[01 Maret 2020/ 🌸The beginning of Spring]
Hari itu adalah hari pertama di musim semi.
Dimana musim semi yang juga merupakan tahun ajaran baru dimulai dengan para siswa yang tengah berkumpul di lapangan sepak bola, berlarian kesana kemari.
Kami tengah berlatih untuk kejuaraan sepak bola yang akan datang di awal musim panas, bersama pelatih Nic yang telah melatih tim kami sejak awal.
Tim sepak bola di sekolah kami tidak pernah sekalipun menang di kejuaraan, bahkan masuk kualifikasi-pun tak pernah. Orang-orang bilang bahwa tim sepakbola kami terlalu lemah, seberapapun kami berusaha untuk merubah pandangan orang-orang , hal itu tidak pernah berubah.
Bahkan Pelatih Nic pun nampaknya sudah hampir putus asa memimpin tim kami. Bayangkan saja, tim sepak bola ini sudah berdiri selama setahun penuh, walaupun beberapa anggota tim baru bergabung di kelas sebelas.
Latihan di pagi hari, latihan di sore hari sepulang sekolah yang dilaksanakan hampir setiap hari-walaupun banyak anggota tim yang terkadang membolos termasuk aku.
Terkadang aku kasihan melihat pelatih Nic yang usianya sudah tak muda lagi itu tak henti-henti meneriaki kami saat kami tak bermain dengan baik dan mengomeli kami saat kami bolos latihan.
Hingga suatu hari pada musim semi kelas sebelas.
Seorang murid laki-laki kutu buku bergabung dengan tim sepakbola kami.
🌸🌸🌸
[10 Maret 2020/ 🌸 New Kid]
"Solar pass!!"
Aku yang tengah menggiring bola yang baru saja kurebut dari pihak lawan , tersentak mendengar panggilannya.
Tak membuang waktu, aku mengoper bola itu padanya dan ia berlari dengan kecepatan penuh dengan bola di kakinya kea rah gawang lawan.
Seolah tak ada yang bisa menghalanginya, kejaran dari tim lawan seakan tidak bisa sedikitpun mengganggu konsentrasinya. Ia berlari hingga di posisi dimana ia langsung menembak gol dengan kaki kurusnya itu.
Seluruh anggota tim kami bersorak, pelatih Nic dan aku hanya diam membantu seolah tak percaya dengan apa yang terjadi barusan.
Sebegitu lemahnya tim sepak bola kami hingga kami bahkan tak pernah menang saat kami melakukan pertandingan persahabatan dengan tim lawan seperti yang kami lakukan pada hari ini. Padahal pertandingan persahabatan itu hanya seperti latihan biasa saja.
Namun sejak ia datang , tim kami seperti menjadi tim yang jauh lebih kuat dari sebelumnya.
Aku hanya memandanginya yang kini tengah dikerubuti oleh anggota tim lainnya, mereka saling bercanda dan berpelukan satu sama lain seolah mereka baru memenangan piala dunia. Kuteguk air botolan yang sedari tadi kupegang dengan perasaan campur aduk.
Tentunya aku senang dengan kemenangan kami , namun.. jauh didalamku aku merasa tidak nyaman.
Bahkan aku tak merasa begini saat tim kami kalah dalam pertandingan.Aku terlalu larut dalam pikiranku hingga tak menyadari bahwa anak itu telah beranjak dan turut duduk di kursi panjang tempatku duduk tadi. Ia duduk tak jauh dariku, menyeka keringatnya dengan handuk kecil yang dibawanya.
Kepalaku diam-diam menengok dan melihat ke arahnya. Memperhatikannya dari ujung kepala hingga ujung kaki.
Namanya Halilintar. Ia anak baru yang baru masuk sekolah kami pada awal musim semi kelas sebelas.
Sungguh terlambat bagi seorang murid untuk masuk pada pertengahan tingkat. Yang aku dengar orang tuanya dipindah tugas dari kota lain, karena itulah ia harus pindah ke sekolah kami pada kelas sebelas.
Awalnya aku tak pernah memperhatikannya. Ia anak yang aneh, dan tak mencolok sama sekali.
Sejak kedatangannya, ia selalu duduk di kursi paling belakang di pojok ruangan kelas. Ia tak mau bergaul, tak pernah berbicara dengan siapapun, setiap hari hanya duduk disana sembari membaca buku dan ia selalu memakai earphone di telinganya.
Ia anak yang pendiam, hampir tidak pernah berbicara selain dengan guru. Tak ada yang berani mendekatinya, atau sekedar malas untuk mendekatinya.
Wajahnya manis, mungkin itu satu-satunya kesan positif yang ku-punya tentang dirinya.
Jujur hal ini sangat mengejutkan, ia selalu dipandang pendiam dan kutu buku tiba-tiba saja mendaftar untuk bergabung dengan tim sepak bola kami.
Membaca buku dan bermain bola? Sungguh perbedaan yang sangat besar bukan?
Dan yang lebih mengejutkan lagi, ia ternyata anak yang ramah dan cukup mudah bergaul, berbeda 180 derajat dengan saat ia berada didalam kelas.
Sejak ia masuk ke tim sepak bola kami, tiba-tiba saja ia memiliki banyak teman. Lebih tepatnya, hampir seluruh anggota tim kami mengagumi kemampuannya. Siapa yang tidak ingin berteman dengan seorang jagoan? Well-mungkin hanya aku seorang yang tak tertarik.
Aku memang tidak pandai bergaul. Temanku tak banyak, kebanyakan hanyalah teman sekelas yang mengobrol denganku sekali-kali.
Sahabat dekatku hanya dua orang , Taufan dan Thorn sang upin ipin sekolah. Karena mereka notabenenya adalah anak kembar tak terpisahkan, jadi rasanya seperti berteman dengan satu orang saja.
Memiliki satu sahabat dekat saja sudah cukup bagiku, namun persetan dengan itu. Si kembar itu malah sekarang menempel pada Halilintar.
Alasannya? Katanya mereka mengagumi kemampuannya yang jago dan ingin belajar lebih banyak. Tapi yang kulihat mereka tidak pernah berlatih bersama dan hanya menghabiskan waktu mengobrol atau bercanda ria.
Aku sendiri tak pernah berbicara dengannya di luar topik latihan sepak bola, sejujurnya aku enggan. Mungkin bisa dibilang aku sedikit tidak menyukainya karena dia mengambil semua perhatian orang-orang termasuk sahabatku sendiri. Namun apa mau dikata , pada kenyataannya ia memang pantas menerima perhatian itu.
Hal lain yang membuatku tak habis pikir adalah kemahirannya dalam bermain sepak bola.
Ia memang mengaku sering bermain sepak bola dengan ayahnya sejak kecil, namun cara bermainnya persis seperti pemain professional.
Keahliannya membuat pelatih Nic yang pertama mengetesnya terkagum-kagum. Bahkan di pertandingan pertama kami bersamanya sebagai anggota baru , kami berhasil mencetak kemenangan untuk yang pertama kalinya.
Keajaiban.. ia bagaikan keajaiban yang muncul secara tiba-tiba.
To be continued.
KAMU SEDANG MEMBACA
Starly Project 2nd : ℝ𝕖𝕕𝕒𝕞𝕒𝕟𝕔𝕪 (Solar x Halilintar) [✔END]
Romance"Solar, perpisahan itu pasti ada. Tak ada yang bisa dilakukan selain menunggu waktu itu tiba.. karena itu, kumohon jangan mencintaiku" "Hali, kamu lupa satu hal. Perpisahan akan selalu ada, tapi kalau bisa memilih..aku ingin menghindari perpisahan...