Hari ke-7
Sejak bel istirahat berakhir, Sakura yang di panggil oleh rekan organisasinya tidak kunjung juga datang masuk ke dalam kelas sampai bel tanda pulang sekolah berdering. Di saat Haru tengah mengemas buku-bukunya, getaran ponselnya terasa di kantung celananya.
Ia membuka pesan yang muncul di layar ponselnya. Senyumnya mengembang saat melihat nama yang tertera di depannya. Sakura mengiriminya pesan.
Sakura
HaruSakura
Kau pulang duluan sajaSakura
Masih ada beberapa hal yang
harus aku kerjakan, aku akan pulang
larutHaru
Kalau begitu aku akan menunggumuGadis itu tidak membaca pesannya. Haru menunggu di dalam kelas. Ia duduk di bangku Sakura. Satu jam, dua jam, tiga jam. Waktu berlalu saat mata itu sudah tertutup dan alam bawah sadarnya yang berada di dunia mimpi.
Langit yang sudah gelap menyisakan lampu kelas yang menyala sebagai penerangan. Langkah pelan gadis itu membuka pintu coklat. Rasa penatnya terganti menjadi senyuman lembut saat melihat pemandangan yang tak ia duga.
Laki-laki yang kini ada di dalam jangkauan pandangannya tengah tertidur dengan damai. Tas milik laki-laki itu yang dijadikan bantal penopang kepalanya. Pasti sudah lama Haru menunggunya, hingga rasa kantuk menyerangnya.
Tangan Sakura menggoyangkan tubuh Haru pelan, mencoba membangunkan laki-laki itu. Perlahan kepala itu terangkat dan matanya yang mungkin terasa berat terbuka.
Sambil tersenyum Haru berkata, "Kerja bagus hari ini, Sakura."
"Terima kasih sudah menungguku."
"Bukan apa-apa. Dan ini—" Haru memberikan minuman isotonik yang sempat ia beli tadi. "Walaupun sudah tidak dingin."
"Tidak apa-apa, aku akan meminumnya."
Haru bangun dari duduknya dan menenteng tas Sakura di tangannya. Sakura malah kelabakan di tempat melihat Haru yang menenteng dua tas sekaligus.
"Eh, Haru?" Bingung Sakura.
"Kau pasti lelah, jadi biarkan aku membawakan tasmu." Ucapnya.
Mendengar perkataan Haru, seolah Sakura bisa bernapas lega. Mereka pun berjalan berdampingan di sepanjang koridor. Tangan Sakura yang ragu-ragu pun akhirnya memberanikan diri dan mendekap tangan Haru.
"Apa kita bisa mampir ke minimarket?" Pinta Sakura.
"Jika kau berkata seperti itu. Apa ada sesuatu yang kau inginkan?" Tanya Haru.
Sakura tersenyum girang, "Aku ingin makan cup ramen instant."
Haru dengan sama girangnya langsung menyetujui itu, "Terdengar enak, ayo makan!"
"Ayo ayo."
Dengan sepeda yang Haru bawa, ia membonceng Sakura di belakangnya pergi menuju minimarket terdekat. Angin malam yang berhembus kencang hari ini membuat Haru memberikan jaket miliknya untuk Sakura pakai. Bisa sakit, kata Haru yang waspada.
Sesampainya di minimarket, Sakura langsung mengambil mie yang ia idam-idamkan. Dengan senyum yang tak kunjung luntur dari wajahnya, ia memberikan mie nya pada Haru untuk di seduh.
"Kau duduk saja dulu, biar aku yang menyeduhnya." Suruh Haru yang di turuti oleh Sakura.
Tak sabar Sakura menunggu, ia menyempatkan dirinya untuk mengabari orang tuanya. Ia memoto sisi belakang Haru yang tengah menyeduh mie dan mengirimkannya pada Ibunya agar beliau tidak khawatir.
Tak lama kemudian Haru pun datang dengan ke dua tangannya yang penuh akan mie dan, "Onigiri?" Heran Sakura.
"Jika makan cup ramen, tidak sempurna tanpa onigiri." Ujar Haru menjelaskan.
Laki-laki itu membelah dua sumpit kayu dan memberikannya pada Sakura, disusul oleh cup ramen yang sudah siap makan. Haru juga membukakan bungkus onigiri milik Sakura dan menaruhnya di samping minuman cup ramennya.
Sakura mengamati cara makan Haru yang sedikit asing untuknya. Laki-laki itu mencelupkan onigiri masuk ke dalam cup ramen dan mengaduknya bersamaan. Sakura yang penasaran mengikuti cara Haru.
Setelah selesai di aduk Sakura mulai melahap ramen dengan onigiri. Matanya membelalak kaget saat perpaduan rasa ramen dan onigiri yang secara mengejutkan memiliki rasa yang sangat enak.
Ia menutup mulutnya tak percaya, "Haru ini sangat enak, kau jenius!"
"Enak kan. Aku malah terkejut kau tidak tahu kombinasi surgawi ini. Tapi tidak apa, aku akan mengajarkan lebih banyak hal yang menarik padamu." Guru Haru mencoba mengajarkan anak muridnya yang polos itu berbagai hal.
"Contohnya?"
"Contohnya, sebentar—" Haru pergi untuk beberapa saat dan kembali dengan dua botol minuman dan sebotol es batu.
Sakura menyernyitkan dahitnya tidak mengerti, sampai Haru mulai mencampurkan minuman susu fermentasi dengan jus anggur ke dalam botol berisi es batu dan mengaduknya rata. Lalu menyodorkannya pada Sakura.
"—cobalah ini."
Sakura mengambil minuman yang sudah Haru racik dan meminumnya. Rasa manis dan segar menghiasi indra perasa Sakura. Minuman ini terasa sangat menyegarkan.
"Aku menyukainya!" Pekik Sakura. "Haru tahu banyak soal ini ya."
"Besok aku akan mengajarkan hal baru lainnya padamu. Dan ya, apa kau sudah menghubungi orang tuamu?" Tanya Haru sambil menyedot minumannya.
"Sudah, tadi aku mengirimkan pesan."
"Baguslah kalau begitu. Baiklah sekarang—" Haru mengeluarkan ponselnya. "Waktunya vlog harian!"
Mengambil vlog harian sudah menjadi rutinitas baru bagi Haru. Setiap harinya ia pasti merekam sesuatu yang mereka lakukan bersama. Sakura pun perlahan ikut antusias setiap Haru merekam keseharian mereka.
"Jadi hari ini, Sakura Eito mencoba trik makanan baru. Bagaimana pendapat anda?" Tanya Haru sambil menyorot Sakura dengan kameranya.
"Rasanya sangat enak! Ternyata Haru Yoichi memang juara!" Sakura mengacungkan jempolnya ke arah kamera sambil tertawa.
"Haru Yoichi memang pasangan yang sempurna bukan?" Kata Haru dengan kepercayaan diri yanh tinggi. Ia mempelajarinya dari Koji.
"Begitu juga Sakura Eito." Balas Sakura yang tak mau kalah.
"Sakura Eito memang terbaik!"
Mereka menghabiskan waktu bersama dengan canda tawa. Membuat Sakura lupa dengan banyaknya obat pahit yang ia telan dan selalu ia bawa bersamanya. Tapi di malam yang sama, lilitan dari tali kencang itu kembali terasa.
Di saat semua terlelap tidur, Sakura bersusah payah menjangkau tombol alarm di samping tempat tidurnya. Sambil terus meremas dadanya sesak, kedua orang tuanya dengan cekatan menyamperi Sakura sedetik setelah alarm darurat berbunyi.
Ibunya memberikan alat bantu pernapasan pada Sakura. Khawatir, panik, ketakutan. Jika mereka telat sedetik saja, nyawa anak gadis mereka bisa tak terselamatkan. Ketika napas Sakura kembali normal, wanita paruh baya itu memeluk erat putrinya seperti tidak akan pernah melepaskannya.
Air matanya menetes di saat Sakura yang lemas berada di pelukan sang ibu. Samar-samar gadis itu mengatakan, "Ibu aku baik-baik saja."
Jikalau Sakura tahu kalau kata-kata itu sangatlah menyayat hati kedua orang tuanya yang mendengar ucapannya. Sambil mengusap pelan tulang punggung gadis itu yang semakin terasa, Ibu Sakura mencoba mengukir senyum.
"Iya, kau baik-baik saja."
—————————————
Terima kasih sudah membaca
Tolong vote dan komen ya
I hope u like dis chapter
♡♡♡
KAMU SEDANG MEMBACA
Gadis Bunga Sakura
Fiksi RemajaKisah ini bermula saat salju yang mulai meleleh karena teriknya matahari menyambut para tumbuhan yang mulai menunjukkan ragam warnanya. Musim semi-nya datang tatkala netra hitam lekat itu memandang lurus kearahnya. Memberikan semacam aliran kejut y...