingga membuat bunyi yang nyaring dan dinding disekitar pintu bergetar.

Tubuh Haikal merosot, ia bersandar pada pintu. Matanya menatap ke atas, tak membiarkan jika ada air mata yang akan jatuh menetes.

"Lo udah punya segalanya dan cuma butuh satu hal lagi buat hidup Lo sempurna Mas, sedangkan gue cuma punya satu hal yang buat hidup gue sempurna." Haikal berkata lirih, walaupun mustahil ia tetap berharap Haidar mendengar ucapannya.

"Kalau Lo ambil Amara, Lo dapat kesempurnaan, sedangkan gue kehilangan satu-satunya alasan yang buat gue bertahan hidup lebih lama." Nafas Haikal sedikit tersengal karena menahan sesak yang menyerang relungnya.

Sudah berapa banyak Haikal mengalah dari Haidar? Sudah berapa kali Haidar mengambil kebahagiaan yang seharusnya dimiliki Haikal? Sekarang saat Haikal menemukan satu orang yang membuatnya merasa hidup kembali, Haidar kembali menginginkan orang itu.

"Lo egois Mas, Lo selalu rebut yang gue punya. Lo boleh ambil semuanya..." Ucapan Haikal terhenti dengan tatapan mata yang tertuju pada robekan fotonya dengan Amara yang tergeletak di lantai.

"...tapi jangan Amara, nanti gue bisa mati."

**********

Cerita ini mungkin akan mengandung terlalu banyak bawang, gula dan beberapa bumbu dapur lainnya

Penyuka cowok red flag wajib lanjut baca haha👇🏻🚩

Kamis, 04 Agustus 2022.

SYAHADAT UNTUK HAIKALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang