2. Mimpi Buruk

896 75 0
                                    

Malam berlalu dengan sunyi. Kamar Riri redup hanya dengan lampu tidur berbentuk bunga teratai di samping tempat tidurnya. Riri tertidur dengan pulas malam itu. Perlahan-lahan ia mengerutkan kening dalam tidurnya. Sebuah mimpi terlintas dalam tidurnya.

Riri berdiri sendirian di taman bunga didekat ayunan kayu. Ia sendirian mengagumi indahnya bunga yang bermekaran. Perlahan ia memperhatikan serbuk berwarna putih bertaburan di langit. Riri mencari ke segala arah darimana asalnya. Dan matanya berhenti mencari saat melihat tangannya sendiri. Tangannya lambat laun berubah menjadi serbuk putih yang menari-nari di angkasa bersama kelopak bunga. Riri terbelalak dan terus memperhatikan kejadian itu dengan ketakutan. Kini ia merasa kakinya mulai lemah, dan kakinya mulai berpencar menjadi serbuk putih sehingga Riri sekarang terjatuh. Ia menoleh kesegala arah mencari bantuan dan menemukan punggung yang dikenalnya. ia sedikit lega saat melihat seseorang yang dikenalnya dan mulai meneriakkan namanya terus menerus.

Riri kembali terbelalak. Ia terdiam untuk sesaat melihat bayangan orang yang dikenalnya itu kini sedang bersama orang lain. Lebih tepatnya, gadis lain. Tubuh Riri yang tersisa bergetar dan air matanya mengalir pelan. Sebelum seluruh tubuhnya hancur menjadi serbuk putih, ia kembali meneriakkan nama itu dengan suaranya yang mulai habis.

"Rian..!"

Riri terbangun dengan segera. Nafasnya tak teratur, keringat berjatuhan dari keningnya, dan air matanya terus mengalir walaupun ia telah terbangun. Ia terduduk. Ia terdiam menatap lurus kearah jendela yang tertutup tirai dihadapannya. Ia mengontrol nafasnya agar kembali normal. Riri buru-buru menyeka air mata dengan tangan kirinya lalu memperhatikan tangannya lagi. Sesaat kemudian ia sedikit bernafas lega.

Sebuah kilatan merah membekas dilengan kiri Riri disertai dengan ringisan kesakitannya. Tangan Riri bergetar dan ia buru-buru menyalakan lampu kamarnya. Kilatan itu kini hilang, dan Riri menghela napas lega. Ia lalu bersadar pada dinding disamping tempat tidurnya.

"Mimpi buruk." Gumamnya pelan.
______
Riri duduk dikursinya sembari menundukkan kepalanya. Dengan niat mengejutkan, Rian menepuk kedua pundak Riri. Namun, tak ada reaksi dari Riri. Riri menoleh dan tersenyum tipis.

"Sayangnya kejutanmu tak berhasil." Ucapnya. Rian mendengus kesal lalu duduk dikursinya sambil terus menatap Riri.

"Tumben, datang cepat?" Tanya Rian. "Aku menunggu didepan rumahmu tapi kata tetanggamu kau sudah pergi dari tadi."

Riri tertawa renyah.

Bel berbunyi dan pak Reza seperti bisa berteleportasi telah muncul di ambang pintu. Sontak semua anak segera duduk ditempatnya masing-masing.

"Hari ini saya minta tolong pada salah satu dari kalian untuk menuliskan peraturan ini di papan tulis ini. Ada yang berminat?"

Pertanyaan pak Reza hanya bisa dijawab dengan keheningan oleh kelas itu. Pak Reza menggigit bibir bawahnya. Ia lalu melirik ke arah Riri.

"Riri, berbaik hatikah kamu membantu saya?" Tanyanya dengan kalimat sopan dan bahasa yang lembut. Riri tak terkejut sedikitpun dan hanya bisa tersenyum sembari berdiri dari tempatnya lalu pergi menuju tempat pak Reza.

Riri mngambil spidol dari meja pak Reza lalu menuliskan peraturan dari kertas yang diberikan pak Reza kepadanya tadi. Pak Reza duduk dibangkunya sambil menata kertas miliknya yang sangat banyak. Sedangkan yang lainnya ada yang sibuk mencatat, tapi ada juga yang tetap mengobrol.

Riri berhenti menulis sesaat. Penglihatannya mulai buram. Ia sedikit ketakutan saat melihat halusinasi serbuk putih dalam penglihatannya yang mulai buyar. Seluruh tubuhnya melemas dan ketakutannya memuncak-Bagaimana jika tubuhnya hancur menjadi serbuk putih seperti mimpinya?

Tubuh Riri bergetar dan Rian menyadari hal itu. Hanya Rian lebih tepatnya. Walau ia sedikit ragu dan tak yakin, tapi Rian sudah bersiap dengan berdiri dari tempatnya. Seisi kelas dan pak Reza memeperhatikan wajah cemasnya itu dengan kebingungan.

Riri menjatuhkan spidolnya, dan tepat saat ia akan terjatuh Rian telah menangkap tubuhnya. Ketakutan Rian memuncak saat melihat wajah Riri yang pucat pasi. Benar-benar pucat. Baru kali ini ia melihatnya. Suasana ramah kelas, kini menjadi tegang dan hening.

Sebelum pak Reza selesai memberikan komandonya, Rian telah siap mengangkat tubuh Riri dan membawanya pergi ke UKS. Rian berjalan cepat dengan kecemasan yang amat sangat.

Ini pertama kalinya ia melihat Riri pingsan. Ini pertama kalinya ia melihat wajah Riri yang begitu pucat. Dan ini berarti ada keanehan yang amat sangat pada kejadian itu.

Rian menurunkan Riri diatas ranjng UKS diikuti suara panik guru kesehatan. Nafas Rian naik turun sembari menatap tubuh Riri yang terkulai lemas dengan cemas.

Dan keanehan yang lainnya adalah, untuk pertama kalinya ia sangat mencemaskan keadaan Riri.
_____

The ReasonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang