Bukan Tangisan Kebahagian

27 1 0
                                    

"SAH..!!'

Setelah penghulu membaca doa dan memberikan nasihat perkawinan, Biru dan Sea menandatangi dokumen sebagai syarat sah nya pernikahan, tidak seperti pasangan baru pada umumnya, tidak ada raut wajah bahagia dari keduanya, wajah pengantin pria terlihat datar dan dingin sedangkan pengantin wanita menyiratkan raut kesedihan

Kilauan Blitz kamera dari ponsel Yudha yang mengabadikan moment ketika sepasang pengantin mengangkat buku nikah yang sudah ditanda tangani tanpa ukiran senyuman pada bibir keduanya

Irawan memberikan kotak kecil berlapis beludru hitam yang berisi cincin pernikahan kepada Biru untuk disematkan di jari manis Sea yang kini menjadi istrinya

Biru meraih jemari lembut Sea yang terasa dingin, secara bergantian Sea pun meraih tangan Biru untuk ia sematkan cincin, lalu mencium punggung tangan Biru dengan takzim, Biru terkesiap ketika benda lembut nan kenyal menempel di kulit tangannya, sesaat dirinya mematung ketika Sea melepaskan tangannya lalu mendongak hingga akhirnya tatapan mereka bertemu

Biru bergeming ketika penghulu menggodanya untuk mencium kening Sea, kentara sekali jika ia enggan melakukannya, Sea menatap wajah lelaki yang kini menjadi suaminya, aura dingin terpancar dari wajah Biru, Sea tersenyum getir dalam hati, lalu melirik pada Irawan yang terlihat kecewa, Irawan tahu jika Biru terpaksa menerima pernikahan nya dengan Sea, dalam hati nya berharap semoga seiring berjalannya waktu akan timbul benih-benih cinta diantara keduanya, Biru bisa menerima Sea sebagai istrinya begitu juga sebaliknya

Sea bangkit dari duduknya mendekati Irawan, lalu meraih tangan pria paruh baya yang masih gagah di usianya untuk ia cium punggung tangannya, suasana seketika menjadi haru ketika Sea menangis memeluk pria yang telah banyak membantunya, bukan tangisan kebahagiaan melainkan tangisan kesedihan, menikah dengan orang yang tidak dicintainya, menikah tanpa didampingi orang tua, dan  rasa bersalah menyelusup didalam hati Sea mengingat ia telah berbohong pada orang-orang yang menjadi saksi pernikahan nya dan rasa  berdosa karena menganjurkan pada Biru untuk menikah dengannya hanya satu tahun, ingin rasanya dia menarik ucapannya, bagaimana mungkin dia akan membiarkan Biru yang sudah berstatus suaminya, berbuat dosa karena tidak bisa menjalankan kewajibannya sebagai suami

Maafin Sea Om” lirih sea dalam hati

“Jangan menangis, papa doakan semoga pernikahan kalian Langgeng hingga maut memisahkan, Sea...papa minta kamu bersabar menghadapi putra papa, dampingilah dia dalam suka maupun duka, dan kamu biru.."

Biru ikut menghampiri sang papa, Sea melebarkan jarak agar Biru bisa memeluk papa nya

"Mulai sekarang Sea adalah tanggung jawab kamu, papa berharap kalian bisa saling mencintai jangan pernah kamu menyakiti hatinya, dan ingat pesan papa, jangan pernah membawa Viona masuk kedalam rumah”

Deg

Viona, benarkah dia pacarnya?” batin Sea, rasa bersalah timbul dihati nya, karena menjadi duri dalam daging akan hubungan Biru dengan kekasihnya

“Sea, jangan pikirkan Rea, papa yang akan bertanggung jawab mengurus pengobatannya jika perlu papa akan membawanya kembali berobat ke Singapura”

“Rea!”

Sea teringat dengan Rea, lalu mendekat pada ranjang tempat Rea terbaring

"Rea" panggil Sea pelan, namun tidak ada jawaban

"Rea" panggilnya lagi dengan suara tercekat, tetap tidak ada jawaban

"Rea, kamu tidur ya?"

"Bangun Rea"

"Reaa...."

"Dokter, ke-kenapa Rea diam saja?"

Dokter Elvan bangkit dari kursinya dan langsung memeriksa kondisi Rea. Dipegangnya pergelangan tangan Rea, lalu mendekatkan dua jarinya pada hidung, dan beralih mengecek pupil mata Rea dengan menggunakan penlight

The Blue SeaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang