➺ 3 ⸻ Saingan Diam Diam

3.2K 218 9
                                    

______________________________________
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
______________________________________
Chapter 3 ┊ Saingan Diam Diam
______________________________________

Mark tengah berada di ruang keluarga saat Jaehyun pulang dari pekerjaannya. Tadi setelah dia menghabisi tubuh sang adik, Mark membantu Jeno yang begitu lemas untuk membersihkan diri. Tak lupa, membersihkan tubuhnya sendiri. Setelahnya, Mark membantu Jeno untuk makan siang. Merawatnya seolah Jeno benar benar sakit. Padahal Jeno bilang dia bisa makan sendiri, tapi Mark tetap bersikeras. Menyuapi Jeno dengan telaten. Meski sebenarnya tidak perlu, tapi Jeno menyukai aftercare yang selalu kakaknya berikan setelah mereka selesai bergumul di ranjang. Setelah makan, Jeno lebih sering berada di kamarnya dan tidak turun. Pinggul dan analnya benar benar sakit hingga akan menghambat pergerakannya. Mark tadi sudah memberikan salep di anal Jeno yang terluka. Dan Mark menyarankan agar Jeno tetap di ranjang saja. Jika ingin ke kamar kecil, cukup kasih tahu Mark. Benar benar kakak yang perhatian. Atau mungkin bertanggung jawab.

Jaehyun berjalan memasuki rumah itu dengan langkah lebar. Dia melonggarkan dasinya dan berjalan menuju ke tangga yang letaknya berada di perbatasan antara ruang tamu dan ruang keluarga. Mark menoleh saat sudut matanya menangkap kehadiran sang ayah. Lho? Ini masih pukul 17.24. Petang hari. Biasanya Jaehyun pulang malam. Jaehyun juga melihat keberadaan anak sulungnya di ruang keluarga. Dia pun memasang raut heran hingga langkahnya menuju tangga terhenti.

"Tumben sudah pulang,"

"Tumben sudah pulang,"

Masing masing terkesiap saat mereka bertanya secara bersamaan. Mark tampak menghela nafasnya. Bisa bisanya dia mengatakan hal yang sama secara bersamaan dengan ayahnya. Ikatan batin huh?

"Ayah duluan," ucapnya.

"Pekerjaan Ayah selesai lebih cepat karena semalam ayah kerjakan di rumah sampai tengah malam." Jawab Jaehyun. Dia sudah menanggalkan dasinya. Dasi itu dia pegang bersama jas miliknya di lengannya. "Kau sendiri, biasanya kamu akan bermain dengan temanmu sepulang kuliah. Tumben jam segini sudah ada di rumah."

"Oh, aku langsung pulang setelah kuliah, Yah. Jeno sedang sakit kan? Aku tidak tega jika membiarkan Jeno di rumah sendirian." Jawab Mark dengan nada santai. Berusaha terlihat biasa saja saat dia tengah berbohong. Mark kan bolos tadi. Semoga saja tidak ketahuan Ayah Jae. Bisa gawat, dia akan mendapat ceramah panjang lebar dari sang ayah.
Jaehyun hanya mengangguk mendengar jawaban Mark.

"Jadi kau sudah mengecek adikmu? Bagaimana keadaan Jeno?" Tanya Jaehyun. Jujur saja dia agak cemas. Takut Mark mencurigai keadaan Jeno.

"Jeno kelihatannya masih sakit saat ku cek tadi. Tapi demamnya sudah turun kok." Jawab Mark. Dalam hati dia menyanjung sikap sang ayah. Bisa bisanya dia berakting dengan begitu baik. Padahal Mark pun begitu.

"Ayah akan mengecek Jeno dulu sebelum mandi dan turun nanti." Jaehyun berujar sambil melanjutkan langkah kaki panjangnya untuk menaiki anak tangga satu persatu. Mark tidak merespon. Lelaki itu hanya mendengus pelan dan mengusap pelan area sekitar bibirnya, dengan tatapannya yang tertuju menuju ke layar tv di depannya. Meski fokusnya tidak pada tv itu. Pikirannya melayang.

Jaehyun berjalan menuju ke kamar Jeno yang letaknya tepat ada di seberang kamarnya. Jaehyun berhenti di depan pintu itu dan mengetuknya terlebih dahulu. "Jeno? Boleh ayah masuk?" Beberapa detik berselang, tidak ada jawaban dari dalam. Jaehyun mengernyit dan memutuskan untuk membuka pintunya dan masuk tanpa menunggu izin Jeno. Di dalam, Jaehyun bisa melihat jika sang anak tengah tidur dengan posisi menyamping.

Jaehyun tersenyum dan menutup pintu kamar Jeno terlebih dahulu. Dia berjalan menuju ke kasur Jeno dan duduk di tepi kasur yang dekat dengan tubuh Jeno. Jaehyun mendudukan dirinya secara perlahan di ranjang itu. Matanya masih menatap lekat wajah Jeno yang terlelap. Wajah anaknya terlihat lebih manis dan polos jika tengah tidur seperti ini. Jaehyun mengulurkan tangannya dan mengusap lembut rambut Jeno.

Our Beloved JenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang