6. Maafkan aku

653 66 3
                                    

"Bagaimana kalau masuk dulu?" Tanya Rian dengan cemas. Riri berpikir sebentar tapi kemudian menggelengkan kepalanya pelan.

"Tidak, aku akan pulang."

"Biar kuantar."

"Tidak perlu." Tolak Riri. Kali ini lebih tegas. Rian mengerutkan keningnya.

"Tapi kau.." Riri segera membekap mulut Rian. Ia seperti menyadari sesuatu.

"Kakek..." ujar Riri. Kedua alis Rian bertatut. Riri menurunkan tangannya kemudian.

"Kakek? Didalan rumah. Memangnya kena..Hey!" Rian segera berseru setelah Riri tiba-tiba berlari ke arah rumahnya. Ia mengejar Riri dari belakang.

"Riri, masuk rumah orang.."

"Kakek bertahanlah!" Rian terhenyak mendengar seruan Riri. Didepan matanya kini terbaring kakeknya. Satu-satunya keluarga baginya.

"Ka-kakek?"

Kakeknya itu kini terbujur kaku di lantai. Disampingnya Riri berusaha membangunkannya dengan cemas. Tubuh Rian seketika bagai pohon yang dilululantakkan oleh angin. Tubuhnya lemas, hampir jatuh.

Ia hampir tidak sadar jika bukan karena seruan Riri. Suaranya tertahan, tapi kemudian dapat lolos dari tahanan itu.

"KAKEK!" teriak Rian pada akhirnya ditengah malam yang sunyi itu.
_____

"Kamu ini cengeng sekali." Suara parau kakek terdengar jelas di ruangan rumah sakit itu. Rian memukul bahu kakek pelan sambil tetap memeluknya dengan mata sembapnya itu.

"Siapa juga yang gak cengeng kalau tahu kakeknya ternyata punya penyakit jantung!" Sanggah Rian dengan suara serak karena sebelumnya menangis dengan isakan yang cukup keras. Kakek hanya bisa tertawa mendengarnya. Riri masih berdiri dibelakang Rian dalam diam. Diwajahnya tersirat suatu keinginan.

"Kakek ingin minum jus anggur. Tolong belikan di kantin." Pinta kakeknya. Rian meepaskan pelukannya itu.

"Biar Riri saja."

"Kamu saja. Kamu ini lelaki tapi malah menyuruh perempuan!"

Rian mendengus kesal. "Iya, iya." Ujarnya sambil berlalu. Riri tersenyum menatap kakek setelahnya.

"Dari wajahmu, kau ingin mengatakan sesuatu." Kata kakek sambil tersenyum. Riri tersenyum, namun seperti dipaksa.

"Ya, soal itu.."

"Waktuku tidak banyak, begitu kan?"

Mendengar pertanyaan itu, Riri terdiam tapi kemudian mengangguk. Anehnya kakek tertawa mendengarnya.

"Kakek tahu tentangku?" Tanya Riri pelan dan lembut. Bahkan suaranya tak pernah selembut ini.

"Peri Rune?" Kakek balik bertanya. Riri terhenyak mendengar nada enteng itu.

"Sejak kapan?"

Kakek menatap Riri lembut. "Dulu juga ada seorang gadis sepertimu." Kakek memulai ceritanya. Riri mulai berjalan mendekat. "Dia cantik dan ramah, benar-benar tipe semua lelaki. Tapi dia selalu bersamaku."

"Aku tidak pernah tahu apa maksud sikapnya kepadaku. Pada satu hari aku bertunangan dengan seseorang. Dua hari setelahnya dia tak pernah mincul lagi dihadapanku." Kakek terdiam kemudian.

"Itu karena ikatan kalian terputus." Ujar Riri kemudian. "Kami mengikat hubungan dengan manusia, tapi saat ia lebih memilih orang lain, ikatan kami akan terputus. Dua hari setelahnya kami akan menjadi butiran debu dan akan kembali ke dunia Rune untuk memulihkan diri." Jelasnya.

Kakek terhenyak mendengarnya. "Jadi begitu.. Reyna.."

Riri tersenyum lebar kali ini. "Ah, jadi kakek lah yang dimaksud nenekku."

Kakek mengerjapkan matanya beberapa kali. "Reyna adalah nenekmu?"

"Ya."  Jawab Riri singkat. Kakek tersenyum lebar kemudian. Sangat lebar.

"Pantas kalian mirip."

Suara denyutan jntung kakek terdengar makin lemah. Riri mnyadarinya.

"Aku titip Rian." Ujar kakek mulai lemah. "Kau tidak akan meninggalkannya kan?"

"Darimana kakek tahu aku tak akan meninggalkannya?"

"Kamu adalah anak kecil yang dimaksud Rian kan?"

Riri terdiam kemudian mngangguk. Kakek mulai menutup matanya. Suara denyutan jantungnya makin lemah. "Ah, aku memang sudah tua." Ucapnya benar-benar lemah.

Riri menatap kakek dalam diam. "Selamat jalan kek." Tepat saat ia mengatakannya, suafa denyutan itu tak terdengar. Hanya suara bising yang datar.

"Duh, kok suaranya berisik banget sih Ri?" Tanya Rian yang kemudian datang sambil membawa jus Anggur kakek. Tapi langkahnya kemudin terhenti di belakang Riri. Matanya membulat setelah menyadari sesuatu yang janggal.

"Ri, kakek tidur?" Tanya Rian. Riri tak menjawab dan hanya menunduk sambil menggelengkan kepalanya.

"Rian.." panggil Riri. "Dia sudah pergi."

Kalimat itu membuat tubuh Rian lemas seketika. Tanpa sengaja ia menjatuhkan jus anggur kalengan milik kakek.

"Apa?" Rian tertegun.

"Kakek sudah mninggal." Ulang Riri dengan lebih yakin. Rian merasakan sesak didadanya. Sakit. Ada yang hilang dan kosong.

"Riri, bangunkan kakek, aku sudah mmbawa jus anggurnya"

"Rian, dia sudah meninggal." Ulang Riri lagi.

"Riri!" Seru Rian. Riri tak menjawab. "Aku mohon bangunkan kakek Ri.." suara Rian bergetar. Ia jatuh berlutut dengan lemasnya.

"Tolong bangunkan dia ri.." air mata Rian kini menetes dari matanya dan terus mengalir. Riri segera menghampiri Rian dan berlutut di hadapannya.

"Rian, relakan dia." Katanya. Rian mengangkat kepalanya dan menatap wajah Riri. Tak ada pertanda bahwa gadis itu akan menangis.

"Kamu tidak menangis?" Tanya Rian.

"Apa?"

"KAMU TIDAK MENANGIS?!"

Riri terdiam mendengarnya. "Aku tak bisa."

"Aku tahu dia bukan kakek kandungmu, tapi setidaknya menangislah untuknya!" Seru Rian. "Tidakkah kau menyayanginya?!"

Riri terkejut mendengarnya tapi ia memilih diam. "Rian, ayo bangun.."

"PERGI!"

"Apa?"

"AKU BILANG PERGI!" Teriak Rian. Riri menatap Rian untuk mncari tanda kebohongannya, tapi tak ada.

"Aku tak bisa." Balasnya. "Aku sudah berjanji untuk tak meninggalkanmu."

"AKU MOHON PERGILAH!" Sekali lagi Rian berteriak membuat Riri ingin sekali menangis. Ada rasa sakit di dadanya. Riri menatap Rian sesaat kemudian mengangguk.

"Baik." Jawabnya singkat dan datar. Ia kemudian bangkit dan berlalu dari tempat itu. Ditengah jalan menuju lift, Riri menepuk pundak seorang suster.

"Suster, pasien di ruang 252. Dia meninggal." Ujar Riri. Suster itu terkejut dan segera berlari entah kemana. Riri kembali melangkah dan turun dengan lift.

Ia terdiam dan termenung mengingat kejadian yng terjadi barusan.

"KAU TIDAK MENANGIS?!"

Riri sekali lagi terpana mendengar kalimat itu terputar dalam benaknya. Air matanya menetes sekali dan terlihatlah semua bercak merah dipipinya. Pupil matanya sekilas terlihat kilatan merah.

"Maafkan aku Rian.. Maafkan aku..." ulangnya terus sambil menahan air mata yang siap keluar dari balik kelopak matanya.
_____

The ReasonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang