Serpihan Lara

19 2 0
                                    


Sea memegang puncak kepalanya, wajahnya mendongak dengan satu tangan lagi menengadah Ke atas

“gerimis” gumamnya

Mengedarkan pandangannya ke sekitar area pemakaman, sepi, hanya ada dua orang laki-laki yang juga ingin meninggalkan area pemakaman tersebut

Sea kembali melihat gundukan tanah merah di depannya, lalu pandangannya beralih pada dua makam lainnya yang berada tidak jauh dari makam Rea

"Ayah ibu, apakah ini hukuman untukku, dengan membawa Rea bersama kalian dan meninggalkan ku sendirian"  Sea mengusap kasar air mata yang sudah membasahi pipi nya, lalu kembali melihat pada gundukan tanah merah didepannya

“Rea, aku pamit, aku janji aku akan bahagia, walaupun aku tidak tahu bagaimana caranya bahagia tanpa kamu” Sea menarik nafas dalam meringankan rasa sesak yang masih terasa berat di dadanya, lalu menghembuskannya perlahan, kemudian berdiri dan menyeret langkahnya meninggalkan pusara Rea, sesekali ia menoleh ke belakang, hujan semakin deras namun sama sekali sea tidak mempercepat langkahnya, berharap hujan menyamarkan air mata yang turun dikedua pipinya.

Didalam hatinya tersenyum getir, mengingat hidupnya yang tragis, sejak remaja menjadi yatim piatu, diusir dari rumah mereka sendiri, pacarnya berselingkuh dengan anak saudara tiri Ayahnya, pernikahannya bertepatan dengan kematian saudara satu-satunya,  dan kini laki-laki yang baru saja menjadi suaminya justru meninggalkannya sendirian di pemakaman

Tercetus keinginannya untuk mencari kebahagiaan sendiri, mungkin nanti setelah lulus kuliah, bercerai  dengan Biru dan mendapat pekerjaan yang lebih baik

"Cerai?"

Apakah setelah ini Biru akan menceraikannya, karena memang sudah tidak ada alasan untuk melanjutkan pernikahannya, karena satu-satunya alasan menikah yaitu kesembuhan Rea sedangkan kini Rea sudah tidak ada, tapi bagaimana dengan Irawan Samudera?, Sea tidak ingin menyakiti pria paruh baya yang telah banyak membantunya

Sea mengesah, teringat jika dia tidak sempat membawa apapun sejak meninggalkan rumah sakit, beruntung suster Alma mengingatkan nya untuk mengganti pakaiannya, jika tidak mungkin akan terlihat aneh melihat perempuan berjalan di area pemakaman memakai kebaya lengkap dengan sanggul dan untaian melati berjalan di bawah hujan dengan riasan yang pasti sudah acak-acakan

“Gimana pulangnya, tas pake ketinggalan dirumah sakit” keluhnya

Sea terus berjalan sampai didepan pintu pagar pemakaman, hujan mulai reda, Sea akhirnya memutuskan naik ojek untuk sampai ke kosan tempat tinggalnya beberapa tahun ini

Beruntung ketika sampai didepan kosan, Pak Agus satpam yang menjaga kosan sedang berada di depan pagar, dengan malu-malu Sea pun meminjam uang untuk membayar ojek dengan alasan tasnya ketinggalan dirumah sakit

Pak Agus yang mengetahui bahwa Sea baru saja kehilangan saudara kembarnya pun memaklumi, dan membayar ongkos ojek dan mengatakan jika sea tidak perlu menggantinya

Setelah bicara sebentar dengan Pak Agus dan mengucapkan terima kasih Sea pun masuk kedalam kamarnya
Setelah membersihkan badan, Sea merebahkan tubuhnya di atas ranjang, tangannya meraih bingkai foto yang ada di atas nakas, matanya memanas menatap sedih foto keluarganya

“Kenapa kalian tinggalin Sea sendirian?” benaknya lirih

Kilasan orang-orang yang disayangi melintas dikepalanya, lingkaran kesedihan datang mendera mencabik-cabik hati hingga tubuhnya gemetar, terkungkung dalam kesendirian ditinggalkan oleh orang-orang tersayang, satu persatu orang yang disayanginya terenggut oleh kematian.

Sea tersenyum getir mengingat Biru yang meninggalkannya di pemakaman. Sea melihat ketika biru berjalan pelan sambil menjawab telpon, Sea pikir Biru akan menunggunya ternyata laki laki yang baru menikahinya beberapa jam yang lalu berjalan menjauh dan tidak melihat ke belakang lagi

The Blue SeaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang