Prolog

2.2K 112 3
                                    

Rian duduk di kursinya sembari menyandarkan tubuhnya ke dinding disebelahnya. Ia menatap lurus ke depan tanpa ekspresi apapun. Ia tiba-tiba tersentak saat melihat seseorang yang muncul dihadapannya. Gadis itu tersenyum sembari menatapnya kebingungan. Otot wajah Rian kembali melemas. Ia menghela napas panjang.

"Riri, kau mengejutkanku." Ujar Rian. Gadis yang dipanggilnya Riri itu tertawa kecil lalu duduk dihadapan Rian. Riri masih menatap wajah Rian dengan partitur 'love story' ditangannya. Rian ikut menatap wajah Riri dengan malas.

"Ayo pulang." Ajak Riri. "Kakek pasti membuatkan roti isi untuk kita!" Kalimat terakhir Riri membuat Rian yang sedari tadi terlihat muram kini tersenyum hangat.

"Bukankah harusnya roti isi itu untukku?" Tanya Rian dengan senyuman yang belum juga pudar. Riri menaruh partiturnya diatas meja Rian.

"Bukankah kesedihanmu akan menghilang saat kita makan bersama?" Riri balik bertanya. Rian tercenggang lalu tertawa kecil. Setelahnya terjadi keheningan yang cukup panjang diantara mereka berdua.

"Cuma kamu ya..." kata Rian pelan. Sangat pelan sampai-sampai Riri tidak mengetahuinya. Tapi Riri hanya tersenyum saja.

"Kita kan...sahabat."ujar Riri. Rian kini menatap Riri yang sedang termenung memandangi tangannya sendiri. Rian memperhatikannya lekat-lekat lalu tersenyum kecil.

"Ya. Sahabat sejak kecil kan." Kata Rian sembari membereskan buku yang ada di laci mejanya. Suasana kelasnya kini sangat sunyi dengan tidak ada seorangpun disana kecuali mereka berdua. Bel pulang sudah berbunyi sedari tadi. Para murid tentunya sudah berada dirumah mereka masing-masing.

"Ya. Sekarang kita sudah kelas tiga SMP, berarti...sudah 8 tahun ya?" Riri menghitungnya dengan ragu. Rian mengangguk sambil memakai ranselnya.

"Akan terus seperti ini ya?" Tanya Riri. Rian berhenti sesaat dan menatap Riri sebelum berdiri dari kursinya.

"Apanya?" Tanya Rian tanda tak paham.

Riri menatap partiturnya. "Persahabatan kita. Kita akan terus bersahabat kan?" Tanya Riri lagi. Rian masih menatap gadis itu lekat-lekat. Riri lalu balik menatap Rian yang terdiam saja setelah mendengar pertanyaannya itu.

"...Sudah mulai sore, ayo pulang." Ujar Rian mengalihkan pembicaraan. "Mau mampir ke rumahku dulu kan?" Tanyanya. Riri mengangguk saja lalu berdiri dengan tangan kanan yang membawa partitur lagunya.

Kotak biola menggantung di tangan kiri Rian. Mereka berjalan berdampingan dengan Rian di sisi kiri dan Riri di sisi kanan. Ditengah perjalanan menuju rumah Rian, tangan kanan Rian tiba-tiba menggapai tangan kiri Riri yang melambai pelan. Tak ada kata apapun yang keluar dari mulut mereka sampai tiba tujuan. Yang ada hanya debaran cepat jantung mereka dengan langit biru sebagai saksi bisunya.
______

The ReasonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang