kedelapan

3K 542 41
                                    

"Kiw cowok." Goda Hyungseok saat melihat Jihoon yang tengah asyik bermain dengan ponselnya sendiri.

Jihoon yang mendengar itu hanya memutar bola matanya malas.

"Apa?" Jawabnya datar sambil masih fokus bermain dengan ponselnya.

"Jangan cuekin Hyungseok." Ucapnya sambil memasang wajah seperti anak anjing yang minta dipungut, namun sayangnya wajah tersebut tak mempan untuk Jihoon dan memilih untuk mengabaikannya, membuat Hyungseok tak segan-segan meninju lengan atasnya cukup keras.

"Katanya Kak Jihoon kangen aku! Kenapa aku malah dicuekin sekarang?!" Omel Hyungseok sambil menaruh kedua tangannya pada pinggang rampingnya.

"Kata siapa kangen?"

"Tadi!"

"'Kan cuma bilang pingin ketemu adik sendiri, itu bukan termasuk kangen."

"TERMASUK TAHU, IH! Terserahlah, aku mau ke kamar. Jangan ikutin aku!"

"Idih, pede banget."

"Kak Jihoon lama-lama aku usir dari sini."

Hyungseok pun melengos pergi ke kamarnya sambil menghentak-hentakkan kakinya kesal, Jihoon hanya terkekeh gemas melihat kelakuan adiknya tersebut yang ia pikir semakin hari, semakin menggemaskan.

Jihoon jadi berpikir.

Bagaimana jika waktu itu ia tak bertemu dengan laki-laki manis tersebut? Mungkin saja hidupnya semakin berantakan sampai sekarang.

Hyungseok segera merebahkan dirinya diatas kasurnya yang empuk. Ia tidak benar-benar akan berani untuk mengusir laki-laki itu. Menurutnya, Jihoon itu menyeramkan. Ia seperti merasakan ada aura yang mencengkam disekitarnya. Entahlah. Hyungseok hanya berprasangka.

Ia menutup matanya menggunakan lengannya.

Ia jadi teringat saat pertama kali mereka bertemu. Saat Hyungseok mengingat bagaimana rapuhnya mereka berdua dulu, sebelum bertemu dengan satu sama lain.

"Huaah!" Teriaknya. Tak terlalu keras, jadi Jihoon tak akan bisa mendengarnya.

Saat tengah asyik melamun, Hyungseok melihat sesuatu dari sudut matanya.

Sebuah album foto.

Hyungseok segera beranjak dari kasurnya untuk meraih album tersebut dan kembali duduk ditepi kasurnya.

Ia membuka album tersebut sambil mengingat kejadian yang terjadi dalam setiap foto yang terabadikan didalamnya.

Pada halaman pertama, terdapat foto dirinya dengan kedua orangtuanya. Hati Hyungseok jadi sesak saat mengingat kematian tragis yang didapatkan oleh kedua orangtuanya.

Meskipun Hyungseok lahir dengan didikan yang keras oleh keduanya sehingga ia tak mendapatkan kasih sayang yang cukup serta tak diperlakukan seperti anak-anak kecil pada umumnya, membuatnya memiliki sindrom tersebut karena ingin kembali merasakan masa kecil yang tak pernah ia dapatkan, tentu tanpa sepengetahuan keduanya, Hyungseok tetap menyayangi mereka.

Kematian kedua orangtuanya disebabkan oleh truk yang menabrak mobil mereka cukup keras. Sopir tersebut diketahui mabuk sehingga terjadilah kecelakaan tersebut.

Hyungseok masih menyimpan dendam dengan sopir tersebut, namun ia mencoba untuk ikhlas agar kedua orangtuanya dapat ke surga dengan tenang.

Setelah kejadian tersebut, Hyungseok yang masih berumur 10 tahun saat itu tak bisa melakukan apapun, hanya mengandalkan tetangganya yang untung saja sangat baik sekali kepadanya. Ia sangat berhutang budi kepada tetangganya tersebut.

Dan dalam usia tersebut, ia bertemu dengan Jihoon, yang duduk diatas ayunan, tengah menatap datar anak-anak yang tengah bermain pasir di taman bermain dekat rumahnya. Hyungseok kecil berpikir bahwa tak ada seorangpun yang mengajaknya bermain, terlebih lagi dengan tampilannya yang cukup kacau dan banyak perban serta plester yang menempel pada tubuh kurusnya.

Hyungseok kecil berinisiatif untuk mengajaknya bermain, namun ada seorang anak kecil menggenggam tangannya saat ia sudah sedikit dekat dengan Jihoon kecil. Anak kecil tersebut menggeleng, menyuruhnya untuk tak mendekati laki-laki tersebut.

Hyungseok hanya membalas dengan senyuman, mengatakan bahwa ia tak apa-apa. Dengan terpaksa, anak kecil seumurannya tersebut melepaskan genggamannya dan membiarkan Hyungseok.

"Hawo! Aku Seok! Mali belteman!" Sapanya yang sialnya saat itu bocah berumur 4 tahun muncul dalam dirinya.

Bugh!

Tanpa persiapan, Hyungseok langsung jatuh terduduk diatas tanah karena pukulan dari laki-laki kecil tersebut. Ia memegangi pipinya yang jika dipikir-pikir terasa amat menyakitkan, namun ia tak merasakan sakit tersebut dipipinya, melainkan didadanya.

Setelah itu, Jihoon pergi meninggalkannya.

Anak kecil yang lainnya pun langsung mengerubungi untuk menenangkan Hyungseok yang telah menangis sesaat Jihoon tersebut pergi. Ia bukan menangis karena pukulannya, namun ia menangis karena baru pertama kalinya ada seseorang yang menolaknya berteman.

"Sialan, sakit karena pukulannya entah mengapa terasa sekarang." Gerutunya sambil kembali melihat halaman selanjutnya. Disana ia melihat Jihoon dan dirinya saat berumur 11 tahun tengah bermain bersama dan itu adalah pertama kalinya Jihoon mulai membuka dirinya kepadanya.

Ia teringat saat entah keberapa kali Hyungseok mengajak Jihoon bermain sampai laki-laki itu menyerah dan memilih bermain dengannya.

Namun, setelah beberapa kali bermain bersama, Hyungseok mulai merasa Jihoon telah nyaman dengannya hingga ia kerap terkejut karena laki-laki tersebut telah menunggunya di taman bermain, biasanya ia yang menyusulnya dirumahnya.

"Kalau diingat-ingat, luka-luka dan plester ditubuhnya itu karena dia sering berantem dengan preman-preman sampai remaja dia juga terus berantem. Dia sampai dikenal di seluruh Seoul," Ucapnya sambil mengingat betapa mengerikannya Jihoon jika bertarung, "Untung saja sekarang ia tak begitu. Ya, dalam pandanganku begitu, tak tahu kalau diluar."

Hyungseok menatap jam dinding yang menempel di dindingnya, pukul satu siang, "Hah, ternyata sudah jam 1, makanya aku mengantuk sekarang."

Ia pun menaruh albumnya diatas nakas sebelah kasurnya, lalu membaringkan dirinya dan menyamankannya agar ia dapat tidur dengan nyenyak.

Tak membutuhkan waktu lama, Hyungseok telah pergi menjelajahi mimpinya.




Cklek!

Jihoon meringis saat suara pintu yang ia buka terdengar keras, namun setelahnya ia menghela napas lega mengetahui Hyungseok tak terbangun dengan suara tersebut.

Ia berjalan perlahan-lahan kearah Hyungseok dan menatap wajah damainya saat tidur. Saat kecil, ia selalu menginap dirumahnya dan menatap wajahnya tersebut sampai ia tertidur.

Jihoon tersenyum hangat.

Ia mendekatkan bibirnya ke kening Hyungseok. Lalu,

Cup!

Bibir tersebut bersentuhan dengan kulit milik Hyungseok. Membuat sang korban yang terkena ciuman tersebut mengerang dalam tidurnya.

Karena takut Hyungseok bangun, Jihoon segera melepaskan bibirnya dari kening sang pemiliknya dan matanya tak sengaja menatap album yang berada diatas nakas.

Ia mengambilnya dan membuka lembar perlembar album tersebut dan berhenti saat melihat sebuah foto yang menghangatkan hatinya.

Hyungseok kecil yang tersenyum dengan lebar tengah mengaitkan lengannya pada leher Jihoon kecil didekat sungai Han.

Jihoon menoleh kearah Hyungseok dan membisikkan sesuatu.













"Terima kasih sudah hadir dalam hidupku, adikku."



Tbc.

Asli nih cerita alurnya kenapa makin gajelas huhuhu. Mana aku updatenya lama banget, maaf yaa t_____t

Hyungseok's little space - PHS!Harem (DISC)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang