11. Alasan

812 68 2
                                    

"Kamu siapa?"

Gadis bermata merah itu mengeryitkan keningnya saat melihat Rian berdiri dihadapannya. Rian menelan ludah. Tidak. Itu jelas bukan Riri.

"Aku.."

"Apa kau mencari kakakku?" Tanyanya. Rian terdiam. Apa Riri punya adik?

"Rinia?" Rian mengangkat sebelah alisnya dengan ragu.

"Kak Rinia? Dia ada di taman yang lain. Sepertinya sedang membuat mahkota bunga." Jelasnya sambil mengayunkan ayunannya pelan. Rian mengangguk paham.

"Terima kasih banyak... putri?" Ucap Rian sedikit ragu, tapi gadis itu tersenyum.

"Sama-sama 'Manusia'" ujarnya. Rian terbelalak mendengarnya, sedangkan gadis itu tertawa.

"Kenapa juga kau harus kaget An? Kau harusnya tahu aku bisa membaca pikiranmu." Jelasnya. Rian mengangguk canggung. "Pergilah." Ujar gadis itu lagi. Rian lagi-lagi hanya mengangguk dan menuruti perkataannya. Entah kenapa.

Dengan rasa pegal dikakinya, Rian tetap melangkah walau tanpa semangat. Jalanan berbukit dan sedikit licin, walaupun udaranya hangat, tapi kalau seperti ini tak enak juga.

Rian kembali berhenti melihat taman lain di sana. Bunganya kali ini lebih tertata rapi dengan warna yang sangat beragam. Lagi-lagi Rian terpana melihat seorang gadis yang duduk ditengah-tengah taman itu. Nafasnya tercekat saat gadis itu tiba-tiba menoleh kepadanya dan tiba-tiba berdiri dengan canggungnya.

"Rian?" Gadis itu menatapnya dengan mata merah yang indah. Menatap Rian penuh rasa heran dan terkejut. Rambutnya panjang bergelombang berwarna pirang pucat. Sebuah mahkota bunga yang belum selesai terjatuh dari tangannya.

Sebuah air mata menetes dari mata kanan Rian. Mata Rian melebar saat tatapannya bertemu dengan Riri.

Kenapa aku menangis?

"Perlukah alasan?" Tanya Riri tiba-tiba. Rian terpengarah. "Saat kau menangisi seseorang yang kau sayangi, perlukah alasan?"

Pertanyaan itu membuat Rian terpana. Ia tahu Riri membaca pikirannya kali ini. Ia tak bisa berkata apa-apa. Air matanya terus mengalir bersamaan dengan tawa yang keluar dari bibirnya.

"Kau mmbuatku takut." Ujar Riri sedikit cemas tapi kemudian melangkah mendekati Rian.

"Kalau begitu kenapa mendekat?" Tanya Rian tersenyum tapi masih tetap dengan air mata yang mengalir membasahi pipinya.

"Kau butuh alasan?" Riri tersenyum sambil terus mendekat.

"Tidak." Jawab Rian sambil tersenyum. Riri berhenti tepat di hadapan Rian. Ia tak mengucapkan sepatah katapun.

"Kau tidak bertanya kenapa aku diam saja?" Riri tersenyum.

"Kenapa? Bukannya kamu sudah bisa membaca pikiranku?" Rian menghela nafas sejenak kemudian menatap Riri dengan sendu.

Suasana hening diantara mereka terjadi sangat lama. Tatapan mata Riri berubah. Menjadi warna semestinya.

"Ini tidak adil." Ujarnya. "Aku bisa membaca semua pikiranmu, tapi kau tidak."

Rian tersenyum dan hanya diam. Entah kenapa ia tak bisa mengucapkan sepatah katapun dihadapan gadis itu.

"Aku tidak bisa menangis." Ucap Riri. "Air mata peri Rune beracun bagi kami, tapi obat bagi manusia."

Riri menarik tangan Rian menuju taman bunga tadi. "Aku adalah anak kecil yang kau maksud. Aku tidak pernah menceritakannya padamu karena aku ingin kau menyadarinya." Tambah Riri lagi.

Mereka berdua duduk di tengah taman bunga sambil tetap tersenyum.

"Kapan kau akan kembali?" Tanya Rian tiba-tiba. Riri terdiam untuk sesaat tapi kemudian kembali tersenyum.

"Rakyatku... mencintaiku." Ujarnya. "Mereka tidak akan membiarkanku pergi begitu saja."

Rian tertegun tapi tidak mengatakan apapun.

"Tapi aku akan kembali." Katanya. "Karena ikatan kita belum putus. Aku akan kembali dan tetap berada disampingmu."

Rian tersenyum tipis.

"Tunggulah aku seperti kau menunggu ibumu datang untuk memelukmu, dan ayahmu datang untuk menjagamu."

"Tunggulah aku. Mungkin 5 tahun. Atau 10 tahun lagi. Hingga kekuatanku pulih dan rakyatku rela melepasku." Tambahnya.

"Selama itu?"

Riri memetik sebuah bunga berwarna putih untuk diletakkan di rambutnya.

"Kau bisa datang kemari... dengan diam-diam tentunya." Hibur Riri.

"Tunggulah aku."

Rian menatap mata Riri yang kemudian kembali memerah. "Beri aku alasan.. kenapa aku harus menunggumu?" Ujar Rian.

Riri terdiam. Ia menatap Rian lembut sambil tersenyum. "Kenapa nggak?" Riri tertawa kemudian karena mendengar perkataannya sendiri. Rian terpana mendengarnya, tapi kemudian ikut tertawa.

"Kalau kamu sendiri kenapa? Kenapa memintaku kembali?" Tanya Riri kemudian. Rian terdiam kemudian membuka mulutnya. "Jangan ikuti jawabanku." Sela Riri. Rian tersenyum.

"Karena aku.." Rian terdiam. Jawaban apa yang tepat? Dan jawaban apa yang ditunggu gadis yang ada didepannya?

Suara angin yang berhembus pelan membuat dedaunan saling bergesekan. Suara nya trtdengar jelas ditelinga mereka berdua. Lama kelamaan angin semakin kencang berhembus, membuat beberapa kelopak bunga melewati mereka.

Melihat sebuah kelopak merah tersangkut di kepala Riri membuat Rian tersenyum. Ia sudah tahu jawabannya. Dengan tangannya, Rian mengambil kelopak itu dari puncak kepala Riri.

"Karena aku mencintaimu... Rinia."

_____

*sabarlah menunggu wahai manusia. :3
Satu chapter lagi dan 'the end' >w<

The ReasonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang