"Aduh, kemeja elu tuh."
Refleks, Anyay, dengan muka tampak prihatin, coba membenarkan kemeja gue yang kancing paling atasnya raib.
Drama gue pagi ini, dibintangi Wage yang protes berat harus diam di kamar. Dia bilang gimana mau cari cara supaya gue bisa balik normal, kalau gue pun enggak ada di samping dia. Ih, kucing kok posesif sama gue. Kalau cewek beneran, gue masih ada rasa-rasa senang. Ini bulu semua sebadan-badan.
"Mesti pake peniti ini sih, Ry. Aduh, aurat elu ntar keliatan."
Anyay masih memegangi bagian atas kemeja gue. Ada sugesti enggak enak, waktu Anyay berbuat tidak senonoh seperti itu. Dan dengan halus gue nolak bantuan Anyay, karena pagi-pagi begini kita bak pasangan telur setengah matang.
"Nyay, lo udah baek nganterin gue ke kantor, jangan bikin lo ntar diputusin sama cewek lo, gara-gara masalah kemeja," bisik gue sambil ngasiin helm half face warna oranye gonjreng gambar Tweety.
Gimana orang-orang enggak mikir negatif lihat gue dengan helm feminim, muka ganteng, kulit putih, berboncengan dengan Anyay yang bodinya gede, rambut keriting, muka pas-pasan?
Kan enggak mungkin mereka mikir bak cerita Timun Mas.
Untungnya, pagi ini koneksi Anyay cukup kuat, mungkin gara-gara ditraktir bubur ayam sama gue, yang baru aja dia makan. Dia ngangguk patuh, trus pamitan. Sempat dia curhat colongan, mau antar ceweknya ke kantor. Malu katanya, cewek dia udah gawe, dia masih keukeuh berkutat di bangku kuliah. Ujung-ujungnya setelah curhat, Anyay bilang, kalau gue ada perlu apa-apa chat aja.
Misalkan gue perlu kolor (ya... kita kan enggak pernah tahu), dia mau anterin kagak, ya?
Gue pun masuk ke kantor Poshpassion, setelah berbubay-bubay ria dengan Anyay. Jantung gue deg-degan banget, telapak tangan aja sampai basah gara-gara keringetan. Ini hari pertama gue kerja, tapi enggak tahu kenapa hari ini benar-benar bikin gue mumet.
Iya, iya... masalah Wage. Itu pertama.
Setelah insiden pertengkaran dengan Wage (udah enggak usah dibayangin), dan kemeja gue jadi korban, mood gue mulai drop. Gue udah males ganti kemeja lain. Mendadak kemeja motif kotak-kotak yang kebanyakan di lemari, ogah gue pakai. Diliat-liat kayak potongan sarung.
Wage pun gue ancam, dan akhirnya dia bisa lebih tenang. Ancamannya udah jelas, Mbak Pia the Kucing Slayer. Gue ingatkan lagi, cerita semalam soal Mbak Pia. Cerita-cerita horor yang paling mengerikan buat standar kucing. Wage jiper, dia enggak mau nasibnya harus berakhir di tangan seorang janda muda barbar. Seperti kucing-kucing lain.
Gue udah enggak peduli mau ganti kemeja. Dan baru sadar barusan, harusnya ganti aja. Karena dada gue terekspos ke mana-mana. Mending kalau dadanya kelihatan maskulin. Lah ini yang kelihatannya garis-garis tulang rusuk. Aduh, gue sampai enggak sadar separah ini.
Lalu masalah yang kedua. Makhluk bernama Mbak Pia.
Kalau Anyay bukan tipikal cowok setia dan rela bangun pagi demi mengantar sang kekasih, gue bakal berakhir diantar Mbak Pia. Sempat kaget juga waktu keluar rumah, Mbak Pia udah mejeng di depan, sambil naik motor.
Dia bilang mau ke pasar, tapi maksa pingin antar gue ke kantor, alasannya, biar tahu aja, nanti kalau ada apa-apa, dia bisa datang ke kantor.
Kenapa gak telpon aja ya, kalau ada urusan darurat? Telpon siapa kek, ambulan kek, polisi kek, jangan gue!
Di situ gue udah enggak bisa berkata-kata atau ngeluarin jurus apa pun.
Untungnya Anyay pas banget keluar rumah, trus dia bilang sama Mbak Pia udah janji mau antar gue ke kantor. Meski kelihatan kesal, Mbak Pia mengalah. Tapi gue yakin, dia itu pantang menyerah.
KAMU SEDANG MEMBACA
CONARY
HumorSudah dilanjutkan di fizzo ya Kehidupan Conary alias Ary jungkir balik, setelah dia mengalami kecelakaan. Hidupnya yang serasa sudah jatuh tertimpa tangga, terhantam bak sampah, terguyur air got (meski tetap ganteng), semakin merana saat tahu dia bi...