7.

343 23 6
                                    

Saat ini, Isla sedang berjalan-jalan di taman kota London. Berdiam diri di hotel membuatnya bosan. Sedangkan Luca, pria itu sedang meeting sejak pagi hingga tadi sebelum ia memutuskan jalan-jalan pun belum juga ada tanda-tanda akan pulang. Pandangan matanya menangkap sebuah mobil es krim, sontak saja Isla berbinar. Isla menatap ke kana dan kiri, di rasa sudah aman ia mulai berjalan menyebrangi jalan.

"Aku ingin es krim rasa vanila dan matcha," ujar Isla dengan tingkah lucunya, sangat menggemaskan. "Untuk topingnya, aku ingin choco chip dan keju."

"Delapan dolar, Nona."

Isla lalu memberikan lembaran uang delapan dolar dan tidak lupa mengucapkan terima kasih pada si penjual. Setelah mendapatkan es krim yang diinginkan, Isla memutuskan mencari sebuah kursi untuk dirinya duduk. Ia sangat menikmati es krimnya, lelah berjalan-jalan membuat kakinya pegal apalagi sekarang sedang mengandung meskipun perutnya belum besar. Jadi, saat memasukkan es krim ke dalam mulutnya lalu lelehan es itu menyentuh tenggorokan sangat menyegarkan. Isla mendesah, merasa rasa lelahnya hilang begitu saja. Lalu, pandangannya melirik ke arah tempat es krimnya yang tersisa sedikit lagi.

Sekarang sudah mulai gelap dan malam menunjukkan pukul delapan. Tidak terasa ya, Isla duduk bersantai cukup lama di sini. Tadi juga ia sudah membeli es krim untuk kedua kalinya dengan rasa yang berbeda, vanila dan stroberi dengan toping potongan buah kiwi dan stroberi. Isla beranjak dari duduknya, dan berniat akan pulang. Karena jarak hotel dengan taman kota tidak terlalu jauh, Isla memutuskan untuk kembali dengan jalan kaki seperti saat berangkat tadi.

Namun, saat berada dalam perjalanan Isla dikejutkan oleh beberapa pria yang tiba-tiba datang menghampirinya. “Hei, Nona. Sendiri saja?”

Isla hanya diam dan memilih untuk mengabaikan, tapi saat ia bergerak untuk kembali jalan salah satu dari mereka mencekal pergelangan tangannya membuat Isla terkejut sekaligus takut. Tiga pria yang mengelilinginya itu terlihat menyeramkan dengan tubuh besarnya. Isla juga menatap sekeliling yang terlihat sepi, hanya beberapa pejalan kaki dan mobil yang lalu lalang pun bisa dihitung menggunakan jari.

Lalu tanpa banyak bicara, salah satu dari mereka menarik pergelangan tangan Isla, membawanya menuju sebuah gang yang terlihat gelap. Isla memberontak dan berteriak tapi tidak ada tanda-tanda ada orang yang akan menolongnya. “Lepaskan aku, brengsek!”

Pria yang tadi menarik tangan Isla, kini menghempaskannya dengan kasar membuat tubuhnya terhuyung. “Kau terlihat sangat cantik dan cukup menggoda, Nona. Bisakah kita bermain sebentar saja secara bergilir?” ujar salah satu di antara ketiganya dengan senyum miring di wajahnya yang terlihat menyeramkan.

Isla menatap pria itu dengan tajam, merasa marah dengan kalimatnya yang sangat rendahan. Meskipun di dalam hatinya ia merasa takut, tapi Isla tidak boleh memperlihatkan itu. “Jangan macam-macam padaku! Suamiku akan melaporkan kalian dan tidak akan mengampuni kalian semua!”

Mendengar kalimat Isla, bukannya membuat mereka merasa takut justru malah tertawa lepas. Menganggap jika kalimat Isla hanya lelucon saja. “Suami? Kau tidak terlihat seperti seorang wanita yang sudah menikah, Nona.”

Tanpa aba-aba, salah satu dari mereka berjalan mendekat dan refleks Isla berjalan mundur menatap dengan was-was hingga tubuhnya membentur sebuah tembok. Di bawah pencahayaan yang minim, Isla dapat melihat pria di depannya tersenyum miring menatapnya seakan menelanjangi tubuhnya. Isla menggeleng kuat saat tangan kotor pria itu sudah menyentuh bahunya.

Rasanya Isla ingin menangis, apalagi dirinya memakai dress selutut dengan model lengan bertali spagetti yang ditutupinya dengan sebuah kardigan rajut. Sekali hentakan, pria itu sudah menarik kardigannya dengan kasar, membuat bahu mulusnya terekspos. “Singkirkan tangan kotormu itu, brengsek!” seru Isla saat tangan itu mengusap bahunya.

“Bahumu sangat mulus, Nona,” gumamnya. Dengan nakalnya tangan kanan pria itu menelisik masuk ke dalam dress Isla, mengusap paha mulus gadis itu.

Saat Isla akan menampar pria di hadapannya, kedua pria yang ada di belakang temannya yang sedang beraksi ini langsung saja memegangi kedua tangan Isla, membuat Isla tidak bisa memberontak. “Kau tidak bisa memberontak, Nona,” bisiknya dengan nada mengerikan.

Saat tangan itu mulai menyentuh kewanitaannya dan bermain di sana—Isla menggelengkan kepalanya, air matanya meluruh. “Kumohon hentikan,” gumamnya melirih.

Pria itu terus bermain, mengabaikan tangisan dan kalimat Isla yang terus memohon. Bahkan hingga pria itu sukses mencium bibirnya, melumatnya dengan beringas, saat Isla mencoba untuk menutup bibirnya dengan rapat pria itu tidak segan-segan menampar pipinya hingga terdengar nyaring. Sungguh, Isla tidak tau harus bagaimana. Genggaman kedua pria pada pergelangan tangannya begitu erat, sedangkan pria di hadapannya tidak memberikan ruang untuk Isla bergerak sedikit pun.

Harapannya hanya satu, keajaiban datang dengan Luca datang menolongnya. Sebelum semuanya benar-benar hancur.

























Tetap update meskipun pembacanya pada kabur, wkwkwk.


18 Januari 2022

Sexy DevilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang