03. Mempermalukan Rania

23 3 1
                                    


•••

Rania sedang berkutik dengan layar komputer di depannya. Sesaat Vano berbisik ke telinganya.

"Buna … Ano main sana yaa …," tunjuknya ke luar pintu lantai para staf.

Rania mengangguk. "Boleh, tapi jangan lupa pesan Buna, jangan nakal, jangan duduk di kursi yang lebar itu, ya," ucap Rania memberi pengertian. Bahwasanya, ada beberapa tempat yang tidak boleh diduduki sembarang orang karena itu untuk kursi VIP.

Vano menganggukkan kepalanya, lalu berlari sambil membawa mobil mainan dan pesawat mainannya. Di gedung yang sama, Jihan membawa keponakannya untuk bertemu dengan Raihan. Jihan membawa tiga keponakan laki-lakinya ke perusahaan tersebut. Raihan pun menyambut kedatangan mereka. Bukankah hari yang menyenangkan bagi Raihan saat ini?

Raihan membawa ketiga keponakan Jihan untuk menonton di ruangan VIP. Ya, benar, ruangan yang dimaksud Rania pada Vano adalah ruangan itu. Disana, para keponakan Jihan menonton tv sambil duduk di atas kursi mewah, kaki mereka juga dibaluti selimut bulu tebal, mengingat sekarang sedang musim dingin. Mereka memutar film spongebob.

Vano kecil juga ikut menonton, tetapi dari luar saja, dari balik dinding yang bahannya terbuat dari kaca. Karena mengingat perkataan bunanya, bahwasanya dia tidak boleh masuk kesana atau hanya sekedar duduk di kursi mewah tersebut. Vano pikir, menonton saja tidak apa, kan? Kan tidak duduk disana. Anak laki-laki itu berjongkok dan matanya tidak lepas dari tv. Sebabnya? Film spongebob adalah film kesukaannya.

Raihan juga memberikan banyak makanan enak dan minuman hangat kesukaan para keponakan Jihan itu. Sungguh, calon suami yang baik untuk Jihan. Miris, bukan? Tidak. Itu adalah sebuah kasta. Bukankah kasta Rania sangat rendah dari Raihan? Sangat tidak pantas jika putranya ikut bergabung di dalam sana. Sudah sangat pas jika hanya berjongkok diluar, namanya menumpang, haha.

Vano itu sangat asik menonton, sampai lupa jika ada orang yang memperhatikannya. Sesekali, Vano menggaruk lengannya karena gatal. Benar saja, dia berjongkoknya di dekat tanaman hias, tanaman tersebut menyentuh tangannya dan membuat gatal. Siapa yang memperhatikan Vano? Raihan. Laki-laki itu mengernyitkan dahinya melihat Vano disana. Hey Raihan, jika benci ibunya maka jangan benci anaknya. Anak kecil terlahir suci dan polos. Jika ibunya punya banyak dosa, bukan berarti anak itu ikut menampung dosa ibunya.

Raihan keluar dan berdiri di depan pintu, membuat Vano menoleh pada Raihan. Mata kecilnya beradu pandang dengan Raihan, ada getaran aneh yang menimpa jantung pria itu. "Sedang apa kau disitu?" tanya Raihan dengan wajah galaknya.

Vano menunduk dan memberi hormat, ia meniru bunanya yang selalu membungkukkan badan jika bertemu orang. "Noton pombob," ucapnya sangat polos. Manusia mana pun akan menghangat mendengar pernyataan anak polos ini, sangat imut dan manis.

"Lalu, Kenapa kau berjongkok disitu? Apa kau tidak punya tv di rumah?"

"Ada. Tapi, Ano lagi ikut Buna kelja. Jadi tidak membawa tv," jawabnya lagi dengan sangat lugu.

"Kau ini anak nakal, ya?"

Vano menggelengkan kepalanya. "Tidak … Ano t-tidak nakal …," jawabnya dengan mata yang berkaca-kaca. Kini, tangannya bergerak memeluk mobil dan pesawat mainannya erat-erat.

𝐓𝐡𝐞 𝐓𝐫𝐮𝐭𝐡 𝐔𝐧𝐭𝐨𝐥𝐝 | 𝐊𝐒𝐉Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang